• April 2024
    M T W T F S S
    « Mar    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    2930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENCERMATI WAJAH KELAS MENENGAH MUSLIM INDONESIA

MENCERMATI WAJAH KELAS MENENGAH MUSLIM INDONESIA
Saya tentu beruntung bertemu dengan Pak Ari Dwipayana di dalam Seminar di UNHI itu. Pertemuan saya dengan Beliau banyak memberikan inspirasi tentang bagaimana sesungguhnya kita itu di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika selama ini saya belum tertarik untuk mencermati data hasil survey berbagai lembaga survey nasional, misalnya Alvara, CSIS, LSI dan SMRC dan sebagainya, maka kemudian saya menjadi tertarik untuk membahasnya.
Saya telah membaca berbagai hasil survey itu, misalnya tentang “Profile Keberagamaam Masyarakat Jawa Timur”, “Wajah Kelas Menengah Muslim Indonesia”, “Generasi Milenial”, dan sebagainya, yang saya peroleh dari kiriman WA group, seperti WA Group Tim Pidato Menteri, WA Group Dosen NU, WA Group Pimpinan PTKIN dan yang terakhir juga WA dari Pak Ari Dwipayana. Sungguh saya belum tertarik untuk membahasnya di blog saya, sebab akhir-akhir ini saya lebih banyak menulis tentang aktivitas saya dalam kegiatan-kegiatan yang saya lakukan bersama unit-unit Kemenag.
Kali ini saya ingin membahas tentang “Wajah Kelas Menengah Muslim Indonesia: antara Materi dan religiusitas” berdasarkan survey yang dilakukan oleh Alvara Research Center, Jakarta, tahun 2017. Survey ini tentu sangat menarik di tengah berbagai hiruk pikuk keberagamaan di Indonesia, khususnya kebaragamaan yang bercorak lebih ekskusif dan terkadang bertentangan dengan keinginan untuk mempertahankan 4(empat) pilar consensus kebangsaan.
Berdasarkan laporan hasil survey Alvara, 2017, diketahui jumlah umat Islam berdasarkan pulau dapat diketahui ialah Sumatera sebanyak 87,12%, Jawa 95,64%, Kalimantan 78,23%, Sulawesi 80,89%, Bali dan Nusra 40,42%, Maluku dan Papua 37,13%. Secara keseluruhan jumlah umat Islam ialah 87,13% dari total penduduk Indonesia 207, 176 juta jiwa.
Sesuai dengan kategori yang dirumuskan oleh Asian Development Bank (ADB), maka yang dinyatakan sebagai kelas menengah ialah penduduk yang memiliki penghasilan sebesar $2 hingga $20 perkapita perhari. Berdasarkan rentangan pengeluaran, maka didapatkan kategori: lower middleclass ($2 hingga $4), middle-middleclass ($4 hingga $10) dan upper middleclass ($10 hingga $20). Dari sudut pandang ekonomi, maka kelas menengah didasarkan atas pengeluaran perhari. Dari berbagai literature didapatkan bahwa kelas menengah Muslim Indonesia masih berkategori lower-middleclass, dengan indicator penghasilan mereka kebanyakan digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tinggi.
Di dalam tulisan ini, saya akan membahas tentang keberagamaan Kelas Menengah Muslim Indonesia dari perspetif keberagamaan saja dan tidak membahas yang terkait dengan ekonominya. Pemilihan ini tentu didasarkan atas kepentingan untuk menginformasikan tentang bagaimana sesungguhnya wajah keberagamaan kelas menengah muslim Indonesia tersebut.
Dari hasil survey ini, yang menarik bahwa kebanyakan kelas menengah muslim dekat dengan organisasi NU sebesar 59,7%, Muhammadiyah 11,8% dan ada sebanyak 26,5% tidak terikat dengan organisasi keagamaan. Bisa jadi kedekatan mereka karena factor keluarga, atau dengan ajaran Islam wasathiyah yang dikembangkan NU dan juga pergaulannya dengan tokoh-tokoh NU. Survey ini memberikan indikasi menarik bahwa kalangan menengah muslim ternyata memiliki kedekatan dengan NU yang di masa lalu dilabel sebagai organisasi tradisional dan berwajah pedesaan.
Jika melihat jumlah yang berhubungan dekat dengan NU dan Muhammadiyah dengan persentase sebesar 73,5%, maka dapat dijelaskan bahwa wajah Islam yang dikembangkan ialah Islam wasathiyah, sebab NU dan Muhammadiyah adalah pilar Islam wasathiyah ini. Jadi Islam yang digelutinya ialah Islam berwajah Islam Indonesia dan bukan Islam berwajah Timur Tengah yang lebih puris. Jika dikembangkan lebih lanjut bahwa terdapat sebanyak 26,5% yang tidak dekat dengan organisasi Islam manapun tentu bisa dikaitkan dengan mereka yang berlatarbelakang pendidikan umum dan kemudian tidak pernah terlibat di dalam organisasi keagamaan baik pada waktu belajar ataupun sesudahnya dan kemudian mereka belajar Islam dari berbagai sumber informasi, seperti internet, televisi, dan lainnya. Mereka tidak terikat dengan ulama dan organisasi keagamaan tetapi memiliki komitmen keislaman yang baik.
Hal ini dapat dikaitkan dengan data bahwa sumber informasi keagamaan diperoleh dari TV (68,4%), acara pengajian dekat rumah (54%), broadcast akun messenger (17%), artikel di media sosial (14,1%) dan artikel di internet (13,9%). Jika kita cermati data ini, maka sumber informasi keislaman itu terbesar diperoleh dari media televisi. Artinya, bahwa TV ternyata menjadi medium penting bagi proses keislaman seseorang. Mereka mendalami ajaran Islam justru bukan dari ulama melalui proses pembelajaran langsung, misalnya berguru kepada kyai atau ulama –tentu disebabkan oleh factor waktu yang terbatas—akan tetapi diperoleh melalui sumber tidak langsung. Televisi menjadi medium belajar agama.
Yang saya kira penting untuk dicermati ialah sejauh mana para awak televisi menyadari betapa TV telah menjadi sumber informasi keagamaan ini. Sejauh yang saya tahu bahwa awak televisi “belum” melakukan upaya untuk mengembangkan Islam dalam coraknya yang wasathiyah. Memang ada beberapa acara yang sudah dilakukan oleh berbagai TV, misalnya TV One, TVRI, iNews TV, Indosiar, Trans TV yang menggelar acara-acara keagamaan dalam coraknya yang moderat, akan tetapi juga ada siaran-siaran televisi yang memang mengusung Islam eksklusif. Kebanyakan narasumbernya berasal dari Timur Tengah dan kalaupun sumber da’inya berasal dari orang Indonesia tetapi juga lebih keras dalam paham keagamaannya.
Saya kira sudah saatnya, bahwa pemerintah memiliki regulasi yang lebih kuat dalam mengatur sumber informasi keagamaan ini, sebab Maklumat Menteri Agama yang pernah diedarkan beberapa bulan yang lalu, saya kira belum menjadi pedoman yang hebat untuk mengatur penyiaran agama tersebut,
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..