Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERBAHAGIA DALAM BEKERJA (1)

BERBAHAGIA DALAM BEKERJA (1)
Ada sebuah pertanyaan, mungkinkah kita bisa berbahagia di dalam pekerjaan kita, atau bisakah kita berbahagia di kantor kita, atau lebih mendasar bisakah kita membuat dunia pekerjaan kita membawa kepada kebahagiaan. Pertanyaan ini saya rasa penting di tengah kenyataan bahwa sebagian waktu kita memang berada di ruang pekerjaan.
Disebabkan oleh waktu sehari, selama 7,5 jam berada di kantor atau di ruang pekerjaan, maka rasanya pertanyaan itu patut dikemukakan. Bayangkan bahwa waktu kita sebesar 30 persen justru berada di ruang perkantoran atau di ruang pekerjaan, sedangkan 30 persen lainnya di ruang tidur dan sisanya adalah untuk kegiatan ekspressi diri di tengah keluarga, masyarakat dan dunia sosial lainnya.
Pagi ini, 03/02/2018, saya harus ke Surabaya sebab ada acara di STAIN Pamekasan dalam rangka rapat kerja yang ditempatkan di Hotel Aston Gubeng Surabaya. Dan yang menggembirakan saya bersama dengan Cak Muhaimin, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga memiliki acara di Pasuruan, Jawa Timur. Sebagai sesama Nahdliyin tentu kami lalu membicarakan banyak hal terutama pandangan-pandangan politik Beliau di seputar Pilkada dan kesiapan politik lainnya.
Saya senang dengan pandangan-pandangan Beliau tentang Indonesia ke depan dan juga tentang bagaimana peluang partai politik tahun depan. Beliau nyatakan bahwa sekarang ini adalah era cyber war atau era media sosial, maka siapa yang siap dengan penggunaan media sosial, maka tentu akan banyak memperoleh keuntungan. Beliau juga menyatakan bahwa sekarang ini sudah banyak kyai dan penceramah agama yang memiliki kekuatan media sosial yang bagus, seperti AA Gym sampai Ustadz Abdus Shomad, mereka telah memiliki follower jutaan orang. Jika kita bermain di arena partai politik tentu juga harus mengikuti perkembangan baru ini.
Pada kesempatan ini, saya juga sempat untuk membaca Koran. Ada Koran Tempo, Republika dan juga Kompas. Dan yang menarik saya karena di Koran Kompas, 03/02/2018, ada tulisan yang menggelitik dengan judul “Mengejar Kebahagiaan”. Sebuah judul yang saya kira menarik untuk dicermati oleh para eksekutif yang terlibat di dalam upaya untuk melakukan perubahan. Jika dia adalah CEO di perusahan-perusahaan besar maka tantangannya tentu adalah bagimana meningkatkan performance perusahaan tersebut di tengah suasana ketidakmenentuan atau disruptive era yang terus membayangi para pengusaha. Dan jika dia adalah pejabat pemerintah juga tentu akan terlibat di dalam era reformasi birokrasi yang terus menggelinding, utamanya terkait dengan “manajemen perubahan”.
Sebuah survey yang dilakukan oleh Annie McKee (Happiness Trap, Harvard Business Review, Oktober 2017/Kompas, 03/02/18) bahwa untuk menemukan kebahagiaan di dalam pekerjaan, maka ada 3 (tiga) hal yang harus dipertimbangkan, yaitu: Purpose, Hope and Friendship. Ketiga hal inilah yang akan memberikan sumbangan menentukan terhadap perasaan bahagia dari para businesman di dalam sebuah dunia kerja. Jika kita ingin memperoleh kebahagiaan di dalam bekerja, maka 3 (tiga) aspek ini harus memperoleh penekanan yang optimal.
Pertama, purpose. Orang bekerja tentu harus mempunyai tujuan apa yang diinginkan. Orang yang bekerja harus dipandu oleh suatu pandangan berbasis keinginan untuk mencapai kesuksesan. Orang harus bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi atau institusi yang dijadikan sebagai tempat pengabdiannya. Orang bekerja harus dipandu oleh need for achievement. Suatu hasrat yang kuat agar tujuan bekerjanya dapat diwujudkan dalam bentuk capaian kerja yang optimal.
Makanya, seseorang akan terus berusaha untuk mencapai tujuan tertinggi dari institusi yang tertuang di dalam misi atau visi institusinya. Dipastikan bahwa ada sesuatu yang akan diraihnya atau dicapainya. Dia tidak hanya berkeinginan untuk mencapai tujuannya saja tetapi lebih dari tujuannya. Di sinilah yang membedakan antara orang yang memiliki visi di dalam bekerja dan orang yang tidak memiliki visi di dalam bekerja. Orang yang memiliki visi bekerja dipastikan akan bekerja lebih keras dan kuat karena dia berkeinginan untuk mencapai visi yang sudah dibebankan kepadanya.
Kedua, hope. Setiap orang memiliki harapan dan keinginan untuk meraih sesuatu yang lebih baik, tidak hanya untuk institusinya akan tetapi juga untuk dirinya. Keduanya tentu harus berjalan seiring. Setiap orang tentu menginginkan suatu hasil yang lebih baik. Maka di sini harus ada peluang dan potensi untuk mencapai keinginan tersebut. Para pimpinan juga harus memberikan peluang untuk mencapai tujuan dan bawahan juga menyadari bahwa dia diberi peluang untuk mencapai tujuan instistusinya. Di sini harus terdapat lingkungan yang memungkinkan peluang dan potensi itu menjadi actual.
Di sini harus ada keseimbangan antara keinginan mencapai harapan dan tujuan dengan potensi dan peluang yang dimiliki untuk berkembang mencapai tujuan. Di dalam konteks ini, maka semuanya harus menjaga agar keduanya berjalan sinergi sehingga akan memperkecil tekanan yang akan mengakibatkan stress di kalangan kita sendiri. Menjaga keseimbangan di dalam bekerja tentu menjadi penting. Untuk itu, maka diperlukan kegiatan-kegiatan yang bisa mengembalikan kita semua untuk berada di dalam posisi seimbang tersebut.
Ketiga, friendship. Kita tidak bisa membayangkan kehidupan tanpa perkawanan atau persahabatan. Kita hidup di dalam dunia sosial dan salah satu kebutuhan kita ialah bagaimana membangun dan mewujudkan kebutuhan sosial itu. Kita butuh sahabat atau kawan yang bisa menjadi medium untuk saling berbagi dan memberikan pandangan-pandangannya. Ada titik nol di mana kita tidak bisa melihat diri kita sendiri. Kita sangat tergantung kepada orang lain untuk melihat titik nol tersebut. Sama halnya dengan petinju atau pemain bola yang tetap membutuhkan pelatih untuk melakukan evaluasi terhadap titik nol yang kita tidak bisa melihatnya.
Maka, di dalam sebuah institusi mestilah dibangun suasana friendship ini. di mana, sesama kawan akan saling menerima dan memberi. Di dalam konteks seperti ini, maka gradasi atau leveling di dalam bekerja tidak sangatlah mendasar. Semua bisa saling memberi dan menerima. Bisa saja pimpinan tertinggi memberikan pandangan terhadap bawahannya dan bisa juga bawahannya memberikan pandangan terhadap para pimpinannya.
Di dalam membangun prinsip perkawanan ini, maka diperlukan suasana kebersamaan, seperti out bond, rekreasi atau meeting informal yang bisa menjadi wahana untuk membangun kebersamaan. Jadi, ketiga prinsip ini harus dikembangkan agar suasana bekerja bisa menjadi wahana untuk berbahagia.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..