• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PEMBUBARAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI) (1)

PEMBUBARAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI) (1)
Saya diminta oleh Pak Menteri Agama, Bapak Lukman Hakim Saifuddin, untuk mewakili Beliau dalam acara Rakor Terbatas Para Menteri Kabinet Indonesia Kerja di Kemenkopolhukam. Rapat ini dihadiri oleh Panglima TNI, Wakapolri, Jamintel, Kepala BNPT, dan wakil-wakil kementerian yang diundang. Acara ini terutama membahas situasi politik akhir-akhir ini terutama pasca Pilkada DKI, yang dimenangkan oleh pasangan Anis-Sandi atas pasangan Ahok-Jarot.
Namun secara khusus sebenarnya membicarakan tentang ulah HTI yang menurut pandangan kebangsaan dan keindonesian sudah dianggap melampaui batas. Dengan memproklamirkan mengenai khilafah atau system pemerintahan berdasarkan atas pandangan khilafah ini, maka dianggap bahwa HTI telah keluar dari pakem kebangsaan dan kenegaraan. Dengan telah melakukan deklarasi tentang Khilafah, maka penganut HTI tentu sudah vis a vis Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi sebenarnya telah terjadi “makar” dalam konteks negara Indonesia yang berdasarkan atas Pancasila dan UUD 1945. Dengan mendeklarasikan system khilafah sebagai system kenegaraan, maka penolakan terhadap system pemerintahan Republik Indonesia sudah terjadi.
Sebenarnya, ada kegamangan untuk memperlakukan pembubaran terhadap HTI karena Undang-Undang Ormas memang mengatur secara rinci tentang proses pembubaran organisasi massa. Misalnya harus melalui pembicaraan, peringatan tertulis satu sampai tiga kali, dan baru kemudian bisa diajukan ke pengadilan jika memang telah terjadi pelanggaran. Makanya, harus dicarikan solusi yang sangat baik dan diperlukan suatu tim kecil yang akan melakukan pembahasan secara lebih mendalam untuk menentukan bagaimana sebaiknya pemerintah melakukan tindakan terhadap organisasi yang melakukan “pembangkangan” terhadap dasar negara. Baik Menkopolhukam, Panglima TNI, Kepala BNPT dan juga Wakapolri memiliki pandangan yang sama bahwa harus dilakukan tindakan yang tepat di dalam menangani kasus HTI dimaksud.
Di dalam forum ini, saya sampaikan tiga hal yang saya anggap penting terkait bagaimana seharusnya negara memperlakukan terhadap HTI. Pertama, bahwa HTI memang mengusung system pemerintahan yang dianggapnya sebagai bagian tidak terpisahkan dari keyakinannya. Yaitu system khilafah. Melalui deklarasi terhadap khilafah, maka tentu sudah dianggap bahwa NKRI dengan dasar Pancasila, UUD 1945 dan kebinekaan sudah tidak lagi relevan dengan pemikiran dan aksi politiknya. Pancasila dan UUD 1945 merupakan bagian dari system secular yang tidak sesuai dengan ajaran khilafah yang diperjuangkannya.
Mereka telah melakukan deklarasi dan mereka juga sudah melakukan baiat akan mendukung untuk memperjuangkan berdirinya khilafah di Indonesia dan juga di seluruh dunia. Pada tahun 2014 mereka telah mendeklarasikan tentang berdirinya khilafah di Indonesia dan akan terus diperjuangkannya sehingga menjadi kenyataan politik di Indonesia. Lalu mereka juga sudah melakukan baiat di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan diikuti oleh sejumlah komponen anak-anak muda atau para mahasiswa lintas perguruan tinggi dan mereka menyatakan akan berjuang sampai darah penghabisan untuk berdirinya khilafah. Mereka akan memperjuangkannya sebagai jihad fi sabilillah. Melalui deklarasi ini tentu sudah sangat kuat bukti bahwa mereka melalukan makar terhadap NKRI yang berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Jadi sudah ada alasan yang sangat kuat untuk mengeksekusi bahwa HTI memang lawan negara, HTI adalah musuh negara.
