MEMBANGUN PENDIDIKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL
Hari Sabtu, 21 Nopember 2009, saya berkesempatan untuk memberikan orasi ilmiah dalam Wisuda Sarjana di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Rasyid di Gedung Juang 45 Surabaya. Secara sengaja saya menyampaikan materi tentang “Membangun Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal”. Tema ini saya anggap penting karena lembaga pendidikan ini berada di dalam naungan pondok pesantren. Sehingga alumni strata I (S1) Pendidikan Agama Islam (PAI) ini tetap berda di jalur Islam yang rahmatan lil alamin, sebagaimana misi pesantren pada umumnya.
Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih memprihatinkan. Dalam jajaran peindidikan di Asia Tenggara ternyata kualitas pendidikan Indonesia masih berada di urutan yang belum membanggakan. Kualitas pendidikan Indonesia masih berada di urutan bawah dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan juga Filipina. Dari kualitas pendidikan, maka kualitas pendidikan Indonesia hanya menang melawan Papua Nugini, Timor Leste, Myanmar dan sebagainya.
Tujuan pendidikan adalah untuk membangun manusia Indonesia yang modern. Manusia moderen adalah manusia yang memiliki wawasan yang luas dalam banyak aspek. Kita ingin seperti Masyarakat Jepang dengan slogannya “think globally act locally”. Orang boleh saja moderen dan berpikir maju, namun tindakannya tetapi berada di dalam tradisi setempat. Tidak ada gap atau kesenjangan di antaranya. Di dalam hal ini, budaya menjadi pilar untuk membangun masyarakat modern. Jadi masyarakatnya modern tetapi tidak tercerabut dari budayanya.
Modernitas tidak membuat semuanya menjadi permisif. Serba boleh. Mestilah tetap ada seperangkat pedoman yang dijadikan pedoman di dalam relasinya dengan dunia kehidupannya. Ada nilai yang tetap dijadikan sebagai panduan dalam membangun relasi antar manusia dan alam lingkungannya. Tidak boleh ada eksploitasi dalam relasi antar manusia dan alam. Tidak boleh larut dalam mekanisme kehidupan yang permisif dan sekular. Kehidupan yang seperti ini akan menyebabkan keterputusan dengan nilai moralitas atau agama yang mengajarkan kebaikan. Untuk mencapai agar kehidupan masyarakat tidak tercerabut dari akar budayanya, maka lembaga pendidikan memiliki kontribusi penting.
Lalu bagaimana membangun pendidikan melalui kearifan lokal? Maka, ada empat strategi untuk membangun pendidikan berbasis kearifan lokal tersebut. Maka, empat hal strategis yang harus dipertimbangkan, yaitu: pertama, jangan lupa kita sebagai orang Indonesia. Secara idologis, kita sudah memiliki Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Sebagai bagian dari nation atau bangsa, maka sudah selayaknya jika kita membangun pendidikan dengan tujuan makro memantapkan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Kita tentu tidak ingin bahwa bangsa ini menjadi trcabik-cabik karena konflik ideologis yang tak terlerai. Sejarah Orde Lama yang di dalamnya banyak konflik ideologis ternyata hampir saja menenggelamkan bangsa ini. Andaikan pemberontakan PKI behasil, maka kita tidak akan lagi menyaksikan perkembangan kehidupan agama sepertti sekarang. Untunglah bahwa kekuatan nasionalis-religius bisa mematahkan pemberontakan tersebut.
Kedua, jangan lupa kita ini santri. Santri tentu adalah sebutan kepada seseorang yang belajar di pondok pesantren. Di dalam tradisi pesantren, bahwa santri selalu memiliki tawadlu yang sangat baik sebagai pilar tradisi pesantren. Tradisi pesantren yang penuh dengan kesopanan, ketawadluan, kemandirian, dan kepatuhan yang dilandasi oleh ajaran agama dirasakan sebagai hal mendasar dalam membangun pendidikan yang bermartabat. Pendidikan akan berhasil jika di dalamnya terdapat relasi yang baik di antara guru, pimpinan dan para siswa/mahasiswa/santri.
Ketiga, jangan lupa kita memiliki tradisi Islam Indonesia. Tradisi Islam Indonesia bukan tradisi Islam Arab. Bukan tradisi Islam Afghanistan, bukan tradisi Islam Pakistan, Bukan tradisi Islam Palestina. Akan tetapi tradisi Islam Indonesia. Yaitu tradisi Islam hasil kolaborasi antara penggolongan sosial dan masyarakat di Indonesia. Tradisi tahlilan, misalnya tidak akan dijumpai di Arab saudi. Tradisi slametan tentu tidak akan dijumpai di Mesir. Tradisi halal bihalal tentu tidak akan didapati di Arab saudi. Tradisi ketupatan tentu tidak akan ditemukan di Timur Tengah. Ini adalah tradisi khas Indonesia, yang merupakan ciri khas Islam Indonesia. Oleh karena itu, maka tentu tidak didapati contoh tersebut di Timur Tengah. Kekhasan ini harus dijaga di dalam pengembangan pendidikan keislaman di Indonesia. Ketika kita tidak melestarikannya maka kita akan tercerabut dari tradisi agung yang sudah memiliki sejarah panjang di dalam kehidupan Islam Indonesia.
Keempat, jangan lupa kita orang Islam yang moderat. Yang telah menjadi arus utama Islam Indonesia adalah Islam yang rahmatan lil alamin. Yaitu Islam yang dapat memberi keselamatan kepada semua umat manusia yang hidup di dalam ini. Bahkan Islam juga memberi keselamatan terhadap semua makhluk yang hidup di dalam ini. Islam tidak hanya mengajarkan hablum minallah tetapi juga hablum minan nas dan hablum minal alam. Indonesia harus menjadi pendorong munculnya Islam yang damai, Islam yang menyelamatkan. Islam yang mendorong munculnya peradaban masyarakat yang berbasis perdamaian dan kesejahteraan. Islam telah menjadi lokomotif dalam kerangka membangun Islam rahmat, Islam yang menyelamatkan. Dan berdasarkan pertemuan dialog umat beragama di Vatikan beberapa saat yang lalu, juga telah muncul pernyataan, bahwa Indonesia adalah contoh terbaik relasi dan kerukunan umat beragama di dunia.
Dengan demikian, agar pendidikan Indonesia berhasil dalam rangka mencetak insan Indonesia yang baik di kemudian hari, maka pendidikan tersebut harus diarahkan untuk mengelaborasi strategi di atas sebagai pilar utama.
Wallahu a’lam bi al shawab.