• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGHARGAI KEKALAHAN DAN KEMENANGAN

 

Salah satu ciri dari tingginya martabat manusia adalah kemampuan untuk  menerima takdir Tuhan sebagai suatu kepastian yang tidak bisa diganggu gugat. Man proposes God disposes. Manusia merencanakan Tuhan yang menentukan. Di dalam Islam dinyatakan bahwa “setiap sesuatu itu ada kepastiannya atau ada takdirnya”. Hal seperti ini merupakan keniscayaan di tengah berbagai usaha manusia yang kemudian menuai kegagalan atau kesuksesan. Tidak semua usaha manusia mengalami kegagalan dan juga tidak semua usaha manusia mengalami kesuksesan. Gagal dan sukses adalah seperti dua sisi mata uang, yang keberadaannya berada di dalam suatu kegiatan yang disebut sebagai ikhtiar atau usaha.

Kita baru saja menyaksikan drama terbesar di dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, yaitu pilpres. Di dalam drama ini tentunya pasti ada pertarungan yang dilakukan secara maksimal, ada rivalitas yang luar biasa kental dan juga ada serangkaian doa, dzikir dan harapan-harapan kepada Tuhan agar dirinya yang memenangkan pertarungan.

Namun demikian, pemenang di dalam setiap kontestasi hanyalah satu dan lainnya dinyatakan kalah. Dalam pilpres itu juga melibatkan agen-agen yang berjuang untuk memenangkan calon yang didukungnya. Sehingga pertarungan itu bukan lagi kontestasi individu tetapi pertarungan antar agen bahkan komunitas. Makanya di dalam setiap pilpres akan didapati dukungan tokoh, elit, organisasi, kelompok, golongan dan sebagainya sebagai perwujudan dari keterlibatan individu agen atau komunitas di dalam kontestasi dimaksud.

Drama itu pun tentu tidak berhenti dengan menang atau kalahnya pasangan capres/cawapres. Sebab masih didapati serangkaian relasi kemanusiaan yang melibatkan mereka. Kita telah melihat bagaimana relasi antar capres tersebut dibangun. Pak JK menelpon Pak SBY dalam drama kehidupan pasca pilpres. Di sinilah sebenarnya unsur kemanusia yang berbicara. Di sini bukan lagi posisi, kemenangan atau kekalahan yang berbicara tetapi relasi kemanusiaan.

Kedua pemimpin bangsa ini sudah menunjukkan bagaimana seharusnya pertarungan di dalam demokrasi itu dilaksanakan. Ada saatnya bertarung mati-matian dan ada kalanya merajut benang kemanusian. Sebagai manusia sudah seharusnya tetap membangun hablum minan nas. Membangun tali silaturrahmi dengan sesama manusia. Bangunan kesadaran seperti ini hanya akan digapai oleh orang yang menghargai kekalahan dan kemenangan sebagai sesuatu keniscayaan di dalam kehidupan ini.

Tindakan keduanya merupakan contoh bagi kita dalam membangun demokrasi berbasis kemanusiaan dan kekeluargaan. Bukan demokrasi berbasis kekuatan atau power yang meniscayakan yang menang merasa ngasorake atau merasa memenangkan segalanya. Oleh karena itu ada hikmah yang bisa diambil dari relasi di antara keduanya. Yaitu bagaimana menyikapi kemenangan dan kekalahan.

Bagi yang kalah ada sebuah ungkapan bahwa orang yang sukses bukanlah orang yang pernah gagal akan tetapi adalah orang yang pernah gagal akan tetapi mampu bangkit kembali untuk meraih kesuksesan.

Peristiwa di dalam pilpres juga sekaligus menandakan bahwa ketentuan Tuhan merupakan sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat. Hanya saja bahwa ketentuan Tuhan itu baru bisa dibaca di tahap akhir. Memang begitulah adanya. Melalui pembacaan di tahap akhir, maka orang tetap harus berusaha secara maksimal dan kemudian setelah itu bertawakkal kepada Allah. dan sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam pilpres memang hanya ada dua kata: terpilih dan tidak.

Kita patut mengucapkan selamat bagi keduanya.

Wallahu a’lam bi al-shawab

 

 

 

 

Categories: Opini