MENINGKATKAN KINERJA MELALUI SPIRITUAL INTELLIGENT (1)
MENINGKATKAN KINERJA MELALUI SPIRITUAL INTELLIGENT (1)
Satu hal yang menurut saya sangat penting di dalam membangun fondasi kinerja tinggi ialah yang saya sebut sebagai kinerja berbasis spiritual intelligent. Yang saya maksudkan dengan spiritual intelligent ialah kekuatan energy berbasis pada nilai spiritual yang berpedoman pada ajaran agama atau nilai ketuhanan.
Ada tiga hal penting terkait dengan definisi ini, yaitu: pertama terkait dengan energy ialah kekuatan untuk memenuhi kebutuhan integrative manusia melalui aktualisasi nilai-nilai ketuhanan di dalam dirinya. Sebagaimana diketahui bahwa setiap manusia memiliki kemampuan berketuhanan yang akan terus hidup meskipun yang bersangkutan berada di tempat yang jauh dari nilai ketuhanan itu. Setiap manusia memiliki energy ketuhanan yang tumbuh seirama dengan pertumbuhan intelektualitas, dan emosionalitasnya. Ada yang bisa menjadi actual dan ada juga yang tidak sama sekali menjadi actual. Semua tentu sangat tergantung pada dinamika kehidupan yang bersangkutan.
Di dalam kenyataan aktualisasi potensi spiritual bahwa ada yang menjadi tokoh spiritual hebat, sementara itu juga ada yang tetap menjadi penjahat. Ada yang menjadi insyaf dari kejahatannya, sementara itu juga ada yang terus berada di dalam kubangan kejahatannya. Di dalam dunia agama disebut ada factor hidayah yang menjadi penyebabnya. Hidayah merupakan pemberian Tuhan kepada manusia, untuk menjalani kehidupannnya, baik dalam hubungannya dengan relasi antar manusia manupun Tuhan itu sendiri.
Di dalam sejarah Islam, misalnya diketahui ada individu sebagaimana Khalifah Umar ibn Khattab yang memperoleh hidayah setelah terjadi pergulatan antara menolak dan menerima ajaran agama Islam melalui Nabi Muhammad saw., sementara itu ada Abu Jahal dan Abu Lahab yang terus di dalam kubangan penolakan terhadap kebenaran ajaran agama Islam. Mereka ini terus memusuhi Nabi Muhammad saw sampai akhir hayatnya. Sedangkan Umar Ibn Khattab justru menjadi pembela Islam yang gagah berani untuk menyebarkan ajaran Islam.
Kedua, basis spiritualitas yang sesungguhnya juga hidup bersama manusia. Semua manusia dikaruniai kepemilikan nilai spiritualitas itu. Hampir tidak dijumpai manusia yang tidak memilikinya. Akan tetapi potensi spiritual tersebut bisa menjadi actual atau tidak tentu tergantung pada banyak hal. Orang-orang Komunis yang menyatakan anti Tuhan atau atheis sekalipun dalam suatu keadaan tertentu akan merasakan kebutuhan akan ketuhanan itu. Di kala hidup dalam keheningan, maka akan datang perasaan yang membedakan dengan perasaan kemanusiaan pada umumnya, yang menyelinap memasuki relung-relung batinnya dan membawanya kepada perasaan khusus, dan hal itu akan membawanya kepada suatu keadaan akan pengakuan adanya kekuatan lain di luar dirinya dan alam duniawinya. Dan itulah alam Lahut yang tidak bisa diingkarinya.
Di kala manusia sedang berada di dalam suasana yang tidak menentu, misalnya akan mengalami kecelakaan, maka yang pertama teringat adalah kekuatan adikodrati yang menguasai seluruh kejadian yang akan terjadi. Di dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh ahli psikhologi agama, maka dapat diketahui bahwa di dalam peperangan pada saat peluru berdesing di atas kepada, maka yang disebutnya ialah Tuhan. Apapun Tuhannya itu. Maka seringkali Tuhan hadir di saat-saat manusia berada di dalam situasi yang mencekam, menakutkan atau ketidaknyamanan.
Nilai spiritualitas merupakan milik khusus manusia di dunia ini. Tidak ada satu makhluk hidup yang diberikan Tuhan dengan kepemilikan nilai spiritualitas tersebut. Binatang hanya memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya saja. Makan, minum, hasrat seksual, berteduh di saat hujan atau panas, dan kebutuhan fisik lainnya. Binatang hanya memiliki logika ya atau tidak. Logika dasar yang memang diberikan Tuhan kepada seluruh makhluknya yang hidup di dunia ini.
Manusia dengan kepemilikan spiritualitas itu, maka menjadikannya sebagai makhluk yang sangat lengkap. Manusia bisa menjadi makhluk yang sangat rasional tetapi berinteligensia sosial dan sekaligus juga menjadi makhluk spiritual yang berinteligensi ketuhanan. Saya bahkan menyebutnya bahwa manusia memiliki spirit ketuhanan di dalam dirinya. Manusia memiliki dua potensi sekaligus, yaitu potensi nasut atau kemanusiaan dan potensi lahut atau ketuhanan.
Dari sisi penciptaan, maka manusia agar bisa hidup di dunia ini, maka harus ditiupkan roh oleh Allah, yang di dalam bahasa agama disebut “fayanfuhu fihir ruh” yang artinya, maka “lalu aku tiupkan ruh di dalam dirinya”. Maka manusia, sekali lagi memiliki potensi ketuhanan itu. Pada binatang lainnya tidak didapatkan substansi ketuhanan di dalam dirinya.
Ketiga, aktualisasi nilai-nilai ketuhanan di dalam berkarya. Manusia dengan kemampuan spiritualnya, tentu akan memiliki potensi untuk mengaktualkan kerja berbasis pada nilai spiritualitasnya. Menusia bekerja tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik atau biologisnya semata, akan tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sosial dan integratifnya. Jika manusia hanya bertujuan memenuhi kebutuhan fisiknya maka ukurannya tentu kekenyangan perut, terpenuhinya kebutuhan seksualitas, kebutuhan papan dan pakaiannya, akan tetapi manusia jauh lebih bisa mengejar kebutuhan sosialnya, yaitu kebutuhan untuk berhubungan dengan manusia lainnya, agar semua manusia senang dan puas atas pelayanannya, namun juga kebutuhan spiritualitas yang terkait dengan kepuasan dalam menyenangkan Tuhannya. Jika Allah meridhoinya, maka dipastikan bahwa hidupnya akan lebih tenang dan bahagia.
Jadi bekerja bagi manusia bukan hanya tuntutan akan pemenuhan kebutuhan fisik belaka, akan tetapi juga pemenuhan kebutuhan kemanusiaan dan kebutuhan spiritualitas sekaligus. Inilah keunikan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang memiliki kelebihan di atas makhluk Tuhan lainnya di dunia. Dan dengan bekal tiga intelegensi tersebut, maka manusia berpeluang menjadi insan kamil atau manusia sempurna karena pengabdiannya untuk dirinya, masyarakatnya dan Tuhannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
