PERKUAT PENDIDIKAN DENGAN DIGITALISASI PELAYANAN
PERKUAT PENDIDIKAN DENGAN DIGITALISASI PELAYANAN
Saya merasakan kegembiraan sewaktu saya bisa menghadiri acara yang diselenggarakan oleh IAIN Ponorogo. Sudah lama sekali, Ibu Rektor, Bu Siti Maryam Yusuf, mengundang saya untuk memberikan pencerahan kepada seluruh pejabat di IAIN Ponorogo. Akan tetapi baru kali ini, Sabtu, 04/03/17, saya bisa hadir. Acara ini bertepatan diselenggarakan di Solo, di Hotel Lor Inn, dan dihadiri oleh seluruh jajaran pejabat baik struktural maupun fungsional IAIN Ponorogo.
Acara raker seperti ini tentu penting sebagai ajang untuk membangun kebersamaan dan kerja sama, terutama untuk melaksanakan kegiatan, baik akademik maupun non akademik di perguruan tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa ada lima aspek yang menjadi pelayanan pendidikan tinggi, yaitu: layanan jasa kurikuler, layanan jasa nonkurikuler, layanan jasa penelian, layanan jasa pengabdian masyarakat dan layanan adminisrasi pendidikan. Semua harus dilakukan untuk tujuan kepuasan pelanggan dan bahkan loyalitas pelanggan.
Di dalam kesempatan ini, saya sampaikan tiga hal penting yaitu: pertama, agar PTKIN berusaha secara optimal untuk memenuhi misi pendidikan tinggi Islam. Sebagaimana diketahui bahwa sesuai dengan Renstra Kemenag, bahwa misi Pendidikan tinggi Islam ialah untuk memperluas akses dan pemerataan pendidikan tinggi, untuk meningkatkan pelayanan pendidikan tinggi, untuk meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan tinggi, dan untuk meningkatkan kualitas penelitian. Saya menekankan pada peningkatan kualitas pelayanan pendidikan tinggi dan kualitas penelitian.
Dua hal ini saya anggap sangat urgen sebab kualitas pelayanan menjadi tolok ukur bagi keberhasilan pendidikan. Pelayanan berbasis pada kepuasan pelanggan tentu menjadi ukuran apakah pendidikan kita itu berhasil atau tidak. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan merupakan instrumen bagi peningkatan kualitas manusia Indonesia. Pada tahun 2035 diharapkan sedikitnya ada sebanyak 100 juta lebih masyarakat Indonesia yang menjadi kelas menengah baru. Diharapkan bahwa dari jumlah tersebut, maka ada banyak alumni PTKIN yang berada di dalamnya. Keberhasilan pendidikan di bawah Kemenag adalah jika semakin banyak orang Indonesia yang bisa menjadi bagian dari klas menengah yang berlatar pendidikan dari PTKIN.
Pelayanan pendidikan tentu menjadi indicator bagi keberhasilan pendidikan untuk mereformasi dirinya. Jangan sampai lembaga pendidikan tinggi sebagai gudang orang pintar, cerdas dan bermoral lalu tidak memberikan kontribusi positif bagi keberhasilan pendidikan untuk mengantarkan alumninya untuk menjadi orang sukses. Makanya, yang sangat diharapkan untuk menyumbangkan peningkatan kompetensi dan kompetisi bangsa ialah lembaga pendidikan tinggi, tidak terkecuali ialah PTKIN yang berada di bawah Kemenag.
Di tengah perubahan demi perubahan di dunia pelayanan public, misalnya dengan berlakunya paradigma baru, customer loyalty, maka sudah sepantasnya jika PTKIN memelopori berkembangnya pelayanan public berbasis pada customer loyalty. Jangan hanya dunia bisnis yang mengembangkan konsep ini, akan tetapi PTKIN juga harus berbuat secara optimal.
Kedua, peningkatan kualitas penelitian. Perguruan tinggi merupakan wahana paling penting sebagai institusi yang bergerak di bidang penelitian. Sebagai perwujudan dari tri dharma pendidikan tinggi, maka penelitian memiliki fungsi strategis di dalam konteks pengembangan pendidikan. Lembaga pendidikan yang bermutu ditentukan oleh banyaknya penelitian para dosennya yang bernilai outstanding. Jadi yang diharapkan bukan penelitian untuk kepentingan kenaikan jabatan, akan tetapi penelitian untuk kepentingan pengembangan ilmu dan juga kebijakan publik.
IAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi memanggul tugas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Maju atau mundurnya dunia ilmu pengetahuan sangat tergantung kepada bagaimana penelitian menjadi tradisi lembaga pendidikan tinggi. Perguruan tinggi seperti Harvard University, Oxford University, MIT, Al Azhar University dan sebagainya tentu dikenal oleh dunia internasional karena penelitian para profesornya di bidang ilmu pengetahuan. Keberhasilan para professor untuk menyabet penghargaan Nobel, tentu karena kualitas penelitian yang dilakukan oleh para professornya. Makanya di Inggris yang menjadi daya tarik para mahasiswa strata dua untuk memasuki PT adalah karena peran akademik para professornya.
Tentu saja PTKIN masih jauh dari posisi tersebut, akan tetapi bukan salah jika kemudian PTKIN juga mengarahkan pandangannya untuk mengembangkan penelitian menuju kepada penguatan dan pengembangan riset, baik akademik maupun kebijakan.
Ketiga, lembaga pendidikan harus melakukan inovasi untuk penguatan pelayanan kepada stakeholdernya. Era sekarang ditandai dengan digitalisasi layanan. Salah satu kekuatan pelayanan kepada public ialah pelayanan berbasis teknologi informasi. Saya menyatakan di dalam rakernas Kemenag, bahwa tahun 2017 dijadikan sebagai tahun digitalisasi pelayanan Kementerian Agama. Makanya, PTKIN harus memulai untuk melakukan pelayanan berbasis digital ini. Jangan sampai PTKIN tertinggal dari perubahan cepat berbasis digital.
Oleh karena itu, PTKIN harus memetakan mana pelayanan yang bisa didigitalisakan dan mana yang harus tetap manual. Yang bisa didigitalisasikan maka harus dikerjasamakan dengan ahli aplikasi IT untuk dapat dibuat aplikasi IT-nya, sehingga akan dapat digunakan sebagai basis layanan PTKIN. Salah satu penyebab mengapa Kementerian Ristekdikti dapat menempati warna hijau dalam penilaian Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sesuai dengan informasi kepala ORI ialah penerapan teknologi informasi di dalam pelayanannya.
Oleh karena itu, jika perguruan tinggi ingin memberikan kontribusi di dalam peningkatan kualitas layanan kepada public, maka yang diperlukan ialah bagaimana PTKIN mendevelop pelayanan public berbasis pada IT. Dan saya kira PTKIN bisa melakukannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
