Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENDIDIKAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

PENDIDIKAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI
Satu hal yang selalu saya ingat di saat saya bertemu dengan Prof. Mahmud, Rektor UIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung ialah di saat saya diundang ke UIN SGD Bandung untuk menghadiri acara peresmian gedung yang dibangun melalui skema SBSN tahun 2017, dan secara tiba-tiba saya tidak bisa hadir. Padahal acara itu disiapkan sedemikian rupa termasuk kehadiran Pak Kapolda Jawa Barat. Seingat saya yang saya tugaskan ke UIN Bandung ialah Direktur Diktis, Prof. Nizar.
Saya tidak bisa hadir karena saat itu, saya menjabat sebagai Plt. Dirjen PHU dan Pak Menteri meminta saya untuk melakukan rapat yang dihadirinya. Saat itu sedang persiapan untuk pelaksanaan haji tahun 2017. Dan sebagaimana biasa, jika Pak Menteri meminta saya untuk mewakilinya atau ada rapat yang mendadak dilakukan, maka semua agenda saya dipastikan saya canceled. Jadi sebenarnya ketidakhadiran saya itu memiliki alasan yang jelas. Akan tetapi tetap saja saya merasa “bersalah”. Maka kehadiran saya pada acara peresmian gedung SBSN di UIN SGD Bandung tentu dalam rangka menebus “kesalahan” tersebut.
Saya merasa sangat senang melihat bangunan SBSN untuk perkuliahan program Pascasarjana. Gedung yang sangat baik, tertata dengan desain yang modern minimalis, dan yang penting juga sudah dilengkapi land scape yang utuh. Tidak sebagaimana biasanya, hanya bangunannya saja yang bagus, tetapi di sekeliling gedung masih tampak belum tertata. UIN SGD Bandung sungguh berbeda. Di sekelingnya sudah dihadirkan taman yang baik, dengan rerumputan yang tertata dan juga pohon kurma yang tertata dengan baik. Meskipun bangunannya bercorak modern minimalis tetapi tetap ada simbol Timur Tengahnya, yaitu pohon kurma. Kata Prof. Mahmud, “Gak penting buahnya Pak Sekjen, yang penting ada kurmanya”.
Acara peresmian (28/02/2018) dihadiri oleh Pak Kapolda, Irjen Pol. Budi Sumarno dan segenap jajarannya, Direktur PPs., Wakil Rektor, Dekan, Wakil Dekan, dan dosen, serta Ketua Senat UIN SGD Bandung Prof. Nanat Fatah Nasir, dan para professor lainnya. Selain itu juga mahasiswa pasca sarjana UIN SGD Bandung.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan 3 (tiga) hal penting terkait dengan peresmian bangunan gedung perkuliahan pascasarjana. Pertama, bahwa gedung yang bagus bagi sebuah PTKIN tentu memiliki makna sangat penting. Bagi orang Indonesia, bahwa gedung yang bagus adalah bagian dari imej tentang “kehebatan” PTKIN. Masih sering kita dengar, pernyataan “gedung perguruan tinggi tapi seperti gedung SD Inpres”. Artinya, ada anggapan bahwa gedung PTKIN itu harus berbeda dengan gedung SD di masa lampau. Gedung SD Inpres itu dibangun di saat Pak Soeharto, Presiden RI yang kedua, menggalakkan pendidikan wajib belajar 9 (sembilan) tahun. Di era sekarang, maka harapan masyarakat bahwa gedung PTKIN itu harus bagus, elegan, modern meskipun minimalis, dan dapat menggambarkan “kehebatan” PTKIN.
Bagi saya, gedung hebat penting, tetapi yang lebih urgen lagi ialah isinya gedung. Saya membayangkan bahwa isinya gedung itu ialah sarana dan prasarana teknologi informasi yang canggih. Di dalam gedung yang bagus tersebut ialah media informasi dan program pembelajaran berbasis teknologi modern. Saya membayangkan bahwa di gedung PTKIN itu ialah peralatan yang serba digital. Misalnya, perpustakaan digital, pembelajaran digital, serta proses administrasi dan pembelajaran yang berbasis teknologi informasi dan pelayanan berbasis on line lainnya.
