Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ARAB SAUDI: INOVASI PERHAJIAN (4)

KE ARAB SAUDI: INOVASI PERHAJIAN (4)
Jika di Arab Saudi dan hanya datang di Mekkah tanpa datang ke Madinah, maka rasanya ada yang kurang. Itulah sebabnya di kala saya diminta Pak Menag, Pak Lukman Hakim Saifuddin, untuk mewakili Beliau dalam acara “The 11th Conference of Executive Council of Ministry of Waqf and Islamic Affairs”, maka saya sempatkan waktu untuk datang ke Madinah. Jadi, saya harus bisa shalat berjamaah dan lalu berziarah ke makam Nabi Muhammad saw.
Sebenarnya, ada keinginan untuk melakukan umrah itu di kala datang di Jeddah. Jadi begitu datang di Jeddah, seharusnya lalu memakai pakaian ihram dan kemudian melakukan umrah. Tetapi karena factor perjalanan jauh, maka saya memutuskan untuk umrah setelah acara selesai. Jadi hari Ahad kita mengikuti meeting di Hotel Hilton Jabar Umar, dan setelah itu ke Madinah untuk berziarah ke Makam Nabi Muhammad saw.
Memang hanya semalam saya berada di Madinah. Tetapi yang menarik adalah saya bisa bertemu dengan Pak Konsul Jenderal RI, Pak Herry, sebab baliau juga sedang berada di Madinah untuk menjemput Pak Wakapolri, Pak Brigjend Bahruddin. Sebuah keuntungan yang besar ialah bertemu dengan Pak Konsul Jenderal, sebab tentu bisa mendiskusikan banyak hal terkait dengan penyelenggaraan haji dan promosi Indonesia di tempat ini.
Di dalam pertemuan yang diselenggarakan di ruang makan Kantor Haji di Madinah tersebut, maka kita diskusikan 3 (tiga) hal, yang saya kira memiliki relevansi dengan Kemenag.
Pertama, tentang inovasi di bidang perhajian. Selama ini berdasarkan evaluasi yang kita lakukan di Jeddah pasca pelaksanaan haji, dan juga evaluasi penyelenggaraan haji di Jakarta baik oleh Kemenag dan DPR, maka diketahui bahwa salah satu di antara yang menjadi problem ialah lamanya masa tunggu di ruang transit di Bandara Jeddah dan Madinah. Perlu waktu 4 (empat) jam untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan yang terkait dengan keberadaan jamaah haji. Salah satu di antara yang lama ialah ketika pemeriksaan biometrics dan pemeriksaan administrasi lainnya.
Makanya, Pemerintah Arab Saudi sudah melakukan MoU dengan pihak ketiga, yaitu Perusahaan Tashil, di dalam kerangka untuk mempercepat pemeriksaan biometrics. Di antara inovasi yang diberlakukan ialah pemeriksaan biometrics di tempat asal. Jadi orang Indonesia bisa diperiksa biometricnya di Indonesia, tidak usah pemeriksaan dilakukan di Bandara Jeddah dan Madinah. Malaysia sudah tahun lalu menggunakannya melalui MoU dengan Perusahaan Tashil yang menjadi mitra Pemerintah Arab Saudi.
Sesuai dengan penjelasan Pak Herry, bahwa tim dari Tashil akan datang ke Indonesia sebelum bulan Ramadlan. Tim ini akan bertemu dengan Kemenlu, Kemenag, dan juga Kemenkumham. Dengan Kemenlu tentu terkait dengan urusan-urusan yang memang menjadi ranah Kemenlu, misalnya tanggungjawab warga Indonesia di luar negeri, dan sebagainya. Lalu dengan Kemenag tentu terkait dengan haji dan seluruh kegiatannya dan dengan Kemenkumham tentu terkait keimigrasian, paspor dan sebagainya. Konon katanya, Kemenkumham sudah menyediakan kantor-kantornya untuk menjadi tempat pemeriksaan biometrics. Jadi, yang dibutuhkan ialah MoU antara Tashil dengan pemerintah Indonesia.
Kedua, terkait dengan keinginan untuk menyelenggarakan pameran kebudayaan dalam hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi. Sebagaimana diketahui bahwa hubungan Indonesia dengan Arab Saudi itu sudah berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Hubungan Arab Saudi dan Indonesia terjadi karena factor haji dan pendidikan. Tentu saja sudah banyak peristiwa kebudayaan dalam bentuk foto-foto, dan sebagainya yang bisa dipamerkan untuk membangun keakraban antara Indonesia dan Arab Saudi. Tahun depan diperkirakan akan dilakukan pameran ini, sehingga dalam tahun ini akan bisa dilacak evidence-evidence yang bisa dipamerkan.
Ketiga, saya juga mengusulkan agar ke depan, misalnya bisa diselenggarakan pameran kuliner yang bisa saja diselenggarakan di hotel-hotel di Arab Saudi. Mengingat bahwa banyak sekali hotel yang dijadikan sebagai tempat untuk penginapan para Jemaah haji atau umrah, maka kiranya perlu untuk melakukan pameran kuliner Indonesia di Arab Saudi.
Saya juga jadi teringat dengan gagasan Duta Besar Berkuasa Penuh RI untuk Arab Saudi, Dr. Agus Maftuh Abegebriel, yang menggagas tentang konsep “Saunesia” di mana hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi bukan hanya karena factor politik dan kenegaraan akan tetapi juga factor sosial, budaya dan ekonomi.
Saya kira memang ke depan diperlukan banyak inovasi, tidak hanya untuk kepentingan jamaah haji, tetapi juga umrah dan sebagainya yang memang membutuhkan perubahan-perubahan secara mendasar.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..