Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERBAHAGIA DALAM BEKERJA (2)

BERBAHAGIA DALAM BEKERJA (2)
Saya rasa bahwa di kantor atau tempat pekerjaan ada juga kebahagiaan. Saya kira ada di antara kita yang bisa merasakannya. Kebahagiaan sebenarnya ialah hak semua manusia di manapun berada. Akan tetapi tentu juga tidak semua hak untuk memperoleh kebahagiaan tersebut bisa dicapainya.
Menurut saya ada dua factor yang mempengaruhinya, yaitu factor internal dari diri yang bersangkutan terkait dengan dirinya di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan dan factor eksternal ialah seberapa keberadaan sesuatu di luar dirinya itu juga mempengaruhi terhadap kehidupan yang bersangkutan. Setiap orang memiliki potensi untuk bahagia. Hanya saja berapa lama dan kapan itu tentu sangat variatif.
Dari factor internal ialah terkait dengan seberapa kesiapan yang bersangkutan di dalam menghadapi kehidupan. Misalnya sikap dan tindakan kepasrahannya menghadapi kepastian atau takdir Tuhan. Selain itu juga terkait dengan kesiapan seseorang di dalam menghadapi keinginan demi keinginan yang sudah atau tidak tercapai. Jika seseorang memiliki rasa pasrah atau menerima semua kejadian sesuai dengan kepastian Tuhan, maka dia akan terhindar dari rasa bersalah atau stress yang menyebabkan sesuatu menjadi semakin rumit.
Yang lebih rumit ialah mengenai factor eksternal yang juga memiliki pengaruh besar terhadap kebahagiaan itu. Misalnya lingkungan sosial, lingkungan bekerja atau lingkungan alam yang saya kira juga bisa menjadi factor determinan untuk pencapaian kebahagiaan. Di sinilah maka keberadaan lingkungan kerja yang kondusif akan menjadi factor utama untuk berbahagia di dalam bekerja. Factor persahabatan yang merupakan factor eksternal bisa menentukan terhadap adanya rasa bahagia dimaksud. Sering kali orang berpindah-pindah profesi atau berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya disebabkan oleh factor lingkungan kerja ini. Orang tidak nyaman di dalam pekerjaannya.
Makanya, membangun kebersamaan dalam persahabatan menjadi hal utama di dalam bekerja. Kita harus membangun kerja sama dan sama-sama bekerja. Kerja sama itu tidak lain dan tidak bukan adalah kerja bersama-sama itu. Jika kita bisa melakukannya berarti satu factor sudah bisa diatasi. Lalu kita bisa bekerja keras untuk mencapai tujuan bersama. Common purpose menjadi instrumen bagi para pekerja untuk bisa menciptakan nuansa pencapaian hasil bersama.
Yang juga tidak kalah penting ialah bagaimana kita bisa menciptakan kebersamaan dan kerja bersama tersebut. Bagi kita nuansa kebersamaan menjadi instrument utama untuk mencapai tujuan organisasi atau tujuan institusi. Di dalam konteks ini, maka seharusnya dilakukan upaya untuk membangun kebersamaan itu, apapun cara yang bisa dilakukannya.
Saya tentu merasa bersyukur bahwa Allah memberikan talenta humor yang sering saya gunakan sebagai pemecah nuansa ketegangan. Bahasa kerennya disebut sebagai ice breaker. Tentu saja dalam kapasitas yang bisa saya daya gunakan. Di dalam rapat-rapat atau meeting yang selalu membutuhkan keseriusan melebihi batas yang bisa dilakukan, sering kali saya selingi dengan gurauan. Bagi orang yang tidak terbiasa, maka bisa saja dianggap sebagai ketidakseriusan. Tentu ada orang yang menganggap bahwa serius itu artinya tidak ada canda dan tawa bahkan tersenyum saja bisa menjadi penanda sebagai ketidakseriusan itu. Tetapi saya lakukan dekonstruksi bahwa seserius apapun rapat atau sidang, maka harus ada nada gurauan di dalamnya. Dan saya bersyukur bahwa dengan canda dan ketawa itu suasana menjadi santai tetapi serius. Menghasilkan kesimpulan terbaik tetapi dilakukan dengan tersenyum, canda dan tawa.
Saya pernah menghadiri acara Rapat Kerja di Kantor Wilayah Kemenag DKI. Sehabis acara saya ditegor oleh Kabid Madrasah. Dia menyatakan bahwa “hari ini saya tidak bertemu dengan Pak Sekjen”. Lalu saya nyatakan: “lho kan saya baru saja memberikan ceramah”. Kemudian dinyatakan: “Pak Sekjen memang di sini, tetapi tidak ada leluconnya”. Saat itu saya menjadi ingat bahwa memang saya tidak membuat lelucon sama sekali di dalam ceramah saya.
Pak Prof. Abdurrahman Mas’ud, Kabalitbangdiklat, juga sering menyatakan jika saya memberi pengarahan atau memimpin rapat lalu tidak ada candanya, Beliau juga menanyakan: “kok tidak ada candanya”. Saya kemudian berpikir, “Wah saya ternyata identic dengan gurauan atau canda tawa kalau sedang melakukan rapat atau apapun.” Lalu saya berpikir, dari pada sudah dilabel dengan begitu, maka sudah saya lanjutkan saja di dalam memimpin birokrasi Kemenag untuk mengajak kolega saya untuk tersenyum bahkan tertawa.
Bahkan di dalam rapat-rapat antar kementerian dan lembaga, gaya lelucon itu juga sering saya terapkan. Saya berpandangan: “janganlah rapat menjadi halangan kita untuk tersenyum dan tertawa di dalamnya”. Pak Prof. Thomas Fentury, Dirjen Bimas Kristen, suatu ketika menyatakan: “kalau rapat dipimpin Pak Sekjen, pasti kita semua bergembira”.
Bahkan yang lebih heboh lagi, Pak Syafrizal, Karo Umum, kalau Beliau datang ke ruang saya, maka yang pertama kali muncul dari bibirnya ialah: “Pak Sekjen, saya ingin tertawa di sini”. Baru saja Beliau datang saya sudah tertawa, dan Beliau juga tertawa. Sungguh saya merasakan bahwa dengan senyuman maka akan tercipta rasa kebersamaan. Dan jika ini sudah bisa dibentuk, maka kerja keras dan pencapaian tujuan bersama pastilah akan bisa dilewati.
Saya akhirnya sampai pada kesimpulan, bahwa lingkungan pekerjaan yang meminimalisir atau bahkan menihilkan ketegangan dengan bisa tersenyum dan tertawa bersama akan bisa menjadi fondasi untuk membangun kebahagiaan. Saya sungguh yakin dengan proposisi ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..