PENGUATAN TATA KELOLA PTKIN
PENGUATAN TATA KELOLA PTKIN
Hari Sabtu, 17/02/2017, saya diundang oleh IAIN Sultan Amai Gorontalo dalam rangka rapat kerja awal tahun 2017. Acara ini dihadiri oleh segenap jajaran pimpinan IAIN Sultan Amai Gorontalo: Rektor, wakil rektor, dekan, wakil dekan, para pimpinan lembaga dan juga kabiro dan jajaran pejabat struktural lainnya. Kegiatan ini diselenggarakan di Hotel Sahid Surabaya.
Saya memang antusias di kala diundang oleh PTKIN terutama di dalam raker seperti ini. Bagi saya tentu menjadi penting untuk memberikan penjelasan tentang apa dan bagaimana mengelola pendidikan tinggi di era kompetisi yang semakin ketat di dalam berbagai bidang. Sebagaimana diketahui bahwa mengelola lembaga pendidikan tinggi saya kira sangat berbeda dengan mengelola birokrasi pada umumnya, tidak hanya administrasi tetapi juga akademik. Melalui perguruan tinggi inilah generasi muda Indonesia akan dipersiapkan untuk menjemput masa depan.
Ada dua hal yang saya sampaikan di dalam forum ini, yaitu: pertama, rencana strategis Kemenang di dalam ruang lingkup pendidikan tinggi Islam, ialah peningkatan akses, mutu dan relevansi pendidikan tinggi. Sebagaimana dipahami bahwa hingga tahun 2019, maka pemerintah masih memiliki kewajiban untuk meningkatkan akses pendidikan, peningkatan mutu dan penguatan tata kelola. Oleh karena itu, lalu renstra ini dibreakdown menjadi empat hal ialah : 1) Perluasan akses dan pemerataan pendidikan tinggi. Salah satu di antara problem kita adalah meningkatkan akses pendidikan dan pemerataan pendidikan. Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi Islam masih berada di dalam kisaran 3-4 persen dari kira-kira APK nasional pendidikan tinggi sebesar plus minus 27 persen. Dengan demikian, maka menjadi tugas para pimpinan perguruan tinggi Islam untuk terus berupaya meningkatkan akses kelembagaan, akses mahasiswa dan juga pemerataan pendidikan tinggi itu.
Kita tentu bersyukur bahwa upaya untuk transformasi pendidikan tinggi terus dilakukan sehingga jumlah lembaga pendidikan tinggi kita yang naik kelas atau alih status semakin banyak. Dan sebagaimana diketahui bahwa dengan perubahan status PTKIN dari sekolah tinggi menjadi institut dan dari institut menjadi universitas mempengaruhi terhadap kuantitas mahasiswa. Jumlah peminat makin banyak dan peluang perluasan akses makin kelihatan. Upaya untuk menambah prodi baru dan juga fakultas baru ditopang oleh pendanaan infrastruktur yang makin baik tentu berkorelasi dengan peningkatan akses dan pemerataan pendidikan ini.
2) peningkatan kualitas layanan pendidikan. Saya kira menjadi tugas semua pimpinan PTKIN untuk terus memperbaiki kualitas layanan. Sekarang sudah bukan lagi era kepuasan pelanggan tetapi fanatisme pelanggan atau loyalitas pelanggan. Jadi yang diperlukan adalah ada berapa banyak orang yang bisa mereferensikan atau mempromosikan PTKIN kita untuk orang lain. Mungkin sekali waktu, Lemlit kita itu melakukan semacam survey tentang loyalitas pelanggan ini. Jika di dunia perusahaan dilakukan survey berbasis pada Net Promoter Score (NPS), maka di PTKIN juga diperlukan upaya serupa. Hal ini diperlukan untuk memahami apa dan bagaimana harapan, keinginan dan loyalitas pelanggan tentang pelayanan PTKIN.
Sebagai lembaga yang memberikan layanan jasa akademis, layanan jasa non akademis, layanan jasa penelitian, layanan jasa pengabdian masyarakat dan layanan jasa administrasi, maka semua layanan ini harus memuaskan pelanggan bahkan loyalitas pelanggan. Orang tidak puas kalau tidak memasukkan anaknya di PTKIN.
