• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MODALITAS PENGALAMAN DALAM PENYELENGGARAAN HAJI

MODALITAS PENGALAMAN DALAM PENYELENGGARAAN HAJI
Bulan Ramadlan ternyata tidak menyurutkan banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Agama, di antaranya ialah kegiatan Sosialisasi dan Pelatihan Integrasi Petugas Haji, TPHI, TPIHI dan TKHI. Pada minggu kemarin saya terlibat di dua kegiatan di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Dua kegiatan ini diselenggarakan di Asrama Haji Donohudan Solo dan Asrama Haji Sukolilo Surabaya. Saya tentu sangat senang menghadiri acara ini dalam kapasitas saya sebagai Plt. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) pada Kementerian Agama Republik Indonesia.
Pada acara-acara tersebut, saya sampaikan tiga hal mendasar yang kiranya perlu untuk dicermati bersama. Pertama, bahwa kegiatan Pelatihan Terpadu bagi pendamping jamaah haji ini tentu sangat penting mengingat bahwa diperlukan kesamaan visi dan misi dari para petugas pendamping haji dalam kerangka untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi para Jemaah haji Indonesia. Kesamaan wawasan itu menjadi sangat penting di tengah keinginan masyarakat untuk terus meminta agar pelayanan terhadap Jemaah haji Indonesia makin meningkat dari tahun ke tahun. Tentu kita bersyukur bahwa berdasarkan Survey Pelayanan Jamaah Haji Indonesia yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016 ternyata capaian kualitas pelayanan haji kita meningkat menjadi 83,83 persen. Artinya bahwa pelayanan haji Indonesia mencapai derajat memuaskan dengan kualitas yang semakin baik. Hal ini tentu memberikan harapan baru bagi kita semua, bahwa dengan kerja keras, maka kebaikan pelayanan Jemaah haji ternyata bisa sebanding dengan upaya yang dilakukan tersebut.
Kedua, di banyak kesempatan dinyatakan bahwa Kementerian Agama sebagai penyelenggara haji itu sudah bertahun-tahun akan tetapi selalu ada masalah yang terjadi, apakah Kementerian Agama tidak belajar dari situasi tersebut? Pertanyaan ini seharusnya menjadi tantangan kita sebagai petugas yang mendampingi jamaah haji. Pertanyaan ini merupakan cambuk yang seharusnya melecut semangat kita untuk terus melakukan perbaikan demi perbaikan.
Sebagaimana yang sering diungkapkan oleh Pak Menteri Agama, bahwa haji ini sebuah program yang unik. Baik dilihat dari pelaksana maupun pelaku kegiatannya. Coba bayangkan bahwa pelaku ibadah haji selalu orang baru dengan tingkat pengetahuan, pengalaman dan juga kondisi fisik yang sangat variatif. Resiko kesehatan haji itu mencapai angka 62 persen yang kemudian dikonsepsikan sebagai jamaah dengan resiko tinggi. Selain usianya yang sangat lanjut juga dengan resiko penyakit tua yang dialaminya. Dengan besarnya jumlah Jemaah dengan resiko tinggi, tentu juga menyebabkan ada banyak masalah yang dihadapi oleh para petugas haji,
Dari aspek pengetahuan, maka jamaah haji ini juga sangat variatif. Dari mereka yang berpendidikan doctor dan professor, sampai yang tidak tamat pendidikan dasar. Dan kenyataannya bahwa yang tidak tamat pendidikan dasar atau yang hanya berpendidikan dasar, maka jumlahnya tentu tidak sebanding. Yang berpendidikan dasar tentu sangat banyak atau mayoriotas. Hal ini tentu berakibat pada rendahnya literasi dan daya tangkap terhadap program pembelajaran terkait dengan penyelenggaraan haji melalui manasik haji. Belum lagi dari pengalaman bepergian ke tempat lain, ada sebagian kecil yang sudah melanglang buana sementera mayoritas lainnya belum pernah pergi ke Ibukota Negara, Jakarta. Ada yang sebagian kecil pernah naik pesawat terbang sementara itu jumlah terbesar belum pernah naik pesawat terbang. Jadi mereka belum paham bagaimana menggunakan toilet, memasang sabuk pengaman di pesawat sampai menggunakan layanan pesawat terbang.
Lalu, pelaksanaan ibadah haji dilakukan di negara lain, Arab Saudi, dengan tradisi, kebudayaan dan iklim yang sangat berbeda dengan Indonesia. Mereka belum memiliki strategi menghadapi cuaca yang sangat panas, mencapai 50 derajat. Mereka juga tidak mengenal medan di tempat ibadah. Makanya, jika tidak dikawal dengan cara yang sangat memadai, bisa jadi mereka akan tersesat di medan yang sangat tidak dikenalnya. Dengan demikian, jika sesungguhnya masih adanya masalah penyelenggaraan haji bukan semata-mata penyelenggaraannya yang kurang baik, akan tetapi karena banyaknya variabel yang menjadi penyebabnya.
Ketiga, para penyelenggara haji harus selalu tanggap terhadap berbagai peluang masalah yang akan terjadi. Makanya, diperlukan gerakan antisipatif terhadap munculnya peluang masalah. Kiranya diperlukan pemetaan terhadap seluruh masalah yang pernah dihadapi di dalam penyelenggaraan haji dan kemudian juga memetakan terhadap peluang masalah yang akan terjadi. Misalnya tentang paspor, visa, transportasi dari Bandara Jeddah atau Madinah ke pemondokan yang kendaraannya disediakan oleh Nagobah, antrian makan, penghitungan jumlah jamaah di Maktab, kurangnya tenaga pendamping jamaah haji dan sebagainya.
Sebagaimana yang disampaikan di dalam rapat koordinasi persiapan haji, maka jumlah jamaah kita tahun ini bertambah 31 persen dari tahun sebelumnya, sementara itu jumlah pendamping jamaah haji hanya berrtambah 13 persen. Hal ini tentu akan berakibat terhadap kesenjangan antara jumlah jamaah haji dengan petugasnya. Oleh karena itu diperlukan antisipasi terhadap kenyataan peluang problema ini.
Tetapi saya yakin bahwa dengan pengalaman kita selama ini dan juga kemampuan kita untuk bekerjasama yang sangat baik tentu akan menjadi modal berharga di dalam penyelenggaraan ibadah haji. Saya berkeyakinan bahwa dengan persiapan yang baik pasti akan bisa dilaksanakan kegiatan tersebut dengan baik.
Wallahu a’lam bi asl shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..