Kedua, berbeda dengan gerakan Hizbut Tahrir di negara lain, seperti di Libanon, Sudan, Uni Emirat Arab dan lain-lain yang menjadikan HT sebagai gerakan politik untuk melawan pemerintahan yang sah melalui hard power, maka di Indonesia HTI menggunakan cara soft power. Ada tiga cara atau strategi yang digunakan, yaitu: memperkuat dan memperbanyak agen, lalu hidup bersama masyarakat untuk menyebarkan ajaran HTI dan ketiga mendirikan khilafah melalui system pemerintahan. Secara pasti bahwa tahap pertama untuk memperkuat agen HTI sudah dilalui. Agen HTI sudah tersebar di seluruh pelosok negeri. Tidak ada lembaga pendidikan tinggi yang tidak menjadi sasaran gerakan HTI. Jika di masa lalu hanya perguruan tinggi umum saja yang terpapar virus HTI, maka sekarang PTKN juga sudah terpapar. Jadi tidak ada lagi perguruan tinggi yang tidak terdapat agen militant HTI di dalamnya.
Secara analistis dapat dinyatakan bahwa sekarang ini sedang memasuki tahapan kedua, yaitu hidup bersama masyarakat untuk menyebarkan paham kekhilafahan di kalangan masyarakat. Jika kita melihat berbagai kegiatan keagamaan dan politik yang dilakukan oleh HTI maka kita bisa menyatakan bahwa mereka telah memiliki sejumlah pengaruh di masyarakat. Sesuai dengan soft power strategy yang digunakannya, maka mereka bisa memasuki semua kawasan, baik pendidikan maupun keagamaan. Melalui lembaga pendidikan mereka merekrut kader-kader terbaik dan kemudian menjadikannya sebagai agen militant, dan ke dalam masyarakat mereka menggunakan pendekatan Islam kaffah atau Islam syumuliyah untuk mengelabui masyarakat tentang amalan yang Islami bersumber dari Timur Tengah. Melalui kader-kader yang berpendidikan Timur Tengah, maka masyarakat kita yang lagi gandrung pengamalan ajaran agama yang “asli” merasakan kehadiran HTI sebagai solusi. Bertemulah dua kepentingan, satu sisi ingin mendalami ajaran Islam melalui proyek Islam Syumuliyah dan satu sisi lainnya ingin menyebarkan ajaran agama sesuai dengan tafsirnya dengan tujuan mendirikan khilafah.
Ketiga, dewasa ini sudah muncul gerakan “NKRI Harga Mati” yang dijumpai di sejumlah acara ceramah agama, khususnya yang dilakukan oleh Kyai-Kyai NU di wilayah Jawa Timur dan lainnya. Selain itu juga di PTKIN yang sudah menyuarakan aspirasinya untuk menolak pengamalan agama yang radikal. Misalnya di UIN Aceh dilangsungkan Deklarasi Aceh yang digagas oleh para Rektor PTKIN. Di dalam acara Pekan Ilmiah, olah raga dan Seni Nasional, tanggal 24 April yang lalu sudah dilakukan pendatanganan Deklarasi Aceh, yang ditandangani oleh para Rektor PTKIN. Di antara butir penting deklarasi tersebut ialah menolak paham radikal dan terror di dalam agama, mengembangkan agama yang moderat dan mendeklarasikan untuk mempertahankan empat pilar consensus kebangsaan.
Satu hal yang ditekankan oleh Pak Wiranto ialah agar upaya untuk melakukan analisis dan berujung pembubaran HTI ini agar dapat dilakukan dengan cermat dan berdasar atas regulasi yang tepat, sehingga diperlukan diskusi-diskusi yang intensif dari tim kecil yang akan dibentuk oleh pemerintah. Sayangnya, bahwa pesan Pak Wiranto ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga terjadilah pewacanaan pembubaran HTI sebelum kajian mendalam yang bermuara pada pembubaran HTI dieksekusi.
Saya kira ini pelajaran yang mahal agar di kemudian hari tidak lagi terjadi pewacanaan terhadap upaya pemerintah untuk melarang ormas, yang sesungguhnya sedang diupayakan jalan keluarnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..