Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PULKAM: TRADISI YANG MENYEJARAH (3)

PULKAM: TRADISI YANG MENYEJARAH (3)
Bagi saya, yang juga penting ialah melakukan ziarah ke makam Bapak, Embah dan kerabat saya lainnya. Sudah menjadi tradisi panjang bahwa menjelang puasa atau mengakhiri puasa selalu dilakukan upacara ziarah makam. Saya tentu saja tidak bisa melakukannya tepat waktu sebagaimana tradisi warga desa. Saya baru pulang 3 (tiga) hari di awal puasa dan sehari setelah hari raya untuk menziarahi makam leluhur saya.
Warga desa menganggap bahwa poros kehidupan selain rumah dan masjid ialah makam. Dahulu sumur termasuk ruang budaya yang selalu diisinya dengan berbagai aktivitas, namun semenjak teknologi pengeboran air bawah tanah masuk ke wilayah pedesaan, maka tradisi menempatkan sumur sebagai ruang budaya nyaris sudah tidak ada. Hanya tinggal rumah, masjid dan makam yang masih terus bertahan.
Ziarah makam di dalam tradisi Jawa disebut sebagai “nyekar” atau dalam terminologi ialah upacara tabur bunga ke makam leluhur. Makanya, di dalam tradisi ziarah kubur tentu selalu ada bunga. Biasanya bunga kenanga, bunga melati dan lainnya. Jika dilihat dari unsur-unsur di dalam sebuah upacara, maka sekurang-kurangnya terdapat sebanyak 8 (delapan) aspek ritual upacara yang terlihat. Yaitu: tujuan, makna, bahan upacara, tempat, waktu, doa-doa upacara, proses upacara, dan suasana upacara.
Dilihat dari tujuannya, maka nyekar bertujuan memberikan sesaji atau mantra-mantra atau doa-doa yang ditujukan kepada arwah leluhur. Adapun maknanya ialah sebagai persembahan atau pemberian kepada arwah leluhur agar memperoleh pengampunan dari Allah atau Tuhan sehingga memperoleh ketenangan di alam kuburnya. Dari aspek bahan-bahan upacara biasanya ialah bunga aneka ragam, waktunya dilakukan pada saat-saat tertentu, misalnya Kamis sore, menjelang puasa, menjelang hari raya dan sebagainya. Yang dijadikan tempat upacara nyekar ialah makam leluhur, makam wali atau tokoh-tokoh yang dianggap penting. Biasanya orang yang nyekar bisa membaca tahlil atau bacaan Surat Yasin dan doa-doa yang ditujukan kepada yang diziarahi. Dengan demikian, upacara ziarah kubur ialah upacara yang dilakukan untuk kepentingan secara khusus kepada arwah leluhur.
Di dalam tradisi Jawa, yang dijadikan sebagai tempat ziarah bukan hanya para leluhur atau kerabat yang sudah meninggal, akan tetapi juga makam para wali yang di masa lalu bertindak sebagai penyebar agama Islam. Ada sangat banyak makam wali yang diziarahi oleh umat Islam. Ada paket ziarah wali songo, ada paket ziarah wali Jawa Timur dan Jawa Tengah dan sebagainya.
Di Nusantara banyak sekali makam-makam auliya yang dijadikan sebagai tempat untuk upacara ziarah. Di Tuban, misalnya dapat dijumpai makam Sunan Bonang yang sangat ramai peziarahnya. Bahkan termasuk tujuan wisata religious yang sangat terkenal. Selain itu juga terdapat makam Syekh Ibrahim Asmaraqandi, yang dikenal sebagai ayah Sunan Ampel. Makam ini juga termasuk yang ramai dikunjungi oleh peziarah dari luar daerah. Perkembangan bangunan fisik makam Syekh Ibrahim Adamraqandi termasuk yang sangat pesat. Selain itu juga didapati pembacaan Ratib Hadad setiap kamis malam, jam 23 WIB sampai menjelang subuh. Acara ini dipadati oleh para peziarah yang memiliki tujuan khusus.
Ke sebelah timur di Drajat, maka ditemui 3 (tiga) makam keramat, yaitu makam Syekh Maulana Ishaq, Syekh Mayangmadu dan Syekh Sunan Drajat. Ketiga makam ini lokasinya berdekatan di desa Drajat. Yang ramai dikunjungi Jemaah ziarah auliya ialah Makam Sunan Drajat. Lalu ke Timur lagi, makam Syekh Magribi di Kota Gresik dan Syekh Sunan Giri. Yang banyak sekali pengunjungnya ialah makam Sunan Ampel di Surabaya.
Nama Kanjeng Eyang Sunan Ampel lalu diabadikan sebagai nama PTKIN, UIN Sunan Ampel Surabaya. Pesisir utara Jawa memang menjadi lokasi penyebaran Islam awal, dan sebagai tempat di mana mula pertama Islam berkembang di Jawa. Bahkan tapak sejarah pengembangan dakwah tersebut bisa diketahui sampai di Nusa Tenggara Barat, ternate dan wilayah lain di Nusantara. Artinya, bahwa jejak sejarah penyebaran Islam dari Jawa itu lalu berkembang ke tempat lain khususnya di Indonesia Timur.
Sesekali saya juga melakukan ziarah ini, dari Sunan Bonang ke Sunan Ibrahim Asmara, ke Sunan Maulana Ishaq, ke Sunan Mayangmadu, ke Sunan Drajat dan Sunan Ampel, mereka semua adalah leluhur umat Islam di Jawa yang memiliki pengaruh luar biasa di dalam Islamisasi di Jawa dan seluruh Nusantara.
Dengan demikian, pulkam tidak hanya untuk kepentingan duniawi semata, misalnya bertemu dengan orangtua, sanak kerabat, teman sejawat dan sebagainya, akan tetapi juga bermakna membangun relasi ukhrawi dengan para leluhur yang sudah mendahului kita semua.
Jika mengambil makna dari tindakan tersebut, maka sesungguhnya hari raya bisa menyatukan kepentingan duniawi dan ukhrawi sekaligus, sebuah momentum yang tidak didapatkan dengan keberadaan teknologi informasi secanggih apapun.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..