3) Peningkatan mutu tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan. Berdasarkan survey di Inggris, bahwa seseorang tertarik untuk memasuki program pasca sarjana ditentukan pada seberapa banyak professor hebat di dalamnya. Lalu coba kita pikirkan, ada berapa banyak professor yang kita punya dan memiliki reputasi baik di dunia internasional maupun nasional. Di IAIN Sultan Amai Gorontalo tampaknya belum memiliki professor, maka menjadi tugas kita semua untuk melakukan percepatan berbasis kualitas agar para doctor yang jumlahnya sebanyak 50 orang itu untuk terus berkarya agar bisa menjadi guru besar. Berapa tiap tahun yang bisa diajukan untuk menjadi professor. Jika masalahnya pada jurnal internasional, maka harus dicari tenaga pendamping agar bisa mengisi ruang kosong jurnal internasional. Jadikan ini sebagai prioritas selain program lainnya yang dianggap urgen. Lalu juga terkait dengan program pembelajaran. Saya pernah melakukan otokritik bahwa pembelajaran di PTKIN itu tidak lebih dari hanya sekedar kelanjutan pembelajaran di Sekolah Menengah Atas. Mestinya, mahasiswa diarahkan agar terus melakukan pencarian, ada proses invention atau discovery. Jangan hanya mengajar yang biasa saja. Jangan mengajar seadanya, tetapi harus optimal.
4) Peningkatan kualitas hasil penelitian. Jangan ada dosen yang meneliti hanya untuk tujuan kenaikan jabatan. Penelitian harus diarahkan pada bagaimana menemukan konsep baru atau teori baru yang diperlukan untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Dosen harus melakukan penelitian secara serius agar menghasilkan penelitian yang bisa memperoleh penghargaan baik di level nasional maupun internasional. Bukan sekedar hasilnya itu bisa diakui oleh Scopus, akan tetapi memiliki signifikansi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di dalam bidangnya. Saya pernah terlibat di dalam pengkajian hasil penelitian untuk menjadi professor dan betapa kecewa sebab hasil penelitian itu sama sekali tidak menggambarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang doctor dan calon professor.
Oleh karena itu, saya sungguh berharap agar momentum raker seperti ini dapat dijadikan sebagai momentum untuk melakukan introspeksi diri bagi semua pimpinan PTKIN dalam berbagai levelnya untuk terus mempertanyakan apa yang sudah kita lakukan untuk mengembangkan pendidikan tinggi kita.
Kedua, kita semua berkeinginan untuk menjaga kualitas kemajuan PTKIN. Terutama yang sangat mendasar ialah mengenai tata kelola keuangan dan laporan akuntabilitas kinerja. Makanya, harus diperhatikan beberapa catatan saya tentang pengelolaan keuangan. Dari berbagai temuan BPK maupun Inspektorat Jenderal Kemenag, maka ada empat hal jika ditipologikan, yaitu: 1) pengelolaan asset belum tertib. Di semua PTKIN masih menghadapi persoalan penataan asset, baik dari sisi pemenfaatan maupun administrasinya. 2) Pengelolaan PNBP belum optimal dan masih ada beberapa kelemahan. Di antara yang menonjol ialah mengenai penggunaan langsung PNBP bagi satker non BLU dan juga kurang tertib administrasinya. 3) kepatuhan pada regulasi juga masih menjadi tantangan kita. coba misalnya masih ada pembayaran yang melebihi Standart Biaya Umum (SBU), dan juga kekurangtertiban di dalam pembayaran-pembayaran. 4) perlunya meningkatkan pengawasan internal. Semua eleman pimpinan PTKIN dalam semua levelnya harus memahami secara mendalam mengenai program atau kegiatan dan juga pelaksanaanya bahkan laporan keuangannya. Pengawasan ini diperlukan agar tidak terjadi kesalahan di dalam pengelolaan keuangan negara.
Perguruan tinggi itu memiliki dua fungsi penting yaitu mengembangkan kualitas akademis dan juga kualitas tata kelolanya. Makanya, semua harus memiliki awareness kepada keduanya, agar PTKIN kita ke depan akan semakin menarik minat masyarakat untuk memasukkan anaknya di tempat kita. Dan kita yang memiliki tugas dan fungsi seperti itu.
Wallahu a’lam bi al shawab.
