Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE NEGERI TIRAI BAMBU: GREAT WALL MONUMENTAL (9)

KE NEGERI TIRAI BAMBU: GREAT WALL MONUMENTAL (9)
Di seputar Beijing –dulu disebut Peking—adalah wilayah pegunungan. Meskipun seharusnya sekarang musim gugur akan tetapi di perbukitan-perbukitan sekitar Beijing masih cukup menghijau. Memang sudah ada beberapa jenis pepohonan yang mulai mengering memasuki musim gugur dan beberapa bunga sudah mulai layu dan berguguran, akan tetapi sebagai wilayah pegunungan subur, maka di lereng-lereng perbukitan itu masih menghijau pepohonannya.
Jika saya mengamati dari dekat, wilayah ini mirip dengan wilayah menuju Thaif di Arab Saudi, daerah bergunung-gunung dan berngarai-ngarai, akan tetapi bedanya di Arab Saudi merupakan wilayah kering –bahkan wilayah gurun—akan tetapi di Cina merupakan wilayah yang subur. Bahkan di sisi kiri dan kanan jalan yang merupakan pinggiran bukit ternyata menjadi tempat pepohonan yang tentu sangat menghijau di musim semi.
Untuk sampai ke Great Wall atau Tembok Cina yang monumental ini, maka saya harus menyusuri jalan turun naik. Akan tetapi karena sudah merupakan jalan bebas hambatan, maka tentu lancar saja. Hanya pada saat tertentu saja jalan ini penuh sesak dengan kendaraan. Semua tentu akan melihat kehebaran Great Wall. Bertepatan sekarang sedang sepi, sehingga perjalanan dari Hotel Nikki New Century Beijing ke Great Wall terasa lebih cepat. Beruntunglah kami semua.
Great Wall dibangun selama tiga kali pemerintahan. Pada pemerintahan Qing, An dan Ming sekitar abad ke 7 (tujuh). Panjangnya 5.000 KM untuk tembok besarnya dan ada tambahan bangunan yang menyebutkan bahwa jumlah keseluruhan adalah 8.850 KM. Sebuah bangunan yang sangat panjang. Jika dihitung dengan bangunan sekarang maka bisa dipastikan bahwa biaya yang diperlukan tentu sangat besar dan tenaga kerja yang dibutuhkan juga sangat banyak.
Dalam benak saya, rasanya tidak mungkin atau sulitlah kiranya membangun tembok di atas bukit seperti itu ditengah issu tenaga kerja mahal dan juga bahan bangunan mahal serta biaya transportasi untuk mengangkat bahan baku bangunan ke atas bukit. Hanya negara yang berkekuasaan besar dan tidak terbatas atau otoriter dan negara yang kaya yang bisa membangun seperti tembok Cina ini.
Saya kemarin mengagumi bangunan jalan tol lintas Mekkah-Thaif yang juga menjelajahi perbukitan di Arab, akan tetapi tentu tidak seperti di zaman dahulu. Sekarang sudah ada alat-alat seperti crane yang bisa menembus ketinggian tertentu, sehingga membangun gedung tinggi bisa dibantu dengan alat ini. namun demikian di masa lalu kiranya hanya tenaga manusia saja yang bisa mengangkat bahan-bahan bangunan itu ke atas bukit. Kiranya tingkat kesulitannya hampir sama dengan pembangunan piramida di Mesir. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh negara yang berkuasa penuh dan kaya.
Konon katanya, membangun Tembok Cina ini juga tidak sekaligus. Berhenti di kala pasokan bahan baku atau tenaga kerja tidak memungkinkan dan diteruskan di kala semua factor terpenuhi. Tapi factor kekuasaan raja yang absolut pastilah menjadi ukuran keberhasilan membangun peradaban agung di masa lalu yang masih kita bisa nikmati sampai sekarang. Saya kira ini adalah cerita sukses sebuah dinasti untuk menunjukkan bahwa melalui kekuasaan yang powerfull maka segala sesuatu bisa dilakukan.
Di sebuah negara yang demokratis seperti sekarang, rasanya akan sulit diperoleh goresan peradaban agung seperti ini. Terlalu banyak factor yang mempengaruhi program pembangunan fisik monumental yang hebat. Di era sekarang bukan lagi era “Sabda Raja atau Ratu adalah Sabda Tuhan”, yang terjadi sekarang adalah “Sabda Rakyat adalah Sabda Tuhan” atau “Vox Populi Vox Dei”, maka untuk membangun Great Wall atau Piramida, bahkan mungkin membangun Candi Borobudur tentu harus memperoleh “persetujuan rakyat”. Jika rakyat tidak setuju, maka pasti tidak akan berdiri bangunan yang adiluhung tersebut.
Dengan dalih untuk mempertahankan kerajaan, maka raja dapat memaksa warganya untuk melaksanakan bangunan sesuai dengan rencananya. Yang menolak tentu bisa disingkirkan dengan cara-cara yang lazim digunakan pada saat itu. Makanya, di dalam pembangunan Benteng Cina ini, maka juga terdapat pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat, khususnya para petani yang menolak terhadap program pembangunan benteng.
Bahkan pembangunan Benteng Cina ini juga mengalami beberapa penghentian. Tentu bisa disebabkan oleh SDM yang kurang atau tidak mendukung secara total terhadap pembangunan Benteng atau juga karena factor anggaran yang tidak diperoleh. Anggaran negara di kala itu tentu diambil dari pajak dan juga rampasan-rampasan perang, selain dari factor perdagangan melalui jalur sutra.
Oleh karena itu pantaslah jika pembangunan Great Wall ini membutuhkan waktu yang panjang dan berliku sampai tiga kekaisaran. Yang jelas bahwa dengan benteng ini dapat dipastikan bahwa Kekaisaran di Cina memperoleh cara menanggulangi musuh karena benteng ini memang diciptakan untuk melindungi kerajaan dan penduduknya dari serangan musuh yang bisa datang kapan saja.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..