• October 2024
    M T W T F S S
    « Sep    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TANTANGAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN

 Di dalam sebuah workshop yang diselenggarakan oleh Bakesbang Jawa Timur tanggal 18 Nopember 2009 di Hotel Utami, ada sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang guru Pendidikan Kewarganegaan yang mengajar di sekolah dasar, bahwa menjadi guru sekarang ini sangat berat, sebab  sangat sulit untuk memberi contoh kepada siswa tentang kebaikan-kebaikan. Di sekolah mereka diajari tentang yang baik dan buruk, akan tetapi di lingkungannya dijumpai sesuatu yang  bertentantangan dengannya. Misalnya, tayangan  tentang ketidakadilan, tayangan sinetron dengan latar percintaan remaja, beredarnya ponsel porno dan sebagainya. Hal ini merupakan tantangan pendidikan yang tidak mudah diatasai oleh guru.

Benar bahwa di era teknologi informasi dan perubahan sosial yang cepat, memang guru menanggung beban yang luar biasa berat. Di antara tantangan yang paling berat tersebut menyangkut persoalan conten atau isi pembelajaran dan lingkungan pembelajaran. Teknologi informasi yang sudah memasuki seluruh elemen masyarakat tentu bisa menjadi tantangan tersendiri dari para guru. Demikian pula perubahan sosial yang cepat juga membawa konsekuensi yang tidak sedikit. Keduanya tentu saja menuntut guru untuk selalu mengupdate pengetahuan dan responnya terhadap perubahan sosial yang cepat tersebut. Jika hal ini tidak dilakukan, maka guru akan bisa tertinggal pengetahuan dan responnya terhadap perubahan yang cepat tersebut. Jika tantangan itu bercorak positif seperti  pengetahuan yang akademis, saya rasa tidak masalah, namun jika tantangan itu bersifat negatif, maka hal  ini akan menjadikan dunia pendidikan carut marut.

Di  dalam realitasnya, tantangan tersebut justru lebih bercorak negatif. Satu contoh yang sangat mengedepan adalah tentang banyaknya tayangan televisi yang mengumbar nafsu asmara. Bukankah banyak sinetron yang bercorak pendidikan, akan  tetapi berlatar asmara. Hampir bisa dipastikan bahwa setiap sinetron yang ditayangkan oleh televisi memajang persoalan percintaan. Lakon seperti Safa dan Marwah, suatu tayangan berlatar percintaan remaja merupakan sinetron yang tayang saat prime time, sehingga dapat dipastikan banyak remaja yang menonton. Demikian pula yang lain. Jadi banyak tayangan sinetron yang sesungguhnya menjadi guide bagi remaja untuk melakukan percintaan.

Demikian pula tayangan persidangan para penegak keadilan di negeri ini. Maka para remaja lalu memiliki semacam referensi bahwa ternyata banyak ketidakadilan, ketidakjujuran dan kebohongan di dalam kehidupan ini. Banyaknya pejabat yang korupsi yang mereka dengar setiap hari di televisi dan juga  banyaknya penyalahgunaan kekuasaan di negeri ini. Maka, ketika guru menjelaskan tentang kebaikan, maka dia berbenturan dengan praktik sosial di dunia luar. Jadi tidak ada contoh yang dapat menggambarkan tentang kebaikan tersebut di dalam kehidupan yang nyata.

Tantangan inilah yang kita sebut sebagai tantangan lingkungan pendidikan. Bahwa guru sekarang sedang menghadapi masalah yang sangat berat terkait dengan tantangan lingkungan pendidikan. Guru sedang menanggung tantangan yang tidak mudah diuraikan. Jadi kalau guru mengeluh tentang beratnya profesi yang dilakoninya, tentu sesuatu yang bisa dipahami. Akan tetapi, tantangan itu tidaklah harus diratapi. Sebab tantangan tersebut akan menjadi semakin keras di kelak kemudian hari. Tantangan itu haruslah diurai atau dilampaui. Caranya tentu saja, seorang guru harus memiliki seperangkat pengetahuan untuk menjelaskan berbagai peristiwa yang sedang terjadi. Di dalam kelas, guru harus menjabarkan, menganalisis dan kemudian menjelaskan kepada siswa secara memadai. Para  guru tidak boleh hanya terpaku pada kurikulum atau silabi yang telah dirancang sebelumnya, akan tetapi mendialogkan kurkulum atau silabi tersebut dengan konteks sosial politik yang sedang terjadi. Pembelajaran kontekstual inilah yang kiranya akan dapat menjadi salah satu solusi tentang kesenjangan antara kebaikan dan kejelekan di dalam realitas empiris. Hingga hari ini saya masih menganut teori pendidikan tradisional, bahwa keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh guru. Jadi guru yang baik dan profesional merupakan jaminan bagi keberhasilan pembelajaran.

Di tengah banyak orang yang pesimis tentang nasib pendidikan Indonesia ke depan yang disebabkan oleh banyaknya tantangan internal maupun eksternal, maka saya tetap berkeyakinan akan keberhasilan pendidikan Indonesia sejauh disiapkan guru-guru yang memiliki komitmen, profesional dan penuh rasa pengabdian. Indonesia ke depan akan semakin baik jika pendidikannya berhasil.

Wallahu a’lam bi al shawab.  

Categories: Opini