Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ROMA; MENDISKUSIKAN MODERASI AGAMA (7)

KE ROMA; MENDISKUSIKAN MODERASI AGAMA (7)
Sessi berikutnya ialah pemaparan tiga narasumber, yaitu: Prof. Philip Widjaja, (Buddha), Brigjen Wahyu Tenaya (Hindu) dan Romo Sunarko (Katolik). Acara ini dimulai pada pukul 13.30 Waktu Italia. Acara ini dipandu oleh Romo Leo Mali. Beliau ini adalah seorang Romo yang jenaka di dalam membawakan acara dialog.
Pak Philip adalah akademisi yang aktif di dalam banyak kegiatan di dalam agama Buddha. Bagi Pak Philip, bahwa konflik bernuansa agama selalu terjadi. Konflik intern agama terkadang jauh lebih keras, dibandingkan dengan konflik antar umat beragama. Meskipun tidak mesti seperti itu. Konflik bisa disebabkan oleh kepentingan kelompok tertentu dan terkadang juga ada kelompok yang memelihara konflik dan sebaliknya.
Ada sebanyak 6 (enam) hal untuk mengeliminasi konflik beragama, yaitu: jangan ada ekspansi, ekspansi dapat digunakan sebagai penarik konflik antara kelompok yang berbeda. Ekspansi dimaksudkan untuk menambah jumlah umat dibandingkan dengan pengembangan kualitas umat. Lalu jaga pernyataan kita. Jangan ungkapkan hal-hal sensitive sehingga melukai orang lain. Jangan membuat hoax dan jangan gunakan kata-kata yang bisa merusak komunitas.
Kemudian, kita harus mengenal satu dengan lainnya. Konflik terjadi disebabkan karena ketidakmengertian tentang alasan mengapa sekelompok komunitas melakukannya. Untuk memahami yang lain, maka ita harus memulai lainnya, dan menghormati dan toleran atas dasar pemahaman satu atas lainnya.
Selanjutnya, jangan sentuh area sensitif, seperti teologi dan ritual. Teologi berbicara tentang Tuhan dan ritual tentang tata cara beragama. Jangan saling menyalahkan. Terus yang penting juga terkait dengan pelayanan sosial dan saling membantu kepada yang lain. Untuk Indonesia, misalnya saling membantu terhadap sekelompok orang yang memang membutuhkan bantuan seperti orang jompo, kaum disable dan sebagainya.
Beragama Buddha berarti berkesadaran. Harus disadari bahwa kehidupan itu berwarna-warni dan tidak satu warna. Ada beberapa prinsip yang penting ialah tidak perlu menambah jumlah pengikut. Kebenaran tidak hanya ada di dalam ajaran agama Buddha. Dan yang paling penting ialah membuat semua makhluk berbahagia.
Narasumber lainnya ialah Brigjen Wisnu Tenaya. Di dalam sessi ini, Pak Wisnu mengungkapkan harapannya bahwa kita semua harus beragama dengan mengembangkan kerukunan dan keharmonisan. Ada banyak tantangan yang terjadi, misalnya adanya sikap dan tindakan yang tidak mengindahkan nilai-nilai agama. Manusia banyak yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan norma-norma agama. Kita mestilah membangun keseimbangan kehidupan. Makanya manusia harus memiliki keimanan di tengah perubahan dan kekuasan, harta dan lainnya. Manusia banyak yang menggunakan cara-cara yang tidak relevan dengan tujuan beragama. Kita harus mengajak manusia untuk melakukan kebaikan, rasa sayang, rasa asih dan asuh sehingga kemudian kita akan menghasilkan kebaikan-kebaikan. Jika kita bisa melakukan seperti ini, maka anak cucu kita akan berada di dalam darma yang baik.
Di Indonesia kita sudah memiliki Pancasila yang tentu harus dijaga keberadaannya. Sila-sila di dalam Pancasila menggambarkan tentang bagaimana kita sebagai masyarakat Indonesia harus mengamalkan agama kita, memperkuat kemanusiaan kita, membangun kesatuan dan persatuan bangsa, mengembangkan demokrasi sesuai dengan bangsa dan masyarakat Indonesia dan membangun keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Pembicara ketiga ialah Mgr. Andrianus Sunarko dari Katolik. Beliau memaparkan tentang Dialog Agama: Berlandaskan Pancasila Menuju Indonesia Adil dan Makmur. Di dalam setiap tahun ada pertemuan dari sebanyak 36 keuskupan, yang biasanya disebut sebagai keprihatinan dan penyelesaian masalah di kalangan Katolik.
Ada yang menarik dari hasil pertemuan umat beragama yang dilakukan oleh Utusan Khusus Presiden bidang Kerukunan Umat Beragama dan Peradaban, yaitu; pemeluk agama harus berkeyakinan bahwa pemeluk agama adalah saudara sebangsa.
Makanya, di antara Nota Pastoral, bahwa gereja adalah bagian dari negara Kesatuan Republik Indonesia. gereja berpandangan bahwa sejarah bangsa harus terus diupayakan secara optimal, lalu menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama bagi seluruh anak bangsa.
Selain itu juga ada beberapa masalah yang kita hadapi, yaitu: pemahaman Pancasila yang masih rendah dan belum dipahaminya Pancasila sebagai dasar dan falsafah bangsa, munculnya radikalisme yang menginginkan perubahan dasar negara, perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat akan tetapi merusak sendi-sendi kehidupan bangsa. Lalu suhu politik yang dipastikan meningkat pada tahun 2019.
Di antara penyebabnya ialah kesadaran sejarah yang rendah sehingga masa lalu tentang Pancasila mengalami disinformatif, kemudian peralihan dari orde baru ke orde reformasi tentu membawa dampak apa saja yang dihasilkan ole horde baru dianggap salah, dan semakin menguatnya gerakan radikalisme yang juga dipicu oleh tumbuhnya teknologi informasi. Lalu factor lainnya ialah krisis keteladanan. Dan juga kemiskinan dan ketidakadilan.
Usaha-usaha pemerintah tentu perlu diapresiasi misalnya terbentuknya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), munculnya regulasi-regulasi yang memihak kepada rakyat, pembangunan jalan tol dan infrastruktur lainnya untuk kepentingan rakyat dan juga BBM satu harga dan sebagainya.
Di dalam konteks ini diharapkan gereja akan memainkan peranan penting untuk membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik dan adil. Termasuk juga pembinaan pendidikan. Yang juga penting ialah meningkatkan kerja sama antar agama dan komunitas agama lain. Dan juga meningkatkan kegiatan kekeluargaan dan kemanusiaan. Juga menyerukan penggunaan media sosial sebagai sarana untuk memperkokoh kebersamaan dan persaudaraan antar anak bangsa dan menyebarkan hidup penuh kasih.
Di dalam konteks ini, maka revitalisasi Pancasila menjadi sangat mendasar. Pancasila harus dijalankan dan bukan hanya didiskusikan. Kita berharap bahwa dengan revitalisasi Pancasila maka ke depan akan dapat dihasilkan pemahaman dan pengamalan Pancasila yang lebih berkeadilan dan berkeadaban.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..