Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KEKERASAN TERHADAP ISLAM ROHINGYA (1)

KEKERASAN TERHADAP ISLAM ROHINGYA (1)
Islam memang sebuah agama yang mengajarkan akan keselamatan. Tidak ada orang yang menolak hal ini kecuali orang yang tidak mempercayai terhadap doktrin keselamatan di dalam Islam. Ada banyak sekali tulisan yang memberikan justifikasi tentang Islam sebagai agama yang penuh kerahmatan, tidak saja bagi umat Islam tetapi juga bagi penganut agama lain.
Secara doktriner memang tidak diragukan tentang posisi Islam dalam persoalan kerahmatan bagi kemanusaiaan. Hanya saja, Islam sebagai doktrin keselamatan terkadang dikotori oleh umatnya sendiri dan juga terkadang oleh orang yang phobia terhadap Islam. Makanya, di dunia ini Islam sering menjadi sasaran tindak kekerasan yang disebabkan oleh tindakan mereka yang tidak atau kurang memahami tentang doktrin keislaman dimaksud.
Di berbagai belahan dunia ini bisa dilihat bagaimana tindakan kekerasan terhadap umat Islam itu terus berlangsung. Di Timur Tengah, khususnya di wilayah Gaza, Palestina, maka didapati kekerasan yang dirasakan oleh umat Islam sebagai akibat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Di Chechnya, terdapat kekerasan yang dilakukan oleh orang Kristen dan di India juga didapati kekerasan terhadap umat Islam yang dilakukan oleh orang Hindu yang membenci Islam. Demikian pula terhadap Suku Uighur di Cina yang juga memperoleh kekerasan dari umat agama lain.
Mereka yang melakukannya tentu adalah umat agama yang tidak memahami makna dan arti penting doktrin keselamatan yang ditebarkan oleh semua agama. Seringkali kepentingan politik dan sosial yang menggerus terhadap doktrin keselamatan yang nyata-nyata ada pada setiap agama. Mereka kebanyakan menggunakan doktrin agama, akan tetapi sesungguhnya sangat jauh dari ajaran agama yang dipedomaninya.
Di antara pemeluk-pemeluk agama ini tentu saja ada yang memiliki kesadaran untuk memberikan tempat secara layak terhadap umat agama lain, atau memberikan peluang untuk hidup damai dan tenteram. Salah satunya ialah Indonesia, yang saya kira bisa menjadi contoh tentang bagaimana kerukunan beragama dapat dirajut dari perbedaan yang nyata mengenai keyakinan agama-agama.
Kita dikejutkan oleh perlakuan orang-orang Buddha di Myanmar. Mereka melakukan serangkaian pembantaian terhadap minoritas Muslim Rohingya. Sungguh derita muslim Rohingya seakan tidak pernah berhenti. Dahulu Aung San Suu Kyi dikenal sebagai pejuang hak asasi manusia (HAM). Dia adalah pembela luar biasa terhadap ketidakadilan dan penolong utama bagi kaum dhuafa atau kaum tertindas, baik secara politik maupun agama. Itulah sebabnya dia pun mendapatkan Habiah Nobel Perdamaian yang disebebkan oleh pembelaannya terhadap kaum tertindas tersebut. Hadiah Nobel adalah puncak penghargaan terhadap pengabdian seseorang di dalam berbagai bidang, baik sain, ilmu pengetahuan maupun kemanusiaan.
Aung San Suu Kyi adalah pejuang kemanusiaan. Namun sekarang kepejuangannya itu sedang dipertanyakan orang terkait dengan “pembantaian” atau “genosida” yang dilakukan oleh aparatnya di dalam relasi antara Muslim dan Buddhis di Myanmar. Tidak terhitung jumlah organisasi, individu, pemerintah dan berbagai kalangan yang melakukan sejumlah tuntutan agar Aung San Suu Kyi menghentikan pembantaian terhadap masyarakat Islam Rohingya. Minoritas Muslim ini berada di dalam ketidakpastian “kemanusiaan” sebagai akibat tindakan militer yang melakukan penihilan terhadapnya. Tidak terhitung jumlah kaum muslim yang wafat dan menjadi korban keganasan militer Myanmar. Tidak terhitung jumlah mereka yang melarikan diri ke negara-negara tetangga. Dan tidak terkira jumlah mereka yang mengalami luka-luka atas serangan senjata kaum militer di Myanmar.
Organisasi Islam di Indonesia, seperti NU, Muhammadiyah, MUI dan juga organisasi keagamaan lainnya juga melakukan protes keras terhadap pemerintah Myanmar yang terkesan membiarkan kekerasan tersebut terjadi. Tidak ada upaya pemerintah Myanmar untuk menghentikan terhadap kekerasan demi kekerasan terhadap kaum minoritas Rohingya. Itulah sebabnya dianggaplah bahwa ada upaya ethnic cleansing dan genosida dari masyarakat beragama Buddha di Myanmar terhadap umat Islam di Rohingya. Semua pengecam dan pemrotes terhadap masyarakat Buddhis di Myanmar menyatakan bahwa tindakan kekerasan terhadap masyarakat Muslim di Rohingya bukan sekedar kekerasan fisik saja, akan tetapi memang pembantaian.
Itulah sebabnya, tuntutan terhadap Aung San Suu Kyi selaku penguasa Myanmar memang pantas untuk dilakukan. Di dalam konteks ini, maka tidak hanya pemerintah saja secara sendiri-sendiri yang melakukan penghentian pembantaian terhadap muslim Rohingya, akan tetapi juga seharusnya badan-badan dunia, seperti PBB, OKI dan lembaga semi pemerintah lainnya, bahkan kaum LSM juga semestinya melakukan tindakan yang sama, “melakukan pemutusan hubungan diplomatic dan pengucilan Myanmar dari pergaulan dunia”.
Pemerintah Indonesia saya kira sudah sangat tegas sikapnya agar tindakan kekerasan terhadap kaum muslim Rohingya dihentikan. Hal ini tentu didasari oleh semangat bangsa Indonesia yang anti kekerasan, anti terhadap ketidakadilan, anti terhadap diskriminasi sosial dan politik di dalam suatu negara. Makanya, sikap tegas itu telah disuarakan oleh Presiden maupun tokoh-tokoh agama agar pemerintah Myanmar menghentikan secara permanen terhadap kekerasan ini.
Oleh karena itu, tentu yang diharapkan adalah agar pemerintah Myanmar memberikan hak hidup dan hak untuk melakukam kehidupan terhadap kaum minoritas Islam di Rohingya dalam kerangka membangun kebersamaan dan kesatuan bangsa di masa sekarang atau yang akan datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..