Bahkan menurut saya, ke depan kita tidak lagi berbicara tentang seberapa banyak anggaran kita untuk membangun gedung, akan tetapi justru memanfaatkan gedung tersebut dengan pelayanan pendidikan berbasis teknologi informasi. Semua sudah menggunakan pelayanan on line, kecuali yang memang tidak harus menggunaan sistem on line. Di era milenial, maka pembelajaran berbasis teknologi informasi tentu merupakan keharusan. Dan PTKIN harus mengembangkan hal ini untuk menyongsong era pembelajaran berbasis teknologi informasi.
Harus mulai dipikirkan bagaimana menyajikan perkuliahan berbasis teknologi informasi. Harus dirancang membangun sistem pembelajaran yang memungkinkan akses mahasiswa dari berbagai negara. Mereka tidak perlu datang ke kampus, akan tetapi dapat mengikuti perkuliahan jarak jauh atau distance learning. Jadi bukan kelas jauh sebagaimana yang dipraktekkan selama ini.
Harus dirancang perkuliahan dengan komposisi, misalnya 70 persen melalui pembelajaran jarak jauh –berbasis teknologi informasi—dan 30 persen perkuliahan tatap muka. Atau bisa juga 50 persen perkuliahan berbasis teknologi informasi dan 50 persen tatap muka. Atau sebaliknya 30 persen berbasis teknologi informasi dan 70 persen tatap muka. Tetapi juga bisa 100 persen perkuliahan tatap muka.
Calon mahasiswa diberi pilihan tentang program pembelajaran, sehingga yang bersangkutan bisa memilih mana yang akan dilakukannya. Dan yang penting kita akan dapat memperbanyak mahasiswa luar negeri yang akan belajar di tempat kita. Jika pada tahun 2005 lalu, UKM telah memiliki mahasiswa dari 36 negara, maka dengan sistem pembelajaran berbasis TI akan bisa lebih banyak mahasiswa asing yang belajar di tempat kita.
Kedua, ke depan kita semua harus berkonsentrasi pada pengembangan mutu pendidikan. Di dalam RPJMN tahun 2019-2024, pemerintah sudah tidak lagi berpacu pada perluasan akses pendidikan akan tetapi berpacu dengan peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, semua komponen civitas akademika UIN SGD Bandung harus berproses untuk menjemput tahun mutu pendidikan. Jadi para dosen harus bermutu, sarana prasarana pendidikan harus bermutu, program pembelajaran harus bermutu, dan out put lulusan juga harus bermutu. Dengan demikian, semua komponen masyarakat kampus harus bersinergi untuk mengembangkan mutu pendidikan tersebut. Tidak ada kata berhenti dalam mengejar mutu, maka peningkatan kualitas harus melazimi seluruh program kegiatan kampus kita.
Ketiga, kesuksesan program pembelajaran di suatu kampus sangat tergantung kepada mekanisme kerja sama di antara para civitas akademika. Dan di dalam menghadapi abad milenial ini, maka kita semua haruslah mengembangkan pengetahuan dan program pendidikan yang mengarah pada penguatan lulusan melalui standart kompetensi lulusan (SKL) yang unggul. Mari kita bekali mahasiswa kita dengan sejumlah keahlian yang relevan dengan kebutuhannya, agar ke depan kita bisa mencetak generasi Indonesia yang hebat di dalam penguasaan hard skilled-nya dan juga kemapanan soft skilled-nya. Saya yakin dengan semakin banyaknya doctor dan professor serta semakin berkualitasnya sarana dan prasarana pendidikan, maka keinginan untuk menghasilkan lulusan yang siap menerima estafeta kepemimpinan bangsa tentu bukan sesuatu yang mustahil kita lakukan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..