MEMBUDAYAKAN ZAKAT (2)
MEMBUDAYAKAN ZAKAT (2)
Di saat saya memperoleh kesempatan untuk memberikan presentasi di hadapan para pejabat di Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, di Jakarta, 30/03/ 2017, maka saya sampaikan beberapa hal yang saya anggap urgen. Sebagaimana tulisan saya sebelumnya maka saya terus dihantui oleh perasaan, bagaimana membudayakan membayar zakat di kalangan umat Islam. Maka, saya sampaikan bahwa problem-problem perzakatan itu harus diuraikan dulu untuk diselesaikan sebelum dituntaskan pembudayaannya.
Kali ini saya ingin membahas mengenai program pentasarufan zakat bagi umat Islam. Sengaja di dalam tulisan ini saya menggambarkan mengenai pemanfaatan zakat, sebab satu hal pasti yang harus dilakukan oleh pengelola zakat ialah bagaimana memanfaatkan zakat untuk umat. Di dalam hal ini, maka saya menyampaikan ada tiga besaran program terkait dengan pemanfaatan zakat, yaitu:
Pertama, zakat untuk pendidikan. Di era sekarang, maka pembiayaan pendidikan tidak hanya melalui APBN akan tetapi juga melalui peran serta masyarakat dan dunia usaha. Pemanfaatan zakat untuk pendidikan tentu merupakan bagian tidak terpisahkan dari keinginan banyak pihak bahwa dana zakat dapat digunakan untuk penguatan pendidikan.
Pendidikan merupakan instrument penting di dalam penguatan SDM suatu negara. Jika pendidikannya berkualitas maka dipastikan bahwa SDM bangsa itu juga akan menjadi lebih baik. Sebagaimana diketahui bahwa sampai tahun 2019, maka Rencana Strategik Pemerintah di bidang pendidikan ialah perluasan akses dan pemerataan pendidikan. Makanya, diharapkan bahwa zakat akan dapat menjadi salah satu kekuatan untuk membantu bagi perluasan akses dan pemerataan pendidikan ini. Seyogyanya dilakukan pemetaan oleh Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf dan juga BAZNAS untuk bersama-sama memetakan terhadap bagaimana peran dana zakat untuk pendidikan ini.
Di masa lalu terdapat “Program Satu Keluarga Satu Sarjana” yang dijadikan sebagai program unggulan BAZNAS. Lalu pertanyaannya, apakah kita sudah melakukan evaluasi terhadap program ini terutama dilihat dari sasarannya dan ketepatan kegiatannya. Yang tidak kalah penting juga bagaimana cakupannya. Saya khawatir bahwa program yang baik semacam ini kemudian tidak terevaluasi dari berbagai aspek yang dibutuhkan.
Kedua, pemberdayaan ekonomi umat. Diketahui bahwa jumlah orang miskin di Indonesia semakin banyak. Sebagai akibat dari problema ekonomi dunia, maka jumlah orang miskin cenderung meningkat meskipun tidak signifikan. Di Indonesia masih terdapat sebanyak 13,5 juta orang miskin, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka ini adalah orang yang tidak memiliki akses ekonomi. Mereka tidak memiliki asset yang dapat digunakan untuk pengembangan ekonominya. Makanya, mereka akan terus miskin di tengah perubahan-perubahan perekonomian dunia dan juga perekomian Indonesia.
Di dalam konteks ini, maka zakat harus memerankan sumbangannya secara signifikan dalam pengentasan ekonomi umat. Jangan sampai zakat hanya digunakan untuk pembayaran konsumtif saja, akan tetapi juga harus ada yang digunakan untuk kepentingan produktif. Saya tidak tahu kabar terakhir dari upaya pengentasan kemiskinan melalui zakat oleh masyarakat desa Putukrejo, Malang. Apakah terus berlangsung atau mengalami stagnansi dan bahkan kemunduran. Tetapi yang jelas bahwa cerita keberhasilan pemberdayaan zakat di tempat ini sudah menghasilkan tesis dan disertasi yang baik.
Alangkah baiknya jika Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf bersama BAZNAS melakukan berbagai inovasi program unggulan yang terkait dengan pemanfaatan zakat produktif. Saya menjadi teringat dengan upaya Bank Mandiri untuk membantu para mahasiswa yang memiliki talenta baik di dalam kewirausahaan, lalu mereka diberikan voucher jika proposal usahanya memiliki tingkat prospectus yang baik. Jadi, terhadap mereka yang sungguh-sungguh ingin berwirausaha maka akan diberikan bantuan yang memadai sesuai dengan kapasitas usaha yang akan dikembangkannya. Tidak hanya diberi bantuan permodalan akan tetapi juga diberi pendampingan dan pengarahan. Saya kira penting ke depan, BAZNAS memiliki tim yang kuat untuk melakukan pendampingan ekonomi umat ini, agar peran zakat untuk umat semakin menunjukkan keberhasilannya.
Ketiga, yang penting juga zakat untuk kesehatan umat. Warga miskin memang sudah terjangkau dengan BPJPS kesehatan. Artinya, bahwa mereka sudah memiliki akses untuk sehat. Tetapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana menjaga agar masyarakat sehat. Di sinilah saya kira peran BAZNAS di dalam mengembangkan kesehatan umat tersebut. Jadi, bukan pada tataran memberikan insentif bagi umat untuk berobat ke Rumah Sakit, tetapi menjaga agar mereka bisa menjaga kesehatannya. Pengembangan warung kesehatan, agen kesehatan dan sebagainya dengan upaya-upaya preventif di di bidang kesehatan tentu bisa dilakukan.
Jika tiga aspek ini bisa dilakukan oleh pentasarufan zakat bagi umat, maka secara langsung atau tidak langsung, BAZNAS dan Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf sudah terlibat di dalam penguatan SDM di Indonesia. Harus diiingat bahwa tiga variabel, yaitu: pendidikan, ekonomi dan kesehatan adalah tiga variabel penting di dalam peningkatan kualitas SDM.
Jadi, dana zakat akan bisa dijadikan sebagai instrument untuk ikut serta di dalam peningkatan kualitas SDM Indonesia di tengah kompetisi antar bangsa yang semakin kuat. Dan seharusnya kita bisa.
Wallahu a’lam bi al shawab.
