Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGUKUR WAWASAN KEBANGSAAN BAGI ASN

MENGUKUR WAWASAN KEBANGSAAN BAGI ASN
Pada acara yang diselenggarakan oleh Biro Kepegawaian tentang bagaimana merumuskan instrument untuk mengukur wawasan kebangsaan, maka saya sampaikan beberapa gambaran tentang kondisi bangsa Indonesia sekarang di tengah gempuran masalah yang harus diselesaikan, yaitu darurat radikalisme, darurat narkoba, darurat pornografi dan hal lain, misalnya issu mengenai neo komunisme dan sebagainya.
Acara ini diselenggarakan di Hotel Olimpic, Sentul Bogor, 28/09/2017 dan diikuti oleh para Rector UIN dan IAIN, ketua PTKN, kepala Biro pada PTKN dan para pejabat yang memiliki kaitan dengan rekruitmen jabatan pada Kementerian Agama. Saya merasa senang sebab acara ini tentu sangat menarik dalam kaitannya dengan keinginan untuk menjadikan PNS di Kemenag memiliki komitmen untuk menjaga empat pilar consensus kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan.
Di dalam kesempatan ini saya sampaikan 3 (tiga) hal, yaitu: pertama, bahwa salah satu ungkapan Menteri Agama, Pak Lukman Hakim Saifuddin, yang perlu menjadi renungan adalah pandangannya bahwa kita bersyukur sebagai bangsa dengan keanekaragaman yang luar biasa. Hal ini merupakan kekuatan. Meskipun kita beraneka ragam, akan tetapi kita bisa menjaga kesatuan dan persatuan. Agama kita mengajarkan bahwa seandainya Tuhan mau menjadikan hanya satu saja varian manusia dan kebudayaannya, maka pasti Tuhan bisa melakukannya, akan tetapi memang Tuhan sudah mentakdirkan bahwa di dunia ini berisi keragaman yang menjadi ciri khasnya. Kita jadikan kebinekaan sebagai kekuatan dan bukan sebagai kelemahan.
Saya ungkapkan quote Pak Menteri ini dengan bahasa saya, namun sesungguhnya menggambarkan pandangan Beliau tentang bagaimana kita harus merawat kebinekaan untuk menggapai keharmonisan. Kita semua yakin bahwa sejarah telah mengajarkan kepada kita semua tentang arti pentingnya kesatuan dan persatuan bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, saya sampaikan bahwa di dalam rekruitmen jabatan PNS, maka ada tiga hal yang harus dipertimbangkan, ialah: 1) Kualifikasi. Dewasa ini kualifikasi administrasi dan akademik menjadi sangat penting. Era sekarang adalah era linearitas. Sehingga untuk menduduki jabatan negeri –khususnya dosen—harus linear keilmuannya. Berbeda dengan di masa lalu yang linearitas itu tidak menjadi ukuran seseorang untuk menjadi tenaga pendidik.
Saya mencontohkan tentang diri saya yang akhirnya menjadi professor di bidang sosiologi. Semula saya mengajar ilmu publisistik. Sehubungan dengan arus perubahan itu lebih kepada ilmu komunikasi, maka saya beralih menjadi dosen ilmu komunikasi. Lalu berikutnya saya berubah lagi menjadi pengampu mata kuliah sosiologi agama, dan terakhir justru menjadi professor dalam mata kuliah sosiologi. Jika menilik ijazah saya, maka tidak akan dijumpai linearitas tersebut. Jadi yang menjadi dasar bagi penetapan professor itu ialah ijazah terakhir saya pada program studi ilmu sosial dan disertasi saya di bidang sosiologi kebudayaan, dan juga karya tulis saya yang memang berada di dalam kawasan sosiologi. Di era sekarang, maka sedari awal rekruitmen dosen harus sudah linear antara ijazahnya atau kualifikasi akademisnya dengan mata kuliah yang akan diampu.
Kedua, kompetensi. Di dalam rekruitmen PNS maupun rekruitmen jabatan dan rotasi jabatan, maka diperlukan standart kompetensi, baik standat kompetensi umum atau Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Di dalam kompetensi bidang ini, maka seorang dosen akan dilihat dari kompetensi professional, kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. 4(empat) hal ini yang mesti akan dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan apakah seseorang layak atau tidak layak untuk menjadi dosen, atau dosen professional. Selain 4(empat) hal ini, maka juga diperlukan kompetensi dalam wawasan kebangsaan. Di dalam konteks ini terkait dengan komitmen pada 4 (empat) pilar kebangsaan yang memang harus dimiliki oleh dosen. Bagi kita di Kemenag, bahwa komitmen kebangsaan ini menjadi sangat penting di tengah darurat radikalisme, yang memang diperlukan keberadaan dosen yang memiliki komitmen kebangsaan.
Sudah saatnya kita semua melakukan introspekesi tentang komitmen kebangsaan ini. Rasanya agak ganjil jika ada seorang PNS yang kemudian tidak memiliki komitmen kebangsaan, yaitu keinginan dan kesadaran untuk mempertahankan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan. Seorang guru atau dosen sebagai transformer ilmu pengetahuan tentu harus memiliki wawasan dan komitmen kebangsaan dalam kerangka akan dibawa ke mana para siswa atau mahasiswanya itu.
Ketiga, kinerja. Saya rasa bahwa di era manajemen kinerja seperti sekarang, maka yang sesungguhnya dicari ialah orang yang memiliki komitmen untuk bekerja keras, berjuang untuk kepentingan masyarakat, pemerintah dan bangsa. Yang bersangkutan harus menegaskan apa yang menjadi sasaran kinerjanya, indicator kinerjanya, target apa yang akan dicapai dan capaian apa yang seharusnya diperoleh. Komitmen kerja keras itu yang harus diungkap untuk mendapatkan calon PNS atau PNS yang ke depan akan berjuang untuk kepentingan bangsa.
Selain hal ini, maka yang tidak kalah penting ialah menyusun instrument untuk memahami hal-hal di atas. Harus ada instrument yang akurat dan terpercaya sebagai alat ukur untuk menjelaskan profile calon yang diperlukan kehadirannya. Alat ukur ini akan menjamin bahwa orang yang dipilih adalah mereka yang benar memenuhi kualifikasi yang dikehendaki oleh para usernya, di dalam hal ini ialah Kementerian Agama.
Dengan demikian, tugas yang harus dilakukan hari ini ialah bagaimana menyusun instrument yang menjamin bahwa orang yang dipilih adalah orang yang tepat dan berdaya guna bagi pengembangan institusi. Saya yakin, bahwa melalui mekanisme diskusi yang produktif, maka target untuk mencapai hal ini akan tergapai.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..