Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

SOM-MABIMS DAN TANTANGAN SOSIAL PENDIDIKAN (5)

SOM-MABIMS DAN TANTANGAN SOSIAL PENDIDIKAN (5)
Perwakilan Indonesia di dalam SOM-MABIMS ke 42 memiliki tugas untuk menyampaikan atau membentang 3 (tiga) laporan bidang kerjasama, yaitu: bidang “Membangun Potensi Belia” yang disampaikan oleh Dr. M. Anwar Ambary, “Meningkatkan Modal Insan Umat Islam” yang disampaikan oleh M. Ali Irfan, SE, MAK, dan “Menyelaras Rukyah dan Taqwim Islam” yang disampaikan oleh Prof. Dr. Muhammadiyah Amin, MAg.
Bidang kerja sama sebagaimana dipaparkan oleh perwakilan negara-negara anggota MABIMS adalah kegiatan kerjasama yang dilakukan oleh dan untuk umat Islam di negara-negara anggota MABIMS. Dari 3 (tiga) bentangan kertas kerjasama yang disampaikan oleh perwakilan Republik Indonesia, semuanya merupakan laporan kerjasama yang melibatkan anggota MABIMS lainnya.
Tentang “Membangun Potensi Belia” yang menjadi tanggungjawab Indonesia, maka sudah dilaknakan pada bulan Agustus 2017 dan diikuti oleh peserta dari negara anggota MABIMS lainnya. Di dalam kegiatan ini diisi dengan pelatihan kepemimpinan, pelatihan manajemen, pengembangan potensi diri dan aktualisasi diri di tengah perubahan sosial yang semakin cepat. Di dalam usulannya, maka diinginkan bahwa ke depan harus dilaksanakan pelatihan untuk mengetahui apakah pelatihan untuk membangun potensi belia itu sudah mencapai tujuan yaitu penguatan potensi belia di dalam kepemimpinan dan manajemen serta penguatan potensi diri pada para belia. Kiranya diperlukan semacam sharing pengalaman tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta yang sudah memperoleh pelatihan membangun potensi belia.
Tentang Laporan Kertas Kerjasama yang terkait dengan “Meningkatkan Modal Insan Umat Islam” dinyatakan bahwa salah satu instrument untuk menguatkan modal insan ialah melalui pendidikan. Di dalam konteks ini, maka Indonesia sudah melakukan kegiatan Halaqah Ulama Asean, yang diselenggarakan oleh Badan Litbang dan Diklat Kemenag dengan tema “memperkuat potensi kelembagaan pendidikan Islam di Asia Tenggara”. Acara ini diikuti oleh 14 negara, dan tentu adalah peserta dari Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Selain itu juga ulama dari Cina, Timor Leste, Thailand, Vietnam, dan beberapa negara lainnya.
Setelah acara pembukaan Halaqah yang dibuka oleh Menteri Agama RI, maka para ulama ini melakukan pertemuan dengan Menteri Agama RI untuk membahas isu-isu terkini dalam kaitannya dengan agama. Disampaikan oleh beberapa ulama dari Timor Timur, Cina dan Thailand menyampaikan beberapa usulan, yaitu keinginan untuk mengikuti acara SOM-MABIMS meskipun statusnya sebagai peninjau. Kemudian juga meminta agar mereka dilibatkan di dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Mereka juga menginginkan agar kegiatan pertemuan ulama ini lebih sering dilakukan dalam rangka untuk menyusun agenda bersama bagi pengembangan kehidupan umat Islam.
Sedangkan dari laporan kertas kerjasama tentang “Penyelarasan Rukyat dan Taqwim Islam”, dapat dijelaskan bahwa Republik Indonesia sudah menyelenggarakan berbagai hal yang terkait dengan penetapan tanggal 1 Ramadlan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijjah. Hanya sayangnya bahwa keputusan pemerintah ini belum bisa menjadi pedoman bagi semua umat Islam di Indonesia. Umat Islam di Indonesia belum bisa melakukan kebersamaan di dalam menentukan awal bulan dimaksud. Tetapi yang cukup menggembirakan bagi umat Islam Indonesia, bahwa sampai tahun 2021 diperkirakan tidak terjadi perbedaan dalam menentukan awal bulan dimaksud. “Bulan sedang berbaik hati pada kita.” Demikian pernyataan saya pada acara tersebut.
Untuk kepentingan penyelarasan penetapan rukyat dan taqwim Islam, maka Ditjen Bimas Islam juga akan menyelenggarakan pertemuan di bulan November 2017. Acara ini sangat penting dalam kerangka untuk menyatukan pemahaman tentang penetapan rukyat dan taqwim Islam dimaksud. Kita tentu ingin bahwa pelaksanaan awal Ramadlan, Awal Syawal dan juga Awal Dzulhijjah berada di dalam kebersamaan.
Jika Negara Brunei, Singapura dan Malaysia memiliki “kewenangan absolut” untuk menetapkan tanggal-tanggal dimaksud dan semua umat Islam mengikutinya, akan tetapi di Indonesia sungguh-sungguh berbeda keadaannya. Jadi problem di Indonesia tentu lebih kompleks dibandingkan dengan problem di negara anggota MABIMS lainnya.
Selain hal itu, perwakilan negara-negara MABIMS lainnya juga berharap agar mereka dilibatkan di dalam acara-acara yang dilakukan di Indonesia, seperti Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) atau Kompetisi Sains Madrasah (KSM), perkemahan pramuka dan lainnya, sehingga diharapkan akan dapat menjadi ajang silaturahim antara peserta MQK, KSM dan perkemahan pramuka dari umat Islam Indonesia, Malaysia, Brunei Darusalam dan Singapura.
Saya kira memang harus ada banyak kebersamaan yang bisa digalang dalam kerangka memperkasa perkongsian antar negara anggota MABIMS dalam program kebersamaan. Oleh karena itu melibatkan semua negara anggota MABIMS dalam acara-acara kebersamaan tentu diharapkan akan semakin sering terjadi di masa datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..