MEMAHAMI KEMENANGAN SEMENTARA AHOK DI PILKADA DKI (2)
MEMAHAMI KEMENANGAN SEMENTARA AHOK DI PILKADA DKI (2)
Kemenangan Pak Ahok dalam putaran pertama pilkada DKI tentu tidak diprediksi oleh banyak kalangan. Berbagai maneuver untuk menghadang Ahok ternyata tidak mempan. Bahkan kasus yang dijadikan sebagai sarana untuk menjatuhkannya justru menjadi sarana untuk menghembuskan isu sara di media sosial.
Kasus penghinaan terhadap Al Qur’an ternyata memang bukanlah isu yang bisa mengantarkannya untuk jatuh tertelungkup. Alih-alih jatuh akan tetapi justru berkibar setinggi-tingginya. Dengan dukungan masyarakat pemilih DKI sebesar 42 persen lebih tentu menggambarkan betapa antusiasme masyarakat DKI untuk memenangkannya.
Jebakan dengan menggunakan dalih penistaan atau penghinaan Al Qur’an, surat Al Maidah ayat 51 ternyata tidak cukup ampuh untuk menghentikan langkah Pak Ahok kembali bertarung di pilkada DKI. Status tersangka baginya untuk menghentikan derap langkahnya juga nyaris tidak berdampak apapun. Bahkan dugaan korupsi pada Rumah Sakit Sumber Waras juga tidak memiliki sedikitpun dampak baginya untuk terus bermanuver memenangkan pilkada DKI.
Bagi saya, Pak Ahok itu ibarat ikan belut. Licin dan sulit untuk ditangkap. Dia selalu memiliki energi untuk membalikkan berbagai prediksi para pengamat dan juga para penentangnya tentang peluang memenangkan pilkada DKI. Jika orang lain, tentu sudah menyerah kalah dengan berbagai maneuver dewasa ini, seperti aksi damai yang diselenggarakan oleh umat Islam, 411, 212, dan 112.
Adakah yang lebih hebat dari berkumpulnya jutaan orang untuk melakukan aksi damai dalam kerangka politik keagamaan seperti yang kita lihat dewasa ini. Saya kira aksi damai itu adalah yang sangat monumental dalam kerangka untuk menyuarakan penolakan terhadap seseorang yang akan menjadi pemimpin daerah. Jadi, saya kira upaya untuk melakukan penghentian terhadap Ahok sudah mencapai puncaknya.
Kemenangan sementara Ahok tentu menyisakan pertanyaan yang sangat mendasar, apakah umat Islam masih akan melakukan maneuver-maneuver penting? Jawabannya tentu iya. Hanya persoalannya ialah apakah aksi-aksi tersebut akan bisa memenangkan paslon Anies-Sandiaga untuk pertarungan pilkada DKI. Di dalam pemikiran saya, bahwa setelah terjadi pertarungan head to head sekarang ini, maka pertarungan sebenarnya akan segera terjadi.
PDI-P sebagai partai dengan jam terbang tinggi dan terbukti bisa memenangkan Pilpres, tentu memiliki strategi yang sangat jitu untuk memenangkan pertarungan ini. Lalu jika Anies-Sandiaga hanya didukung lewat aksi-aksi damai di jalanan, saya kira akan menemui kesulitan yang signifikan. Menurut saya, aksi damai itu hanya akan “mewarnai” pilkada dan bukan menentukan “pemenangan” pilkada. Aksi damai hanya menjadi perekat moralitas dan bukan menjadi penentu kemenangan. Jika team Anies-Sandiaga tidak mampu untuk mengelola umatnya, bisa jadi perolehan suaranya akan justru menurun.
Masyarakat Jakarta ini sungguh-sungguh fragmatis. Artinya, pilihan politik itu sangat ditentukan oleh bagaimana paslon itu dapat memberikan harapan yang kongkrit dan didukung oleh team yang hebat untuk memenangkannya. Team PDI-P saya kira sudah sangat berpengalaman memenangkan Jokowi-Ahok dalam pilkada di DKI dan kemudian memenangkan Pak Jokowi untuk menjadi presiden RI mengalahkan Pak Prabowo Subianto. Saya kira ini merupakan pertarungan jilid II, di mana Bu Mega melawan Pak Prabowo. Adakah Bu Mega yang akan memenangkan pertarungan ataukah Pak Prabowo yang akan memenangkannya. Yang pasti salah satu akan menang dan satu lainnya akan kalah.
Jadi, saya kira peran team pemenangan partai akan sangat menentukan terhadap kemenangan paslon ini. Melihat rekam jejak team Ahok yang didukung oleh PDI-P dan Golkar, saya kira pertarungan ini akan menjadi sangat seimbang. Dan pada akhirnya, siapa yang memiliki sumber daya yang hebat: modalitas uang, modalitas pendukung ideologis, modalitas team yang hebat, modalitas agama dan modalitas etnis yang baik akan memperoleh keuntungan dan potensi untuk memenangkan pilkada DKI.
Dan yang terakhir tentu takdir Tuhan yang bisa menentukan siapa yang sesungguhnya akan memenangkan pertarungan di dalam pilkada DKI. Sebagai pengamat tentu bisa berkomentar dengan berbagai caranya, bisa di TV, Radio, medsos dab bahkan blog seperti yang saya lakukan ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.
