Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

HOAX DI TENGAH KEBEBASAN BEREKSPRESI (2)

HOAX DI TENGAH KEBEBASAN BEREKSPRESI (2)
Bagi saya, negara ini sudah darurat hoax atau darurat berita bohong. Di dalam peristiwa pilkada, maka yang terjadi ialah semaraknya berita bohong di berbagai media sosial. Ada caci maki, ada pembunuhan karakter, ada kebencian dan sebagainya. Semua ini ternyata diorganisir secara memadai oleh agen utama hoax di dalam membangun opini publik yang diinginkan.
Hoax ternyata telah menjadi lahan bisnis yang menggiurkan atau bisnis yang menjanjikan keuntungan memadai. Makanya, kemudian munculnya penjual jasa hoax dan juga terdapat konsumen yang memesannya dan selain itu, yang lebih tragis ialah terdapat sasaran hoax yang bisa dipermainkan perasaannya dan tindakannya. Tensi hoax akan meningkat sesuai dengan kepentingan yang melatarinya, misalnya pilkada, pilpres dan sebagainya. Sasaran hoax juga sangat variatif, bisa dari presiden sampai kepala desa atau lurah. Siapa saja bisa menjadi sasaran hoax ini.
Hoax tentu tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya apapun. Tidak ada agama yang mengajarkan orang untuk mencaci maki, memberitakan kebohongan, membunuh karakter orang lain, menghina secara terbuka dan sebagainya. Semua agama mengajarkan tentang kebaikan, kejujuran, dan penghormatan terhadap orang lain atau di dalam konteks lainnya disebut memanusiakan manusia.
Di dalam menyebarkan berita tentu ada beberapa etika yang harus dipegang oleh siapapun, yaitu: Pertama, informasi yang disebarkan harus memenuhi kriteria kebenaran. Berita itu telah divalidasi dengan benar dan memiliki konten yang benar. Makanya, sebaiknya setiap berita yang diterima harus dicheck dulu kebenarannya. Jadi janganlah kita menjadi penyebar berita yang tidak menyesatkan.
Kedua, informasi tersebut tidak mengandung unsur kebencian, caci maki dan hal-hal lain yang menyebabkan perasaan tersakiti atau membuat perasaan tidak nyaman dan menyebalkan. Berita yang disebarkan haruslah membuat orang untuk merasa nyaman dan senang dan bahkan merasa bahagia. Berita yang benar dan jujur tentu akan menjadikan hidup terasa indah dan bahagia.
Ketiga, informasi tersebut harus mengandung unsur kejelasan, sehingga tidak membingungkan dan menyebabkan salah tafsir dan lebih lanjut terjadi salah paham. Kesalahan penafsiran terhadap sebuah informasi tentu akan bisa menyesatkan dan menyebabkan tindakan yang salah. Itulah sebabnya setiap informasi yang disebarkan harus memberikan penjelasan sendiri atas dirinya itu sendiri. Jadi, berita itu sudah menjelaskan sendiri atas apa yang disampaikan kepada audience serta kesan apa yang didapatkan oleh pembacanya.
Hoax memang ditargetkan untuk menguasai public dengan isu-isu sensitive yang akan menyebabkan berbagai tindakan yang diinginkan. Dalam beberapa kasus tentang hoax, misalnya dapat dikaitkan dengan pemberitaan tentang ISIS yang dilakukan oleh orang yang secara sengaja untuk menarik minat para pembacanya. Banyak orang yang tertarik kepada berita tentang ISIS dan bersedia menjadi pengikutnya. Bahkan tidak hanya kaum awam yang menjadi sasarannya tetapi justru kaum terpelajar. Dewasa ini ada perubahan kepengikutan terhadap gerakan-gerakan seperti itu justru pengikutnya adalah kaum well educated.
Di media sosial, sesungguhnya banyak muatan berita bohong atau hoax. Ada yang dilakukan oleh individu atau sekelompok individu dengan konten yang mereka buat sendiri, namun juga ada yang memang didesain oleh sekelompok orang dengan imbalan jual beli atau bisnis. Bayangkan bahwa ada sebanyak 800 orang lebih yang menjadi bagian dari bisnis hoax ini. Tentu hal ini menggambarkan betapa hoax telah memasuki era baru, yaitu era bisnis hoax yang memang didesian secara khusus untuk menyerang individu atau seklompok individu atau organisasi tertentu.
Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan pemotongan secara sengaja terhadap sebuah pembicaraan, bisa saja ceramah dari seseorang dan kemudian didesain secara sangat memadai, sehingga di kala orang membaca, maka secara langsung atau tidak langsung akan terprovokasi.
Mereka, para hoaker ini akan mengambil kata-kata atau ungkapan yang dapat melukai orang lain atau sekelompok orang lain, tanpa memperhatikan konteks pembicaraan secara keseluruhan. Di Indonesia, yang sering menjadi sasaran hoax ini adalah Presiden Joko Widodo, Said Aqil Siraj dan bahkan juga Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin. Mereka sering menjadi sasaran tembak hoax, disebabkan oleh posisi mereka yang memang strategis dan juga memang dijadikan sebagai sasaran tembak yang empuk.
Dunia politik memang menjanjikan banyak hal. Dunia politik memang bisa menjadi medan bisnis yang menggiurkan. Mulai dari bisnis peralatan perhelatan politik, bisnis teknologi informasi, bisnis event organizer, dan bahkan bisnis informasi melalui media sosial yang dapat memengaruhi opini public. Semua dilakukan dalam kerangka “pemenangan” orang yang dijagokan untuk memenangkan pertarungan politik. Hanya sayangnya bahwa “pemenangan” tersebut seringkali melalaikan etika politik yang seharusnya menjadi pedoman bagi semua pelaku politik.
Bisnis hoax sudah diindentifikasi oleh Kepolisian Republik Indonesia. Dan yang perlu menjadi jawaban adalah siapa sesungguhnya orang-orang dibalik berbagai hoax yang terus terjadi dewasa ini. Kiranya Kepolisian RI harus menjawabnya dengan sungguh.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..