Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE NEGERI TIRAI BAMBU: MASJID DI GUANGZHOU (3)

KE NEGERI TIRAI BAMBU: MASJID DI GUANGZHOU (3)
Saya sungguh bersyukur sebab bisa shalat di Masjid Abi Waqqas. Setelah saya berziarah ke Maqam Sahabat Abi Waqqas, maka kami datang ke masjid monumental ang didirikan oleh paman Nabi Muhammad saw, Sayyidina Sa’ad bin Abi Waqqas. Masjid ini termasuk masjid kuno dan dideklarasikan sebagai World Cultural Heritage, sebagai puncak sejarah dari Maritime Silk Road.
Begitu saya memasuki area masjid dan makam ini, maka sudah tergambarkan tentang keindahan arsitektur Cina. Di gerbang utara terdapat bangunan berkubah hijau dengan tiga tulisan, Arab, Inggris dan Cina. Dalam bahasa Inggris dengan tulisan “The North Gate of Abi Waqqas Mosque” dan dalam Bahasa Arab tertulis “ Al Bawabah al Syimaliyah li Masjid Abi Waqqas”.
Memasuki kawasan dalam, maka kita akan melewati jalan masuk kira-kira 2 (dua) meter dengan tanaman menghijau di kiri dan kanan. Pohon-pohon yang tumbuh besar dan subur. Di sebelah kiri terdapat tiga makam yang dibuat untuk menandai para Syuhada yang berjuang pada masa Dinasti Qing, yaitu: Jenderal Yu Feng Qi, Jenderal Su Zhifu dan Jenderal Ma Chengzu. Saya kira, Ma Chengzu adalah Laksamana Chengho yang sangat dikenal dalam sejarah Indonesia. Laksamana Chengho adalah duta besar dan pengelana Cina yang beragama Islam dan menjadi ikon Cina Muslim di Indonesia.
Saya dan kawan-kawan menjalankan shalat jama’ ta’khir di Masjid Abi Waqqas. Ada banyak Muslim yang shalat di sini. Tampaknya ada yang datang dari Afrika dan juga Pakistan atau India, selain masyarakat Muslim Cina. Bahkan yang dari Pakistan, bisa sedikit-sedikit bahasa Indonesia. Beliau sempat menyapa Pak Piyandi dan Pak Supriyadi yang juga duduk di luar masjid.
Untuk memasuki masjid dari arah depan, maka terdapat sebanyak 9 (Sembilan) tangga, dengan pagar kokoh khas Cina. Ada sebanyak 10,000 jamaah shalat Jum’at setiap pekan. Mereka adalah umat Islam yang berdiam di Ghuangzhou. Di Guangzhou terdapat sebanyak 30.000 muslim. Masjid ini memiliki bentuk bangunan yang merupakan campuran dari arsitektur Islam dan arsitektur Lingnan.
Selain masjid ini, maka terdapat 3 (tiga) masjid lainnya. Saya tidak sempat mengunjungi semua masjid di Guangzhou. Tetapi saya sempat mengunjungi Masjid Xiaodongyin di Guangzhou. Masjid ini memiliki luas sebesar 5000 M2, dan berusia 500 tahun. Masjid ini dibangun oleh Diaguanjun (tentara Muslim), di Guangzhou semasa pemerintahan Kekaisaran Ming.
Masjid ini berada di area pertokoan dan perumahan penduduk. Untuk masuk masjid ini, harus melewati pintu besi yang tertutup rapat. Ada dua bangunan depan dan belakang. Bangunan depan digunakan untuk wudlu dan ruang-ruang khusus, sedangkam bangunan berikutnya merupakan bangunan utama atau hall masjid. Untuk memasuki ruang utama maka harus melewati halaman yang bisa digunakan untuk belajar silat. Sewaktu kami berkunjung terdapat sejumlah anak usia sekolah dasar yang berpakain kuning dan belajar silat. Kira-kira itu pendidikan ko-kurikuler. Ada guru dan pelatih silat yang mengajari gerakan-gerakan silat tersebut.
Di dalam aula masjid maka terdapat karpet merah dan kaligrafi berbunyi “la ilaha illahllah Muhammadur Rasulullah” tulisan tersebut tepat berada di atas tempat imam. Tidak didapati peralatan lain kecuali mimbar untuk khutbah Jum’at dan juga bangku-bangku untuk belajar Al Qur’an. Masjid ini kelihatan kurang terawat. Hal ini tentu bisa dipahami sebab tidak ada sedikitpun anggaran pemerintah yang bisa dikucurkan ke lembaga-lembaga pendidikan agama dan juga sarana prasarana ibadah. Untuk memenuhi kebutuhan, tentu semuanya ditanggung oleh kaum muslimin dengan mengandalkan kotak jariyah, infaq dan shadaqah.
Bagi kami yang penting bahwa di depan masjid ini terdapat masakan khas untuk orang Islam. Rupanya pemilik restoran ini ialah orang Islam suku Uighur. Wajahnya yang khas tentu bisa dibedakan dengan kebanyakan orang Cina. Kami tentu menikmati makanan khas di sini. Nasi goreng, ikan dan daging kambing. Sayangnya saya tidak mencatat nama-nama masakan yang khas ini.
Selain itu juga 2 (dua) lagi masjid di Guangzhou, yaitu Masjid Haopan dan Masjid Huaisheng. Masjid Haopan didirikan oleh Daguanjun (tentara Muslim) pada era Kekaisaran Ming Chenghua. Masjid ini didirikan bersama dengan pendirian masjid
Xiaodongyin. Jadi usianya kira-kira 500 tahun. Masjid ini pernah direnovasi tahun 1706 M pada saat pemerintahan Kangsi. Fu Yunfeng mendonasikan hartanya untuk membangun masjid ini. Selain didanai oleh masyarakat Islam, masjid ini juga didanai oleh Huiwen (Islamic) University.
Kemudian juga terdapat masjid Huaisheng dikenal juga sebagai Masjid Guangta. Masjid ini memiliki luas sebanyak 3600 M2. Masjid ini memiliki menara yang disebut sebagai Menara Huaisheng. Menara ini dibangun pada masa awal Dinasti Tang dan usianya kira-kira 1300 tahun. Masjid ini pernah terbakar parah pada tahun 1343 M pada masa Kekaisaran Yuan Zengkui.
Meskipun saya tidak bisa mengunjungi seluruh masjid di Guangzhou, tetapi tetap saja saya bersyukur bisa melihat peninggalan sahabat Nabi Muhammad saw yang berdakwah melintasi batas pulau dan samodra di dalam menegakkan kalimat Allah yang Maha Esa. Saya merasa bahwa saya belum melakukan apa-apa dibandingkan dengan para sahabat Nabi Muhammad saw yang sedemikian hebat itu,
Wallahu a’lam bi asl shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..