Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE MEKKAH: SAUDI ARABIA YANG BERUBAH (5)

KE MEKKAH: SAUDI ARABIA YANG BERUBAH (5)
Di dalam teori sosial bahwa perubahan merupakan inti dari kehidupan. Di tengah keteraturan sosial yang terjadi, selalu ada perubahan, baik perubahan yang evolusioner maupun yang revolusioner. Perubahan merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sosial.
Saya tentu bersyukur bisa hadir dan terlibat di dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama maupun pemerintah Arab. Kehadiran saya itu tentu merupakan bagian tidak terpisahkan dari tugas pokok dan fungsi Kemenag di dalam relasinya dengan kementerian lainnya, baik terkait dengan program Kemenag maupun lainnya. Terakhir saya terlibat di dalam kegiatan penyelenggaraan haji dan acara The 11th Executive Council Meeting of Ministery of Waqf and Islamic Affairs” di Mekkah mewakili Pak Menteri Agama, Pak Lukman Hakim Saifuddin, selama sehari, 11/05/2018.
Saya tentu bertemu dengan beberapa orang Indonesia yang sudah bermukim lama di sini, misalnya Ahmad dari Madura, yang menceritakan banyak hal tentang perubahan di Arab Saudi. Misalnya tentang pajak bagi orang asing. Cukup besar. 200 Real perorang. Katanya, pemerintah menerapkan kewajiban pajak, sebab orang asing di sini banyak menggunakan fasilitas negara, seperti air, listrik, dan sarana-prasarana lainnya, maka tentu harus memberikan kontribusi bagi pendapatan negara.
Selain itu juga kebolehan perempuan untuk menyetir mobil. Dahulu perempuan dilarang untuk melakukan hal ini, tetapi setelah hari raya idul fitri 2018, para perempuan diperbolehkan untuk menyetir mobil sendiri. Memang masih terbatas di Riyad saja, akan tetapi tidak menutup kemungkinan ke depan akan berlaku juga di kota lain.
Memang, pemerintah Saudi dibawah Raja Salman sedang menggenjot perekonomian dengan berbagai sumber ekonomi. Jika di masa lalu hanya bertumpu pada ekonomi perminyakan saja, maka sekarang diinginkan agar ada varian lain. Ziarah ke kota-kota suci juga dimanfaatkan untuk meningkatkan income negara. Penerapan pajak dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak kendaraan dan pembayaran sangsi berkendaraan juga menjadi alasan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara. Haji dan umrah tentu menjadi primadona bagi pendapatan negara Saudi.
Yang spektakuler tentu perubahan seperti diperkenankannya “fashion” busana bagi perempuan. Selama ini pemerintah melarang terhadap peragaan busana tersebut. Jeddah sudah menjadi tempat untuk peragaan busana. Acara “Jeddah Fashion Week” adalah sebuah acara menarik tentang peragaan busana di sini. Jadi, pemerintah memang sudah meretas belenggu-belenggu tradisi yang selama ini menjadi kendala untuk “mengejar” kemajuan.
Potensi ekonomi Arab Saudi memang harus dioptimalkan untuk diaktualkan. Para petinggi di negeri ini sangat menyadari bahwa ekonomi minyak sebagai potensi ekonomi yang tidak bisa diperbarukan pada suatu ketika akan habis. Potensi minyak sebagai sumber ekonomi Pemerintah Saudi Arabia lama kelamaan akan mengalami pengurangan, sehingga dalam Blue Print Visi Saudi Arabia tahun 2030, tidak ada jalan lain kecuali mendiversifikasi sumber daya ekonomi. Di bawah kendali Putra Mahkota Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman, maka semua yang berpotensi menghasilkan devisa negara harus dioptimalkan, misalnya membuat kota baru sebagai pusat rekreasi dan perdagangan. Pelabuhan Jeddah juga dibangun dan diperbarui untuk kepentingan mendulang ekonomi nasional. Arab Saudi sedang membangun tourism di luar Haji dan Umrah dalam kerangka pengembangan ekonomi Arab Saudi.
Arab Saudi juga akan membangun Pusat Perfilman Internasional sebagaimana Hollywood dan Bollywood. Menurut Ahmad Al-Maziyat, The CEO of Saudi Arabia’s General Culture Authority (GCA) bahwa
Saudi Film industry akan dapat berimpact pada peningkatan Gross Domestic Product (GDP). Dengan pembangunan pusat perfilman ini, maka potensi ekonomi dari sector ini akan meningkat tajam. Pada Bulan September atau Oktober 2018, proyek besar ini akan dimulai. Pembangunan pusat perfilman ini juga diharapkan akan dapat menarik reformasi bisnis dan investasi di Arab Saudi. (Arab News, May, 15, 2018).
Menurut Christ Berry, Professor of Film Studies at King’s College London, bahwa “pembangunan perfilman di Saudi adalah cara lain untuk memperluas transformasi budaya dan mengembangkan industry kreatif”. Memang harus diakui bahwa selama ini, pemerintahan Saudi Arabia memang menggantungkan perekonomian negara kebanyakan dari sector minyak. Padahal sangat disadari bahwa sebagai sumber daya Alam (SDA) yang tidak bisa diperbaharui, maka sector minyak tentu pada suatu saat akan berkurang bahkan habis. Maka Suadi Arabia Plan 2030 mengharuskan terjadinya diversifikasi sumber daya ekonomi dimaksud.
Reformasi yang digulirkan oleh Pangeran Muhammad bin Salman bin Abdul Aziz memang mengguncangkan dunia Arab Saudi dengan berbagai reformasi yang dilakukannya. Dengan Vision 2030, maka banyak hal yang dilakukannya untuk mereformasi Arab Saudi. Misalnya membersihkan praktik korupsi di tubuh pemerintahan dan bisnis di Arab Saudi. Oleh karena itu, Beliau termasuk sosok yang “kurang” disukai oleh para sesepuh Kerajaan dan juga lawan-lawan politiknya. Reformasi di bidang pemerintahan, budaya dan tradisi serta perekonomian Arab Saudi tentu “mengguncang” sendi-sendi kehidupan masyarakat Saudi yang selama ini sangat stagnan dan teratur.
Melalui pemerintahan Raja Salman dan dukungan Putra Mahkota yang dikenal dengan akronim MBS ini, maka sebenarnya Arab Saudi sedang menuju era baru yang diharapkan akan membawa perubahan dalam banyak hal.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..