Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PERAN NEGARA DALAM MENGEMBANGKAN ZAKAT

PERAN NEGARA DALAM MENGEMBANGKAN ZAKAT
Saya memperoleh keberuntungan untuk menjadi pembicara di dalam workshop tentang “Perumusan Regulasi untuk Audit Syariah pada Program Zakat” yang diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Islam pada Kementerian Agama. Saya merasakan bahwa acara ini penting di dalam upaya untuk merumuskan tentang bagaimana program zakat akan bisa berlangsung dengan baik melalui pengawasan syariah, baik internal maupun eksternal.
Acara ini dilaksanakan di Hotel Peninsula Jakarta, 12/10/2017, dan dihadiri oleh segenap jajaran pejabat di lingkungan Direktorat Zakat dan Wakaf, pusat dan daerah. Hadir juga bersama saya, Pak Fuad Nasar dan Pak Zainuri dari Direktorat Zakat dan Wakaf pada Ditjen Bimas Islam Kemenag. Acara ini dipandu oleh Pak Zainuri dan didampingi oleh Pak Fuad.
Di dalam kesempatan ini, maka saya sampaikan tiga hal terkait dengan penyelenggaraan audit syariah untuk program zakat, baik nasional maupun daerah. Tiga hal tersebut, yaitu: pertama, saya mengapresiasi upaya untuk merumuskan regulasi terkait dengan penyelenggaraan program zakat, baik pada Badan Amil Zakat (BAZ) Nasional maupun Daerah dan juga Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang jumlahnya semakin banyak. Sekarang memang baru sejumlah 19 LAZ dan sejumlah BAZ di seluruh Indonesia, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Mengapa audit syariah ini penting, sebab harus dipahami bahwa kata kunci keberhasilan pengelolaan zakat ialah “trust” atau “amanah”. Tanpa kepercayaan tersebut jangan pernah kita berharap bahwa pengelolaan zakat oleh lembaga apapun akan dipercaya oleh masyarakat. Bukankah dalam pengelolaan dana zakat atau dana public seperti ini, maka yang sangat penting ialah menjaga kepercayaan dimaksud.
Kedua, zakat merupakan dana public yang harus dipertanggungjawabkan secara public pula. Artinya, bahwa pengelolaan zakat mestilah memenuhi dua unsur penting, yaitu: akuntabilitas dan transparansi. Dana public harus dikelola secara transparan, artinya public dapat mengakses secara cepat dan mudah mengenai bagaimana penggunaan dana zakat dimaksud. Harus dirumuskan elektronik pengelolaan zakat atau e-pengelolaan zakat, sehingga masyarakat akan tahu bagaimana pengelolaan zakat atau zakat dikumpulkan dan didayagunakan.
Dewasa ini sudah bukan zamannya lagi untuk menyatakan bahwa amal ibadah itu ditutup-tutupi atau disembunyikan agar orang lain tidak tahu. Hanya Allah saja yang boleh tahu. Bukan lagi saatnya berpemahaman seperti itu. Makanya, di dalam pengelolaan zakat haruslah ditayangkan atau dipublish dengan serius tentang pengelolan dana zakat tersebut.
Sudah ada banyak di dunia ini, negara memberikan peluang pengumpulan zakat untuk kepentingan pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Misalnya Mesir, telah memberikan peluang bagi Al Azhar University untuk mengelola zakat, infaq dan shadaqah, sehingga menjadi dana abadi yang bisa dipakai untuk mengembangkan pendidikan dengan kemampuannya sendiri. Bukankah Mesir memiliki pengalaman meminjam dana abadi yang berasal dari Zakat, Infaq dan Shadaqah untuk menutup utang negara.
Di Indonesia saya kira, zakat akan bisa menjadi dana abadi umat untuk kepentingan pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Di kalangan para pengusaha, sekarang ini juga muncul kesadaran bersedekah atau gerakan philanthropy, misalnya Tanoto Foundation, Bakri Foundation, Sampurna Foundation, dan sebagainya. Kegiatan mereka tentu berasal dari CSR yang dimilikinya dan kemudian didarmabaktikan untuk kepentingan, khususnya pendidikan. Dari sejumlah 22 orang kaya Indonesia dengan kekayaaan minimal 13 Trilyun Rupiah tersebut nyaris semuanya memiliki dana untuk kegiatan philanthropy. Artinya, mereka mulai menyadari bahwa kekayaannya itu dapat juga didayagunakan untuk kepentingan masyarakat.
Zakat dengan jumlah secara prediktif sebesar Rp270 Milyar , tentu akan dapat menjadi potensi bagi dana umat jika dikelola dengan sangat professional dan memperoleh pengawasan atau audit yang memadai.
Ketiga, peran pemerintah tentu sangat menentukan terkait dengan pengawasan zakat. Bagi saya ada dua jenis audit syariah, yaitu: 1) audit syariah internal, ialah audit syariah yang dilakukan oleh BAZ atau LAZ sendiri. Makanya setiap BAZ atau LAZ harus memiliki lembaga khusus internal yang memiliki otoritas dan kemandirian untuk melakukan audit internal. Kira-kira konsepnya sama dengan Inspektorat Jenderal yang secara fungsional melakukan audit terhadap lembaganya sendiri. 2) audit syariah eksternal, yaitu sebuah lembaga audit yang berperan melakukan pengawasan terhadap BAZ atau LAZ dan memiliki otoritas dan kemandirian di dalam melakukan audit. Jadi semacam Badan Pemeriksa Keuangan atau Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) dan bahkan juga seperti Akuntan Publik yang dipercaya oleh pemerintah sebagai mitra Kemenag di dalam melakukan audit syariah.
Baik lembaga audit syariah internal maupun eksternal tentu saja harus terdiri dari auditor yang memiliki basis pengetahuan tentang ilmu agama yang memadai, khususnya tentang ajaran prinsipil di dalam zakat. Untuk itu, maka lulusan Fakultas Syariah atau sejenisnya akan memiliki peluang untuk menjadi auditor-auditor untuk pengelolaan zakat.
Ke depan, saya kira ada banyak peluang bagi pemerintah dan juga masyarakat untuk menjadi tim audit/auditor syariah yang akan melaksanakan tugas kepengawasan dalam kerangka untuk menjamin transparansi dan akuntablitas pengelolaan zakat.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..