MELINDUNGI NEGARA DARI GERAKAN INKONSTITUSIONAL
MELINDUNGI NEGARA DARI GERAKAN INKONSTITUSIONAL
Dunia media sosial sedang diramaikan oleh hadirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU), No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU NO 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo, tanggal 10 Juli 2017. PERPPU ini dimaksudkan di dalam kerangka melindungi negara dari tindakan-tindakan inkonstitusional, berupa tindakan anti Pancasila, anti NKRI dan juga tindakan yang membahayakan negara lainnya.
Diterbitkannya PERPPU ini tentu terkait dengan semakin gencarnya kampanye anti NKRI dan Anti Pancasila yang dilakukan sebagian kecil organisasi berbasis keagamaan, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jamaah Ansharud Daulah (JAD), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) dan lainnya yang mengusung tema-tema penyebaran paham anti Pancasila dan Anti NKRI dan ingin mendirikan khilafah, yang sebenarnya merupakan bagian dari tindakan melawan pemerintah yang syah. Selain itu juga tentu saja terkait dengan tindakan bom bunuh diri, yang juga diidentifikasi oleh mereka yang disebut sebagai tindakan makar dan ekstrim.
Harus diakui bahwa kaum radikalisme atau ekstrimisme dewasa ini semakin gencar melakukan berbagai maneuver yang terkait dengan upaya untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan aspek kemanusiaan atau against humanity dan bahkan juga membahayakan negara dan bangsa. Jadi sesungguhnya PERPPU ini dimaksudkan bahwa di dalam menghadapi kelompok yang melakukan tindakan melawan negara, maka negara memiliki instrument untuk menghentikannya.
Selama ini dirasakan bahwa aparat hukum dan aparat keamanan tidak bisa melakukan tindakan preventif, sebab tindakan hokum dan keamanan baru bisa melaukan tindakannya jika sudah terjadi masalah. Misalnya di kala bom bunuh diri sudah meletus barulah aparat keamanaan dan aparat hokum bergerak untuk menyelesaikannya. Sungguh pemerintah sangat mandul menghadapi berbagai rongrongan kaum radikal disebabkan oleh kevakuman regulasi yang menyangkut apa yang seharusnya dilakukan untuk mereka.
Sesungguhnya kita berharap agar Rencana Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Terorisme itu akan segera bisa diselesaikan. Akan tetapi kenyataannya bahwa RUU ini juga tidak kunjung selesai. Ada dinamika perdebatan yang tidak dengan mudah bisa diselesaikan. Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk oleh DPR untuk melakukan berbagai diskusi dengan segenap lapisan masyarakat juga mengalami jalan yang terjal. Memang RUU ini mengandung resistensi yang sangat tinggi terkait dengan Hak Asasi Manusia ( HAM) yang selalu dijadikan sebagai upaya untuk menghadang agar RUU tindak Pidana Terorisme ini tidak segera klar dan bahkan bisa digagalkan.
Saya tentu sependapat bahwa negara ini harus dijaga secara optimal. Negara Republik Indonesia yang ditinggalkan kepada kita semua untuk merawatnya tentu harus dijaga secara sungguh-sungguh. Semua harus berada di dalam satu kesepahaman untuk mempertahankan NKRI. Kita semua sungguh khawatir bahwa negara yang diperjuangkan oleh para pahlawan kemerdekaan ini lalu menjadi porak poranda oleh tindakan sebagian kecil bangsa Indonesia yang menginginkan sesuatu yang tidak cocok dengan bangsa ini.
Sejarah di beberapa negara telah membuktikan bahwa keteraturan sosial yang terjaga karena kesepahaman yang sama tentang bentuk dan consensus kebangsaan menjadi rusak dan kaca balau karena tindakan yang melawan terhadap kesepahaman tersebut. Yang terbaru, misalnya Marawi yang dikenal sebagai The City of Islam di Filipina menjadi hancur berantakan karena ulah mereka yang menginginkan penguasaan mutlak atas wilayahnya melalui konsepsi khilafah yang dipengaruhi oleh ISIS. Kota ini menjadi hancur berantakan dan membuat stigma bahwa Islam dijadikan sebagai basis ideology kekerasan.
Indonesia telah menjadi besar dan kuat. Siapapun harus mengakuinya. Negara yang terdiri dari etnis, bahasa dan agama yang bervariasi akan tetapi selalu damai. Hal ini didasari oleh kesepahaman warga negaranya untuk menjadi satu kesatuan, berbangsa dan bernegara. Kekuatan itu tentu disebabkan karena common platform yang beruapa Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasila sebagai perekatnya. Berbeda tetapi hakikatnya satu jua.
Pengalaman panjang bernegara ini tentu saja tidak boleh dicederai oleh segelintir orang Indonesia yang tertarik dengan ideology lain, seperti khilafah, ISIS dan negara agama lainnya. Penolakan terhadap upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara khilafah yang diyakini oleh para penganutnya sebagai pilihan terbaik hakikatnya tentu didasari oleh kenyataan bahwa hal ini akan merusak kesatuan dan persatuan bangsa.
Jadi sesungguhnya kehadiran PERPPU No 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan di tengah system pemerintahan ini tidak lain adalah untuk melindungi bangsa ini dari perpecahan yang diakibatkan oleh adanya pemahaman dan gerakan ideology trans-nasional yang terus tumbuh dengan subur. Dengan mempertimbangkan bahwa penganut ideologi ini adalah kebanyakan generasi muda –termasuk mahasiswa—maka gerakan tersebut perlu diwaspadai. Lahirnya PERPPU ini tentu untuk kewaspadaan dini terhadap upaya-upaya inkonstitusional yang akan berakibat buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jadi, memang perlu paying sebelum hujan. Kita perlu PERPPU sebelum keadaan darurat kita alami. Saya kira semua sependapat bahwa melindungi negara dan bangsa ini dari anasir yang akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa merupakan kewajiban bagi kita semua.
Wallahu a’lam bi al shawab.
