Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ARAB SAUDI LAGI; PERLU JUGA UMRAH (6)

KE ARAB SAUDI LAGI; PERLU JUGA UMRAH (6)
Rasa syukur tentu menyelimuti hati saya, di saat saya bisa melakukan ibadah umrah. Saya, Pak Ali, Pak Syihab, Jimi, Haryanto, Slamet dan Arfi bersama-sama berangkat dari Jeddah menuju Mekkah. Kita berangkat jam 03. 00 WAS dan sampai tepat menjelang subuh. Thawaf dulu, lalu shalat subuh dan kemudian sa’i. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Pak Ali kita tunjuk sebagai imam al umrah. Suatu istilah baru yang kita sepakati. Demokratis juga.
Begitu memasuki pintu menuju Ka’bah, tiba-tiba saja ada perasaan yang haru sebab bisa juga kembali melihat Ka’bah yang agung, sebagai pusat peribadahan umat Islam sedunia. Keharuan itu tentu terkait betapa banyaknya umat Islam di Indonesia bahkan dunia yang tidak bisa menyaksikan keagungan Ka’bah dengan mata kepalanya sendiri dan dari jarak dekat. Subhanallah, Maha Suci Allah yang menggerakkan kaki hambanya untuk melihat symbol keagungannya.
Tanpa terasa mengalir air mata keharuan yang muncul dari hati disebabkan oleh perjumpaan kembali dengan Ka’baitullah, rumah Allah yang suci dan disucikan. Sebuah batu hitam yang didirikan oleh Nabiyullah Ibrahim dan Nabiyullah Ismail ini menjadi saksi sejarah tentang bagaimana kepatuhan dan ketaatan hambanya kepada Allah azza wa jalla. Sungguh saya merasa bahwa hanya kehendak Allah semata yang mengantarkan kaki bisa ke tempat ini.
Saya menjadi terharu sebab di kala akan berangkat ada kegalauan terkait dengan banyak hal. Ada tugas-tugas kantor, ada keluarga, ada banyak hal yang dipikirkan. Saya juga nyaris mengundurkan jadwal keberangkatan saya ke Mekkah itu, dari Ahad ke Selasa, dengan harapan hari Senin dan Selasa pagi masih bisa menyelesaikan tugas-tugas kantor. Tetapi isteri saya mendorong agar saya berangkat saja, untuk mendoakan semuanya. Subhanallah, hari Selasa pagi setelah Senin sore melakukan rapat di Kantor TUH, saya bisa kembali melakukan ibadah umrah yang menjadi keinginan sekian banyak umat Islam di dunia.
Di tengah waiting list untuk berangkat Haji, maka Umrah menjadi pilihan terdekat. Makanya jumlah jamaah Umrah dari Indonesia itu membludak luar biasa. Bayangkan dalam setahun bisa 800 ribu jamaah Umrah yang melakukan ibadah ini. Makanya, perkembangan jumlah jamaah umrah dari tahun ke tahun juga semakin meningkat. Demikian pula jumlah PPIU yang bergerak di dalam bisnis Umrah juga semakin banyak saja jumlahnya.
Sebagai perjalanan mengenang sejarah Nabi Ibrahim dan Ismail dan juga perjuangan Siti Hajar untuk menemukan sumur Zamzam, maka peristiwa umrah saya rasakan sebagai suatu peristiwa yang sangat luar biasa. Bagaimana seorang perempuan, Siti Hajar, seorang diri dengan bayi kecilnya, Ismail, berjuang untuk menemukan air yang bisa menghidupinya. Dan dengan ditemukannya sumur Zamzam, maka itu menjadi berkah yang luar biasa bagi umat Islam untuk selalu merindukan meminum airnya. Berdasarkan kajian ilmiah, maka air zamzam memiliki kadar air terbaik di dunia. Jika sekarang sudah ditemukan air dengan kadar terbaik, tetapi tidak akan bisa mengalahkan kehebatan air zamzam. Tidak hanya terbaik tetapi juga memberkahi.
Perjalanan ibadah haji dan umrah, kiranya tidak hanya ibadah ritual akan tetapi juga ibadah sejarah. Ibadah untuk mengenang kembali apa yang sudah dilakukan oleh Nabi Ibrahim, sebagai pusat dan Bapak agama Semitis, sebagai pemuka Millah Ibrahim yang lurus, dan Nabi Muhammad saw yang melestarikan peristiwa hebat dalam sejarah kemanusiaan ini untuk menjadi ritual dan bahkan rukun Islam. Haji adalah rukun Islam, setelah Syahadat, Shalat, Zakat, dan Puasa.
Ka’bah sebagai pusat ritual memang tidak pernah sepi dari pelaku-pelaku ibadah. Gerakan memutar ke kiri yang dilakukan oleh pelaku ibadah ini tampak begitu indah jika disiarkan oleh televisi Al Qur’an yang dipancarkan langsung dari Mekkah Al Mukarramah. Makanya, siapapun umat Islam yang pernah melakukan ritual haji atau ritual umrah pasti berkeinginan untuk datang dan datang lagi.
Ka’bah memang memiliki magnit yang sangat kuat bagi para perindu ibadah. Ka’bah akan selalu menjadi sumber inspirasi orang untuk berdoa dengan khusyu’ di dekatnya. Di kala kita berada di Hijir Ismail atau di Multazam, lalu tangan dan muka kita menempel ke dinding Ka’bah itu, maka rasanya seluruh doa ingin kita panjatkan kepada Allah. Kekhusyu’an dan keikhlasan berdoa akan terdapat di dalamnya, sehingga tanpa terasa air mata menjadi meleleh dalam butiran-butiran bening yang hadir dari dalam hati yang tulus berdoa kepada Allah. Ya Allah kabulkan doa hamba-Mu yang berdoa kepada-MU.
Di kala kita bisa menyelesaikan semua ritual, thawaf dan Sa’i, lalu kita bisa berdoa sambil bersimpuh di bukit Marwah, rasanya juga luar biasa. Kita bisa tumpahkan semua hal yang menjadi beban di dalam kehidupan, kita bisa pasrahkan semua kepada Dzat yang Maha Kuasa dan Dzat yang selalu mengabulkan doa dan permohonan hambanya.
Umat Islam, tentu merupakan umat yang sangat beruntung memiliki Nabi Muhammad SAW, memiliki Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail peletak ritual haji dan umrah, dan juga memiliki pusat ritual Ka’baitullah, Rumah Allah yang Suci, yang dengannya umat Islam dipersatukan tanpa membedakan asal usul, tradisi dan kebudayaan, warna kulit dan ras, pangkat dan jabatan. Semua sama tanpa perbedaan. Dan Allah menyatakan bahwa “yang paling muliah di hadapan Allah ialah yang paling taqwa”.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..