Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE NEGERI TIRAI BAMBU: GREAT WALL YANG MENAKJUBKAN (7)

KE NEGERI TIRAI BAMBU: GREAT WALL YANG MENAKJUBKAN (7)
Jarak antara Guangzhou dengan Beijing ternyata cukup jauh. Butuh waktu 3 (tiga) jam perjalanan dengan pesawat udara. Pesawat yang saya tumpangi ialah Boeing berbadan lebar, Boeing 383, dengan dua deck, atas dan bawah. Pesawat ini sangat istimewa. Selama ini saya menganggap bahwa pesawat Emirat Airline sudah sangat baik, tetapi dibandingkan dengan Boeing 383 Southern China Airline, ternyata kalah jauh. Bisa juga pesawat ini baru, akan tetapi melihat desainnya memang disiapkan luar biasa.
Saya tidak sempat banyak berkunjung di Guangzhou untuk jalan-jalan. Hanya malam hari setelah dari KJRI, maka saya sempat melihat Gedung Menara Guangzhou atau Canton Tower Touring Panorama. Gedung yang luar biasa dan dihiasi dengan warna-warni lampion. Tingginya 488 M lebih menjulang ke atas. Dibangun dengan desain tiangnya yang bercorak miring, bentuk bangunan kecil di tengah dan besar di bawah dan atas. Orang bisa naik lift sampai ke lantai paling atas. Semakin atas semakin mahal harganya. Jika pada ketinggian 468 M berharga 398 Yuan, pada ketinggian 460 M berharga 298 Yuan, pada ketinggian 450 berharga 228 Yuan dan pada ketinggian 433 M berharga 150 Yuan. Sayangnya saya tidak sempat naik ke atas. Tower sudah tutup ketika saya datang ke menara ini. Maklum sudah malam ketika saya sampai di menara ini.
Saya berangkat ke Beijing pada pukul 15.00 waktu setempat. Jika saya bandingkan Bandara Baiyun di Guangzhou dengan Bandara Beijing rasanya Baiyun Port lebih luas dan mewah. Banyak pertokoan dengan aneka dagangan di Baiyun Port. Semua merek terkenal ada di sini, mulai dari Channel sampai merek local. Barang mainan anak-anak, makanan dan minuman sampai barang gunaan lainnya. Di Baiyun Port juga ada makanan halal. Tepatnya di lantai dua internasional dekat lift di arena restorant. Saya sempat makan di resto ini untuk makan siang.
Kami dijemput oleh Hutomo, mahasiswa Feihang University pada Program Studi Civil Architecture. Dia sudah tahun kedua di Cina, dan program pembelajarannya menggunakan bahasa Inggris. Tahun depan akan menyusun skripsi sebagai tugas akhir untuk meperoleh gelar sarjana. Dia berasal dari Makassar, dia menyatakan bahwa “selepas menyelesaikan program strata I, saya akan bekerja terlebih dahulu.”
Jika di Guangzhou kami diantar oleh Edward, mahasiswa program studi Internasional dalam bidang Economy and International Business dengan pengantar bahasa Mandarin, maka di Beijing kami dipandu oleh Hutomo ini. memang di Cina membutuhkan orang yang bisa berbahasa Mandarin agar perjalanan menjadi lebih mudah. Bahasa Inggris kurang cukup sebab tidak semua yang kita ajak komunikasi bisa menggunakan bahasa Inggris dimaksud.
Di Beijing kami mengunjungi beberapa tempat, yaitu Great Wall, Kuil dan masjid. Pagi-pagi jam 8.00 waktu setempat kami telah siap-siap untuk berangkat. Sebenarnya kami sudah disiapkan dengan jaket kulit untuk berjaga-jaga jika temperature sangat rendah. Ternyata betul bahwa temperature dibawah 0 derajat. Kami disarankan oleh kawan-kawan agar menggunakan jaket tebal. Khawatir serangan angina yang dingin dan berpeluang sakit. Makanya kami membeli jaket tebal sebagai respon positif atas desakan kawan-kawan. Ternyata udara sangat dingin, sehingga kami juga harus membeli tutup kepala dan kaos tangan.
Untuk sampai ke Great Wall harus jalan kaki sebab tidak semua kendaraan bisa memasuki arena yang lebih dekat dengan pintu masuk. Kami harus berjalan kira-kira 1 (satu) kilo meter untuk mencapai pintu gerbang Great Wall. Ada jalan menanjak yang dipenuhi dengan orang jualan cendera mata. Dan juga jualan makanan dan minuman. Disebabkan karena ketakutan memakan makanan non halal, maka kami hanya makan jangung rebus saja. Maklum kami hanya sarapan roti di jalan menuju ke Great Wall.
Kami masuk melalui pintu gerbang Great Wall setelah membeli ticket, seharga 10 Yuan. Ramai juga orang dating ke tempat ini. rasanya ada dari turis dalam negeri dan juga dari Pakistan, Malaysia, India dan juga Singapura. Bahkan saya lihat beberapa turis dari Eropa. Mereka dating dengan Bus Pariwisata da nada juga yang menggunakan modil van. Mereka yang bisa masuk ke dalam mendekati pintu gerbang hanyalah yang berlisensi saja.
Begitu memasuki area Great Wall, maka pikiran saya menerawang jauh ke masa lalu, dengan sebuah pertanyaan. Bagaimana kaisar Cina dulu membangun Great Wall yang sedemikian panjang di atas gunung dengan tebing yang curam? Berapa anggaran yang dibutuhkan untuk membangunGreat Wall yang luar biasa kuat dan hebatnya ini? sungguh tidak terbayangkan berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan berapa banyak material yang dihadirkan untuk membangun peradaban tinggi seperti ini?.
Pikiran saya lalu terbayang dengan bagaimana Fir’aun membangun Piramida di Mesir atau Raja di Jawa membangun Candi Borobudur. Bangunan Piramida di Mesir dengan batu-batu raksasa dinaikkan ke atas, sama dengan bahan bangunan dinaikkan ke atas gunung-gunung di Cina. Alangkah hebatnya kerja peradaban yang dilakukan oleh para kaisar di Cina ini. saya kira hanya dengan kesejahteraan atau kekayanaan negara yang hebat dan kekuasaan yang full power saja bangunan seperti ini bisa dihadirkan.
Setiap jarak 200 meter atau 300 meter selalu ada bangunan seperti “regol” atau tempat pemberhentian. Dahulu menjadi tempat berjaga bagi tentara Cina. Bangunan untuk pertahanan dibikin lebih tinggi dengan lubang atas selebar kira-kira 20 cm. tempat itu digunakan oleh pasukan panah untuk mengawasi tentara musuh yang dating. Makanya, dalam berates-ratus tahun tembol benteng ini kuat menjaga kekaisaran Cina dari serangan musuh.
Banyak orang yang naik sangat tinggi mendekati puncak bukit, akan tetapi saya hanya 3 (tiga) “regol” saja. Kami harus tahu diri sebab selain factor usia tentu juga masih ada acara lain yang harus kami kunjungi. Dan kami ingin semuanya bisa diselesaikan hari itu.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..