• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBUDAYAKAN ZAKAT (1)

MEMBUDAYAKAN ZAKAT (1)
Salah satu di antara tugas penting Kementerian Agama ialah membudayakan pengamalan zakat di kalangan masyarakat. Tugas ini tentu sangat urgen mengingat bahwa zakat memiliki peran strategis di dalam kehidupan umat Islam. Sebagai pilar ajaran di dalam Islam tentu zakat memiliki peran strategis bagi kehidupan umat Islam.
Di dalam kerangka pembudayaan zakat tersebut, maka yang sungguh-sungguh perlu untuk diperhatikan adalah tidak hanya mengenai pembayaran zakat akan tetapi juga tentang pemanfaatan zakat. Sebagaimana diketahui bahwa potensi zakat di Indonesia sungguh-sungguh sangat fantastis. Berdasarkan beberapa analisis, maka potensi zakat itu berkisar pada angka 217 trilyun. Angka yang cukup besar sebagai modal ekonomi umat. Besaran angka potensi zakat ini belum diimbangi dengan pembayaran zakat, sebab berdasarkan data Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf untuk tahun 2016 barulah pada angka 5,8 Trilyun saja. Makanya, masih jauh pasak daripada tiang.
Kita sudah memiliki perangkat structural atau kelembagaan yang memadai. Didapati Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama dan juga Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang memiliki organ sampai ke daerah-daerah. Namun demikian efektivitas institusi ini belum optimal. Masih banyak kendala di dalam pengumpulan zakat yang hingga sekarang belumlah bisa diuraikan dengan jelas.
Oleh karena itu tentu harus dipetakan masalah-masalah yang dihadapi oleh BAZNAS dan LAZ di dalam kerangka untuk memahami secara mendasar tentang problem pembayaran zakat ini. Pertama, problem kelembagaan dalam hubungannya dengan pemerintah khususnya Kementerian Keuangan. Meskipun secara jelas digambarkan bahwa pembayaran zakat dapat menjadi instrument bagi pengurangan pajak, tetapi hingga sekarang pemerintah nampaknya enggan untuk melepaskan otoritasnya pada urusan zakat. Makanya, upaya untuk menjadikan zakat sebagai instrument pengurangan pajak rasanya jalan di tempat atau mengalami stagnansi. Jadi, para muzakki terutama kaum pengusaha lalu harus menggunakan dua instrument untuk zakat dan pajak. Seandainya, upaya mengoptimalkan zakat tersebut didampingi dengan instrument pengurangan pajak, maka akan didapati semakin menguatnya upaya orang untuk membayar zakat.
Kedua, kendala belum optimalnya penekanan zakat melalui instansi-instansi pemerintah. Hingga hari ini masih didapati keluhan banyaknya lembaga pemerintah yang belum memiliki Unit Pengumpulan Zakat (UPZ). Makanya, penguatan ke arah penguatan zakat di kalangan instansi pemerintah sepertinya harus makin ditingkatkan. Upaya Presiden Jokowi untuk membayar zakat melalui BAZNAS juga belum diikuti oleh institusi pemerintah untuk mendirikan UPZ dan memerankan SDM yang kuat untuk pembayaran zakat.
Ketiga, kesadaran masyarakat membayar zakat juga belum optimal. Di dalam banyak hal, maka masyarakat masih cenderung untuk membayar zakat bukan pada lembaga resmi zakat, misalnya BAZNAS dan LAZ, akan tetapi membayar kepada masing-masing orang yang diinginkannya. Mungkin bukan karena tidak percaya kepada BAZNAS atau LAZ, akan tetapi sekedar ingin lebih mudah dan simple saja. Masih ada anggapan bahwa yang penting mengeluarkan zakat di manapun dan kepada siapapun. Jadi belum ada kekuatan yang mengharuskan membayar zakat pada lembaga resmi perzakatan. Jadi sebenarnya angka yang didapatkan oleh BAZNAS itu masih angka yang tercatat padanya saja dan belum menggambarkan besaran angka perolehan zakat. Meskipun demikian kiranya jumlah yang membayar zakat dengan caranya sendiri ini juga tidak signifkan jumlahnya.
Di dalam konteks seperti ini, maka program pemberdayaan zakat melalui mekanisme pembudayaan zakat menjadi penting maknanya. Presiden Jokowi telah memberinya contoh, artinya bahwa presiden ingin agar apa yang dilakukannya menjadi contoh bagi masyarakat di dalam membayar zakat. Jika seperti itu yang dilakukan oleh pemimpin negara, sementara rakyatnya belum mengikutinya tentu lalu ada masalah yang dihadapi. Jadi tidak hanya percontohan melakukannya, akan tetapi juga diperlukan upaya untuk mencari solusi bagi hambatannya.
Makanya, hambatan structural menjadikan zakat sebagai instrument pengurangan zakat dan juga kendala ketidakberpihakan instansi pemerintah untuk menindaklanjuti UU Zakat, kiranya harus dicarikan solusinya. Jika kedua hal ini tidak dibuka, maka upaya percontohan oleh siapapun tidak akan menggerakan masyarakat untuk membayar zakat.
Gerakan Pembudayaan Zakat atau GEMAR ZAKAT atau Gerakan Masyarakat Membayar Zakat hanya akan berdampak pada perubahan perilaku jika variabel penghambatnya bisa diatasi. Constrain ini yang kiranya perlu untuk dikaji dan dianalisis untuk menghasilkan rencana aksi bagi pembudayaan zakat.
Jadi, semua upaya untuk menggerakkan masyarakat membayar zakat akan sia-sia jika kendala dan hambatan pembayaran zakat tersebut tidak dibuka. Dengan demikian, BAZNAZ dan Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf memiliki pekerjaan rumah yang cukup berat untuk meyakinkan pemerintah agar zakat dapat digerakkan lebih kuat.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..