Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TAHUN POLITIK BAGI KEMENTERIAN AGAMA (2)

TAHUN POLITIK BAGI KEMENTERIAN AGAMA (2)
Di dalam acara Rakernas tahun 2018, ada catatan menarik sebagaimana disampaikan oleh Menteri Agama, Pak Lukman Hakim Saifuddin, bahwa ASN diharapkan netral di dalam pelaksanaan Pilkada tahun 2018 dan Pemilu tahun 2019. Selain memperoleh penekanan Menteri di dalam acara dialog program tahun 2018, juga ditindaklanjuti dengan sidang komisi untuk menjamin bahwa ASN Kemenag netral di dalam penyelenggaraan pilkada tahun 2018.
Memang diketahui bahwa Kemenpan&RB serta KSN telah membuat surat edaran yang isinya meminta tentang netralitas ASN. Itulah sebabnya bahwa Kemenag menjadikannya sebagai pedoman di dalam penyelenggaraan pilkada dan pemilu. Sebagai ASN tentu –sesuai dengan regulasi—haruslah menjaga netralitasnya, sebab hanya dengan netralitas saja maka penyelenggaraan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan relnya.
Bahkan Menteri Pan&RB, Pak Dr. Asman Abnur, juga menyatakan bahwa para ASN harus benar-benar menjaga netralitas di dalam penyelenggaraan pilkada. Jika ada anggota keluarganya, misalnya suami atau isteri yang mencalonkan sebagai calon bupati atau walikota, maka agar tetap menjaga netralitasnya itu. Misalnya pada waktu kampanye diperkenankan untuk cuti dan kemudian bisa terlibat di dalam kampanye mendukung keluarganya dimaksud, dengan catatan jangan menggunakan atribut partai politik pendukung keluarganya. Hal ini dilakukan agar netralitasnya sebagai ASN akan tetap terjaga.
Menjaga etika sebagai ASN tentu sangat penting. ASN diharapkan dapat menjaga marwah kepegawaian di tengah perhelatan politik. Makanya, sudah saatnya untuk ditindaklanjuti regulasi-regulasi yang sudah mengatur tentang netralitas ASN di dalam pilkada. Yang partisipasi pasif saja tidak diperkenankan apalagi lalu menjadi partisipan aktif. Semua ASN agar terus berada di dalam suasana dan menciptakan kondisi aman dan nyaman dalam pilkada.
Kita tentu bersyukur bahwa kesadaran ASN, khususnya di Kemenag sudahlah cukup memadai. Kita semua berharap agar pimpinan satuan kerja (satker) untuk membangun netralitas ASN di dalam pilkada tahun 2018 dan berlanjut pada pilpres tahun 2019. Di dalam setiap kesempatan saya memberikan pengarahan di dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan di pusat dan daerah selalu saya tekankan tentang tahun politik ini.
Dalam dua pekan ini, saya terlibat di dalam 5 (lima) kali pertemuan, seperti meeting dengan tokoh agama di Kementerian Dalam Negeri, raker di Provinsi Banten, Raker di Provinsi Jawa Barat, Raker di Balai Diklat Administrasi, dan pertemuan di UIN Maulana Malik Ibrahim selalu saya tekankan tentang perlunya netralitas ASN tersebut.
Saya selalu menyatakan bahwa Kemenag harus menjadi contoh dalam netralitas ASN pada pilkada. Kemenag itu memanggul tugas sebagai institusi percontohan sebab menyandang kata agama. Jika institusi atau KL lain tidak menyandang kata agama, maka kitalah satu-satunya institusi yang memiliki kata agama di dalamnya. Kita harus menjadikan institusi ini sebagai institusi yang memberi teladan di dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kata agama tidak hanya sebagai pedoman di dalam kehidupan akan tetapi juga pengamalannya. Jadi Kemenag haruslah menjadi teladan dalam penerapan pedoman dan terlihat di dalam kenyataan hidup sehari-hari. Jadi, saya ingin menyatakan bahwa di dalam pilkada itu haruslah menjadikan institusi kita ini sebagai teladan dalam kehidupan keagamaan, sosial dan bahkan dalam perilaku politik.
Pada tahun politik –sebagaimana pilkada DKI—maka dapat diketahui bagaimana tegangan politik itu sedemikian dahsyat. Hoax terjadi dimana-mana. Semuanya berebut untuk menguasai kekuatan politik. Di era pilkada, maka hoax menjadi industry media. Orang bisa memperjualbelikan kebohongan, perusakan harga diri, ujaran kebencian dan sebagainya sebagai bagian tidak terpisahkan dari keinginan penguasaan politik.
Jika kita mencermati terhadap beberapa hoax yang terjadi akhir-akhir ini, maka rasanya tidak pantas berita itu diangkat oleh orang muslim dengan tingkat pemahaman dan pengamalan agama yang memadai. Rasanya kita telah benar-benar berada di era Cyber War dalam fungsinya. Orang bisa mengunggah ungkapan-ungkapan yang tak layak publish. Diyakininya bahwa semuanya bisa disebarkan tanpa memiliki sedikitpun simpati kepada yang dibullying tersebut.
Makanya, salah satu di antara rekomendasi Rakernas Kementerian Agama ialah untuk membangun Ministery of Religious Affairs Cyber Team (MORA Cyber Team) yang memiliki tugas khusus untuk menangani media sosial. Di dalam acara sering saya nyatakan, “PTKN adalah potensi untuk membangun MORA Cyber Team, sebab di PTKN ada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, sehingga penyebaran informasi di media sosial akan menjdi semakin efektif dan bermanfaat.
Kita berharap agar MORA Cyber Team akan bisa menjadi garda depan dalam kerangka untuk menyebarkan keberhasilan atau quick win Kemenag di manapun keberadaannya. Lalu bisa menjadi penyeimbang jika suatu ketika terjadi bullying dari orang lain yang sengaja merusak citra Kemenag dan juga mengagendasettingkan apa yang akan menjadi info trendy sepekan atau sebulan ke depan.
Kita sungguh berharap di tahun politik ini, maka citra Kemenag tetap sesuai dengan yang kita harapkan dan tentu itu semua bisa terjadi karena keterlibatan kita –yang sesungguhnya—adalah humas-humas fungsional bagi Kemenag.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..