Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ROMA; MENDIALOGKAN MODERASI AGAMA (6)

KE ROMA; MENDIALOGKAN MODERASI AGAMA (6)
Ada sesuatu yang menarik di meja narasumber yang berbunyi “Centro Congressi Villa Aurelia”. Artinya ialah Pusat Kongres Villa Aurelia. Untuk arti pernyataan ini, maka saya harus tanyakan kepada Pak Markus Solo. Acara kita untuk Dialog Antar Agama Masyarakat Indonesia di Eropa tepat dimulai pada pukul 09.00 Waktu Italia. Acara ini dibuka oleh Pak Dubes, Agus Sriyono. Hari ini ada tiga sessi, yang masing diisi oleh Prof. Dr. Abdul A’la, Pak Uung Senjaya, Pak Prof. Dr. Philip Widjaja, Brigjen Wisnu Bawa Tenaya, Mgr. Sunarko, Bu Henriette dan pada sessi malam akan dilakukan diskusi antara nara sumber dengan seluruh peserta.
Selanjutnya acara diskusi dipimpin oleh Romo Purnama. Sebagai pembicara pertama ialah Prof. A’la. Beliau adalah akademisi UIN Sunan Ampel dan mantan Rektor UIN Surabaya. Di dalam sambutannya, Prof. A’la menyatakan bahwa di aras kita semua bahwa sudah tidak ada masalah. Semua kita memahami relasi antar Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Namun demikian, di aras masyarakat masih ada tantangan. Sebenarnya semua agama mengajarkan kasih sayang, namun demikian ternyata masih ada masalah, misalnya bom bunuh diri di Surabaya, di Jakarta dan sebagainya.
Di masa lalu, orang mengucapkan salam kepada orang non-muslim atau mengucapkan selamat Natal tidak masalah akan tetapi sekarang bisa menjadi masalah. Mungkin karena media sosial. Masalah tersebut tidak hanya antar agama tetapi juga antar etnis dan intern umat beragama. Kasus misalnya Syiah di Sampang, relasi Dayak dan Madura dan sebagainya.
Agama sebenarnya juga momot nilai-nilai budaya. Misalnya cara berpakaian, cara menggunakan lambang-lambang keagamaan dan sebagainya. hendaknya agama dijadikan pedoman atau etika di dalam kehidupan, termasuk kehidupan politik. Jangan melakukan politisasi agama, tetapi jadikan sebagai etika berpolitik. Meskipun kemudian banyak yang menyatakan bahwa pemikiran ini dianggap telah keluar dari frame islam minded. Islam adalah pedoman yang menyelimuti seluruh kehidupan. Jadi pemikiran menjadikan agama hanya sebagai etika politik dianggap sebagai kesalahan.
Oleh karena itu, kita harus meneguhkan komitmen untuk menjaga kerukunan dan keharmonisan bangsa melalui berbagai dialog berkesetaraan. Dan yang penting ialah menyelenggarakan dialog untuk masyarakat akar bawah, dengan mengedepankan keindonesiaan. Jadi harus menjadikan Islam itu Islam Indonesia, Katolik Indonesia, Kristen Indonesia, Buddha Indonesia, Hindu Indonesia, Khonghucu dan kita harus menjadi agen-agen kerukunan umat beragama.
Pembicara berikutnya ialah Ibu Henriette, Pendeta Kristen Toraja dan sekarang menjabat sebagai ketua PGI. Beliau menyatakan bahwa semua di antara kita lahir dari Rahim yang sama. Rahim Ibu Pertiwi. Oleh karena itu, kita harus menjadikan kemajemukan sebagai rahmat Tuhan. Hal ini adalah anugerah Allah kepada kita semua. Untuk ini harus ada sikap tenggang rasa atau toleransi. Jangan lakukan pemutlakan keyakinan sebab dengan cara ini kita sudah melakukan reduksi terhadap rahmat Tuhan tersebut. Sehingga kita harus terus merawat tenggang rasa itu sebagai kewajiban kita semua.
Menurutnya, bahwa ajaran Kristen yang berdasar atas Kitab Injil, maka persaudaran merupakan hal yang sangat mendasar. Di dalam menjalin hubungan kerja sama tersebut semestinya jangan menggunakan label-label yang tidak relevan dengan semangat kemanusiaan. Untuk kepentingan itu, maka yang perlu dibangun ialah semangat persatuan di tengah kemajemukan. Pancasila harus menjadi rumah bersama untuk semua umat beragama di Indonesia.
Untuk kepentingan ini, maka dialog harus digunakan untuk merespon tantangan bersama, yaitu prejudice (pranggapan negative), eksklusivisme (fanatisme, rdikalisme dan intolerance) serta ketidaktahuan atau cultural and religius illiteracy). Ada sebuah pengalaman ketika Bu Henriette diminta untuk memberikan khutbah dalam acara Paskah yang dihadiri oleh banyak orang, tidak hanya Kristen tetapi juga ada masyarakat Muslim. Maka ketika ada adzan terdengar, maka saya berhenti sebentar dan kemudian saya sampaikan bahwa adzan adalah panggilan untuk kita beribadah meskipun dalam agama yang berbeda. Ada kritik menarik dari Bu Henriette, tentang pendidikan di sekolah yang dianggapnya memecah belah agama. Pendidikan agama harus menjadi pendidikan etika beragama. Jangan digunakan untuk membuat kotak-kotak agama tersebut. Buatlah pendidikan agama berbasis pada kemajemukan. Perlu ada gerakan 1821, yaitu jam 18 sampai jam 21 dilarang untuk memegang gadget.
Pembicara berikutnya ialah Pak Uung Senjaya. Ketua Matakin. Beliau menyatakan bahwa agama Khonghucu itu pernah mengalami masa peminggiran. Dan kita bersyukur bahwa di era Gus Dur sebagai Presiden Hak agama Khonghucu dipulihkan. Ada banyak tokoh agama yang mendukung pemulihan hak ini. di dalam agama Khonghucu, semuanya berasal dari Yin Yang. Di dalam Yin ada unsur Yang dan di dalam Yang ada unsur Yin. Manusia sesungguhnya memiliki beinh-benih kebaikan yang berupa cinta kasih, dan kebijaksanaan dan nafasu yang berpa gembira, marah dan sedih. Manusia itu hidup dengan jasmani dan rohani.
Tugas masyarakat Khonghucu ialah membawa jalan tengah atau cung he. Manusia harus memilih jalan suci. Manusia itu sederajat dan setara. Makanya umat Khonghucu tidak memandang manusia lainnya dengan pandangan yang tidak sederajat. Kesejahteraan hanya akan dapat diperoleh melalui jalan tengah dan bukan ekstrim.
Masyarakat Indonesia harus terus mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara karena Pancasila adalah pilihan founding parents yang tepat bagi Indonesia. Jika kemudian ada orang yang memilih selain Pancasila sebagai dasar negara, maka tamatlah Indonesia. Makanya umat Khonghucu sangat mendukung PBNU (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945). Modalitas Empat Konsensus Nasional inilah yang harus diperjuangkan secara terus menerus.
Mendengarkan terhadap paparan para nara sumber ini, maka ada satu kata kunci yang penting ialah bagaimana masyarakat Indonesia harus mempertahankan dan mengembangkan kehidupan berdasarkan agama yaitu beragama yang moderat atau di dalam program disebut sebagai Gerakan Moderasi Agama. Boleh juga disingkat GEMA (Gerakan Moderasi Agama).
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..