Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ARAB SAUDI LAGI; LAPORAN PENYELENGGARAAN HAJI 2017 (5)

KE ARAB SAUDI LAGI; LAPORAN PENYELENGGARAAN HAJI 2017 (5)
Meeting ini menjadi panjang karena pembahasan yang sangat mendalam. Ada diskusi panjang yang kita lakukan di dalam hal ini. Selain paparan Pak Dumyati, juga mendengarkan laporan dari kabid-kabid dalam berbagai tugasnya. Evaluasi ini bisa menjadi ajang yang efektif untuk menemukan solusi sementara terkait dengan penyelanggaraan haji.
Beberapa issu yang dikemukakan, misalnya dari aspek pelayanan ibadah. Sebagaimana disampaikan oleh Pak Endang Jumali, bahwa pelayanan manasik diberikan di hotel-hotel dan juga maktab-maktab oleh pembimbing ibadah haji. Secara bergiliran mereka mendapatkan tambahan manasik terkait dengan bagaimana menjalankan sunah dan rukun haji. Makanya, ada di antara jamaah yang menginginkan agar tambahan manasik ini juga diberikan di Madinah. Hanya saja kendalanya di Madinah itu satu hotel diisi oleh jamaah haji negara lain. Berbeda dengan system full time di Mekkah yang jamaah haji Indonesia berada di dalam satu hotel yang sama. Mengefektifkan bimbingan ini penting sebab ditengarai masih ada jamaah haji kita yang belum memahami tentang tata cara ibadah haji.
Dari sisi transportasi, sebagaimana laporan Pak Jauhari, bahwa masih ada kendala terkait dengan transportasi Jemaah haji dari pemondokan ke Armuzna. Banyak jamaah haji kita yang diangkut dengan bis Hafil yang sangat tua, sehingga terkendala AC dan bahkan ada juga yang mogok. Padahal sebenarnya di dalam perjanjian akan diberangkatkan dengan bis-bis yang standart, karena sudah upgrade, akan tetapi ternyata tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah Arab Saudi. Bisa saja karena factor jamaah haji yang jumlahnya meningkat tahun ini, sehingga penyediaan transportasi menjadi terkendala. Untuk bis shalawat sudah semuanya on the track dan tidak ada masalah yang berarti.
Pak Subhan, dari Kabid Katering juga melaporkan bahwa ada sedikit masalah terkait dengan catering, yaitu keterlambatan pasokan catering disebabkan oleh kendala air dan bahan baku. Tetapi secara keseluruhan tidak mempengaruhi terhadap pelayanan catering. Problem yang dialami oleh penyedia layanan catering ialah terkait dengan kurangnya tenaga Indonesia untuk catering. Ada kendala untuk mendatangkan ahli masak dari Indonesia. Ada kendala waktu dan juga kendala anggaran, misalnya pajak mendatangkan orang Indonesia.
Di dalam menanggapi persoalan ini, ada usulan yang menarik dari pak Syihab, yaitu agar ditemukan standart pelayanan yang terukur. Misalnya terkait dengan pelayanan trasportasi. Apa yang menjadi standart pelayanannya, lalu terkait dengan pelayanan catering, apa standart pelayanannya dan ukurannya. Jika bisa ditemukan hal ini, maka semua akan mengejar standart yang dibakukan itu, sehingga akan diketahui peningkatannya dari tahun ke tahun. Jadi yang diinginkan ialah solusi permanen atas masalah-masalah yang terjadi.
Pak Ali Rohmat menyoroti tentang penganggaran yang seharusnya dipikirkan lebih mendalam. Tentang anggaran badal haji, anggaran petugas, anggaran lainnya perlu didata secara lebih mendasar sehingga ketika kita meminta tambahan anggaran ke Kemenkeu dan Bappenas akan bisa direalisasi. Sebagai contoh, tentang anggaran petugas yang dibebankan kepada BA/BUN tahun ini, sebesar 39 Milyar rupiah. Seandainya tidak berhasil, maka kita akan kelabakan menyelesaikan urusan honor dan transportasi petugas. Mumpung sekarang masih dalam pembahasan anggaran maka kebutuhan itu harus fix, berapa sebenarnya yang diperlukan.
Dari berbagai usulan dan pembicaraan ini, maka saya sampaikan beberapa poin penting, yaitu: pertama, perlu kiranya dibuat standarisasi ibadah haji bagi para Jemaah haji. Rasanya sudah saatnya kita menerapkan sertifikasi jamaah haji berbasis pada penguasaan pengetahuan dan praktik haji. Jika di Malaysia bisa, saya yakin di Indonesia juga bisa. Mumpung waktunya panjang dalam penantian jatah keberangkatan, maka waktu panjang itu bisa digunakan untuk program ini.
Kedua, terkait dengan pemberian jatah makan. Apakah tidak mungkin dilakukan eksersais terkait dengan berapa kebutuhan konsumsi jamaah haji selama di Arab Saudi. Mereka harus dilayani makannya secara teratur. Tentu saja akan berakibat terhadap kenaikan BPIH, akan tetapi dengan pelayanan yang lebih baik mengapa tidak dilakukan. Jangan dibiarkan jamaah haji kita mencari makan di luar dengan standart kesehatan yang tidak baik. Dengan diberlakukannya hotel bintang tiga, maka tidak ada lagi peluang untuk masak atau membeli makanan di luar.
Ketiga, diperlukan pengawasan secara lebih mendasar terhadap KBIH agar supaya tidak terjadi perilaku yang kurang baik, misalnya menempatkan jamaahnya di haji regular dan sebagainya. Bahkan juga diperlukan standarisasi yang lebih ketat terhadap pelayanan jamaah haji plus iini, agar imaje jamaah haji semakin baik dan pemerintah juga memberikan control terhadap mereka ini.
Di sisi lain, Pak Dumyati juga menyampaikan bahwa tahun ini sudah dilakukan tambahan aplikasi baru terkait dengan pengawasan terhadap para petugas, SIMKOPPIH (Sistem Informasi Manejemen Koordinasi Panitia Penyelenggara Ibadah haji). Sistem komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan system mekanisme control di Kantor TUH Jeddah itu dapat mendeteksi dan memberikan perintah kepada petugas haji untuk memberikan pelayanan kepada jamaah. Misalnya di kala ada laporan jamaah haji yang tersesat dari daerah tertentu, maka dengan system ini petugas yang berada di dekat kejadian akan bisa diperintahkan untuk mencarinya. Bahkan juga bisa mendeteksi terhadap siapa petugas yang off dan on pada saat tertentu.
Kita semua tentu berharap bahwa penyelenggaraan haji akan semakin baik dan hal itu tentu tergantung kepada kerja keras semua komponen kemenag yang terkait dengan penyelenggaraan haji. Jadi jika kita ingin memperoleh penilaian yang baik, maka solusinya ialah bekerja semakin optimal.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..