• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

UNAS SANG PEMICU KONTROVERSI

 Mohamad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional, akhir-akhir ini disibukkan dengan masalah Ujian Nasional  (Unas). Hal itu terkait dengan keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan beberapa angota masyarakat tentang pelaksanaan Unas. Memang Unas selalu menjadi pusat perhatian masyarakat. Tak lain karena Unas memang bisa saja menjadi momok bagi sebagian siswa dan juga orang tua sekaligus. Bayangkan karena Unas maka orang tua bisa dibikin sibuk. Mulai mencari kursus persiapan Unas sampai les atau tambahan pelajaran  privat pada guru. Dan juga yang penting juga orang tua harus mencari uang tambahan. Semua itu dilakukan demi Unas yang memang dianggap tolok ukur lulusan.

Unas memang selalu menjadi polemik. Ada pro dan kontra. Pemicunya bukan hanya sekedar membebani siswa dengan target lulusan minimal, akan tetapi juga keabsahan Unas itu. Ada beragam alasan bagi yang tidak setuju Unas, yaitu ukuran pelulusan siswa yang hanya menggunakan beberapa mata ujian. Tidak fair jika enam mata ujian (fisika, kimia, matematika, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris) untuk program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dijadikan sebagai tolok ukur kelulusan siswa. Bagaimana dengan mata pelajaran lain. Bisa jadi seseorang lemah di enam mata ujian nasional tetapi pintar pada mata pelajaran lainnya. Sehingga ketika mengukur kelulusan dengan mata ujian yang diunaskan saja, maka bisa mereduksi lainnya. Bahkan yang dirasakan tidak adil adalah ketika rata-rata ujian seorang peserta Unas lebih tinggi ternyata tidak lulus disebabkan ada nilai satu mata pelajaran yang kurang dari standart lulusan minimal.  

Bagi yang setuju Unas, maka juga ada alasan yang mendasar. Perlu ada standart nasional tentang kelulusan siswa. Misalnya standart kelulusan minimal, sehingga akan dapat diketahui bagaimana kulitas pendidikan secara nasional. Ketika Unas digelar pertama kali, maka standart keluluan adalah 3,1. Setahun kemudian meningkat menjadi 4,1 dan terus, meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun ini rencananya standart lulusan minimal adalah 5,5.  Jadi dengan formula Unas maka kualitas secara umum akan dapat diketahui. Selain itu, UU Sisdiknas juga menempatkan standart nasional tentang pendidikan.

Silang pendapat dan kepentingan ini yang memicu pro kontra Unas di mata masyarakat, LSM, pakar pendidikan, dan para pemangku kepentingan. Berbagai silang pendapat ini, memang tidak dapat dihindarkan disebuah negara yang demokratis. Bahkan jika silang pendapat tersebut tidak menemukan jalan keluar yang memadai maka pengadilan adalah jalan yang bisa ditempuh. Kasus tentang Unas tentu tidak jauh berbeda dengan pemenuhan anggaran 20%, di mana peran masyarakat untuk melalukan  tindakan hukum ternyata dibenarkan oleh pengadilan.

Unas juga mengalami hal yang sama. Setelah melalui proses panjang, maka upaya yang dilakukan oleh Kristiono, ternyata berhasil. Warga  Depok Jakarta tersebut berjuang melawan pemerintah tentang Unas yang dianggapnya tidak adil. Anaknya, Indah Kusuma Ningrum, tidak lulus sebab ada salah satu nilai pelajarannya yang hanya memperoleh nilai 4. padahal tingkat kelulusan seharusnya adalah 4,25. Meskipun nilai lainnya memperoleh angka 8, tetap saja anak itu tidak lulus. Dia berusaha untuk menggugat pemerintah lewat PN Jakarta Pusat. Di tingkat ini, Kristiono menang. Maka pemerintah melakukan kasasi. Dan pada tingkat kasasi, MA ternyata menolak kasasi yang diajukan pemerintah. Jika kita mengikuti alur pikiran Kristiono, maka Unas memang tidak adil. Meskipun seseorang hanya rata-rata nilai 5, akan tetapi tidak ada nilainya yang kurang dari 4,25 maka yang bersangkutan bisa lulus. Akan tetapi jika rata-rata nilainya enam, tetapi ada salah satu nilainya hanya 4, maka yang bersangkutan menjadi tidak lulus. Itulah sebenarnya yang digugat oleh  Kristiono. Dan kristiono dinyatakan menang dalam putusan di tingkat PN.

Memang masih ada kontroversi tentang putusan MA tersebut. Mohamad Nuh, misalnya menyatakan bahwa tidak ada satu point pun yang menyatakan bahwa MA melarang Unas. Padahal banyak pemberitaan yang sudah menyatakan Unas harus distop. Ramainya pembicaraan  tentang Unas sesungguhnya juga dipicu oleh besarnya atensi masyarakat tentang Unas. Oleh karena itu tentu harus ada ketegasan tentang Unas ini, terutama pelaksanaannya di tahun 2010.

Mendiknas tampaknya sudah menentukan bahwa Unas akan jalan terus. Artinya, bahwa pemerintah akan tetap melaksanakan Unas di tengah masih ada kontroversi ini. Jadi, negeri ini memang negeri kontroversi. Tetapi untuk lebih jelasnya, saya akan kembali membahasnya besuk pagi.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini