Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

SOM-MABIMS DAN MOU ANTI EKSTRIMISME (3)

SOM-MABIMS DAN MOU ANTI EKSTRIMISME (3)
Salah satu yang membuat gembira ialah adanya kesamaan meskipun tentu ada variasinya mengenai bagaimana tindakan negara anggota MABIMS untuk menanggulangi ekstrimisme. Berdasarkan mesyuarat SOM ke 42 disepahami bahwa semua anggota MABIS harus bergandengan tangan menanggulangi ekstrimisme melalui media teknologi informasi.
Sebagaimana diketahui bahwa ekstrimisme memang telah menjadi musuh bersama negara di seluruh dunia. Mereka adalah common enemy yang harus dilakukan keberasamaan di dalam pemberantasannya. Jangan ada sebuah negara yang merasa tidak berada di dalam konteks gerakan ekstrimisme ini. Saya kira Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam merupakan negara-negara yang telah memiliki pengalaman pahit terkait dengan ekstrimisme ini. Jika di Singapura dan Brunei belum merasakan tentang terror bom, maka Malaysia dan apalagi Indonesia sudah sering terjadi letupan-letupan. Di Bali, Jakarta, Bandung, Solo, dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia sudah merasakan bagaimana dampak bom bunuh diri (suicide bombing) telah melukai sejumlah orang.
Terror bom telah menjadi modus bagi kelompok ekstrim untuk menyatakan dirinya ada dan bisa melakukan pengeboman demi pengeboman untuk mengejutkan dunia, bahwa ekstrimisme akan terus dan selalu ada. Makanya, semua negara harus memiliki kewaspadaan untuk menanggulangi pergerakan ekstrimisme ini.
Untungnya bahwa semua negara anggota MABIMS sudah memiliki regulasi terkait dengan penanggulangan ekstrimisme. Di Indonesia sebagai negara keempat yang memiliki regulasi tentang penanggulangan gerakan ekstrim, baik ekstrim kiri maupun kanan. Melalui Perppu No 2 Tahun 2017, maka aparat keamanan tidak lagi ragu untuk menghentikan tindakan individu atau kelompok yang akan merusak ketentraman dan keamanan negara.
Polisi atau TNI tidak lagi ragu untuk melakukan tindakan cegah dini terhadap indikasi-indikasi adanya tindakan yang tidak selaras dengan tujuan berbangsa dan bernegara. Jika dahulu aparat keamanan akan menemui kesulitan untuk “menangkap” orang yang akan melakukan makar, karena takut dengan HAM, maka sekarang tentu tidak lagi. Aparat keamanan telah memiliki regulasi untuk mencegah atau kewaspadaan dini dalam mengayomi masyarakat.
Makanya, saya sampaikan di banyak forum, agar umat Islam jangan merasa sebagai kelompok yang tertuduh tentang hal ini. Saya nyatakan: “janganlah umat Islam merasa menjadi target atas disahkannya Perppu No. 2 Tahun 2017”. Semua yang melanggar terhadap empat consensus kebangsaan, yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebinekaan, maka dipastikan akan berhadap dengan aparat keamanan. Organisasi yang mengusung tema lain dalam bernegara, misalnya dengan keinginan untuk mendirikan negara khilafah, mendirikan Papua Merdeka, atau lainnya pastilah merupakan “lawan” negara.
Dengan demikian, jika kita umat Islam tidak melakukan gerakan-gerakan yang bertentangan dengan negara tentu tidak harus takut dengan Perppu No. 2 Tahun 2017 yang sudah disahkan oleh DPR dan akan diundangkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Melalui keberadaan regulasi yang mengatur terhadap tindakan warga negara dalam berperilaku berbangsa dan bernegara, maka diharapkan negara akan menjadi aman dan damai. Dan kita tentu bersyukur bahwa seluruh negara anggota MABIMS sudah memiliki seperangkat regulasi yang tentu diharapkan mampu dalam menangkal radikalisme dan ekstrimisme.
Di dalam acara SOM ke 42 ini juga disepakati akan ditubuhkan satu kesepahaman untuk memperkuat jejaring kerja sama melalui working group, yang tentu tugasnya ialah membantu pemerintah untuk mempercepat penagnggulangan dan penyelesaian gerakan ekstrimisme. Perkongsian ini tentu saja diharapkan akan menjadi pintu masuk bagi semua negara anggota MABIM untuk berperan lebih di dalam gerakan anti ekstrimisme.
Sebagaimana hasil “Rekonsiliasi Kertas Tema”, maka kita semua sudah merasakan betapa kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh kaum ekstrimis bagi kehidupan bernegara dan berbangsa, sehingga kita harus lebih dini untuk membasmi tentang problem ekstrimisme ini. Kita semua sepakat untuk menyusun draft Memory of Understanding (MoU) untuk penanggulangan gerakan ekstrimisme. Hasil kesepakatan para ketua delegasi ini nantinya akan disetujuai dalam MABIMS meeting yang akan dilaksanakan di Negara Brunei Darussalam.
Dengan kehadiran MoU antar negara anggota MABIMS, maka percepatan penyelesaian case terkait dengan ekstrimisme akan lebih berdaya guna. Lalu dengan demikian, maka secara serempak negara-negara ini akan bersinergi jika seandainya akan terdapat kekerasan atau apapun namanya di masing-masing negara.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..