Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PASCA PILPRES, BERANTAS KORUPSI

Sudah dapat dipastikan bahwa SBY dan Boediono akan memimpin negeri ini untuk lima tahun ke depan. Itu artinya bahwa SBY akan memimpin negeri ini untuk kedua kalinya. Sebagai seorang incumbent, maka pastilah bahwa SBY  sudah memiliki sekian banyak agenda untuk meneruskan pembangunan negeri ini. Ada catatan yang baik dan ada catatan yang kurang baik bahkan tidak baik. Tulisan ini akan mencatat yang baik-baik saja. Yaitu penanganan korupsi. Siapapun akan angkat tangan tentang kepastian hukum bagi para koruptor.

Melalui semboyan “katakan tidak pada korupsi” SBY sudah menegakkan citra untuk membangun good governance di negeri ini. Tidak hanya pada tataran discourse tetapi juga pada implementasi. Law enforcement tentang Gerakan Anti Korupsi sekurang-kurangnya sudah menaikkan rate penegakan kepatuhan pada hukum mengenai korupsi. Koruptor tidak berleha-leha begitu saja di negeri ini. Bahkan orang dekat presidenpun tidak bisa lepas dari jerat hukum korupsi.

Berdasarkan laporan KPK tahun 2007, bahwa penyelamatan uang negara dari tindak korupsi sudah cukup banyak. Dari putusan pengadilan tentang tindak korupsi, maka didapatkan angka sebesar Rp. 119.976.472.962,00 yang dapat dikembalikan kepada negara. Angka ini memang belum besar dilihat dari jumlah korupsi dan banyaknya dana yang dikorupsi. Namun demikian berbagai pengadilan yang digelar oleh pemerintah terhadap koruptor maka sudah memberikan gambaran bahwa ada law enforcement di bidang tindakan korupsi.

Korupsi memang sudah benar-benar menjadi penyakit masyarakat. Di mana saja selama ada peluang dan kesempatan, maka di situ bisa terjadi tindakan korupsi. Di mana saja terdapat  tempat pelayanan publik, maka di sana sangat rawan terjadinya penyelewengan kekuasaan (abuse of power) yang mengarah kepada tindakan koruptif. Ini tidak lain menyangkut persoalan mentalitas masyarakat yang memang masih permisif terhadap tindakan penyelewengan.

Jika  berbicara what next setelah pilpres, maka tantangan pemerintahan ke depan adalah bagaimana melakukan tindakan pencegahan korupsi melalui pendidikan antikorupsi yang terstruktur dalam keseluruhan masyarakat. Hal ini berdasar atas realitas bahwa tindakan koruptif masih menggejala di masyarakat kita. Pemerintah tentu tidak bisa melakukannya sendirian, maka gerakan untuk melakukan pencegahan korupsi perlu melibatkan seluruh elemen institusi sosial kemasyarakatan.

Masyarakat Indonesia yang agamis tentunya bisa memahami tentang pentingnya tindakan koruptif ini. Maka menjadi tugas para pemimpin agama untuk bekerja sama dengan pemerintah melakukan tindakan preventif korupsi. Oleh karena itu, upaya KPK untuk menggandeng lembaga pendidikan juga perlu direalisasikan dalam program yang kongkrit. Demikian pula dengan instirusi sosial dan keagamaan juga perlu dilakukan melalui implementasi yang jelas.

Di dalam kerangka itu semua, maka anggaran pemberantasan korupsi juga harus memadai sehingga jalinan kerja sama dan penanganan korupsi akan dapat dilakukan secara maksimal. Semua perlu terlibat di dalam proyek nasional pemberantasan korupsi. Tidak hanya KPK yang bertugas untuk melakukan pencegahan korupsi namun semua elemen masyarakat.

Jika ini bisa dilakukan, maka lima tahun ke depan kita akan melihat masyarakat Indonesia yang berani melawan  korupsi dan akan berdampak bagi pengurangan tindakan penyelewengan korupsi. Dan ini hanya akan terjadi jika pemerintahan SBY makin peka terhadap penyakit sosial dimaksud.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

Categories: Opini