• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PERKUAT KINERJA DENGAN EMOTIONAL INTELLIGENT (2)

PERKUAT KINERJA DENGAN EMOTIONAL INTELLIGENT (2)
Saya bersyukur bahwa di sela-sela kesibukan masih bisa menulis. Di dalam hal ini tentu ketika saya kembali dari perjalanan Denpasar ke Jakarta. Saya akan melanjutkan tulisan saya dengan tema yang sama, yaitu “Perkuat Kinerja dengan Emotional Intelligent”. Sebagaimana yang sudah saya tuliskan bahwa ada tiga hal mendasar terkait dengan emotional intelligent, yaitu: adaptability, collaboration dan empathy.
Saya akan membahas tentang kolaborasi. Di dalam kolaborasi tentu ada beberapa kata kunci misalnya ialah kesepahaman, kesamaan visi dan misi, kerja sama dan kerja keras. Organanisasi modern tentu ditandai dengan pemilahan tugas dan fungsi serta SDM yang terdapat di dalam struktur. Ia ditandai dengan spesifikasi fungsi di dalam struktur birokrasi tersebut. Semuanya dijalankan berbasis pada regulasi yang dipahami bersama oleh SDM yang menjalankan fungsi dimaksud.
Kolaborasi merupakan kunci sukses di dalam menjalankan roda birokrasi. Di dalam birokrasi modern, maka diniscayakan bahwa terdapat SDM dengan berbagai keahlian yang akan menjalankan fungsi yang dipercayakan kepadanya. Melalui pembagian peran dan fungsi itu, maka semuanya akan menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangannya tetapi membentuk perilaku sistemik di dalam birokrasi untuk mencapai tujuan bersama.
Birokrasi itu ibarat pagelaran orchestra yang memungkinkan seorang pemusik melakukan dinamika dan improvisasi untuk mengotimalkan perannya, akan tetapi berada di dalam harmoni dengan pemusik lainnya. Ada perkusi, ada drum, ada melodi, ada bass, dan sebagainya yang masing-masing berdinamika dan berimprovisasi secara optimal di bawah komando dirijen yang menjadi pengarah dan pemandu semua pelaku untuk menghasilkan irama music yang indah dan nyaman untuk diperdengarkan.
Ibaratnya, seorang dirijen adalah seorang pemimpin dalam institusi, yang dia mengarahkan dengan komandonya itu dan semua pemusik atau staff memahaminya dengan bahasanya masing-masing, akan tetapi semua terarah kepada satu misi menghadirkan suara music yang indah dan nyaman atau menghadirkan pelayanan yang optimal. Agar semua memahami bahasa yang digunakan oleh dirijen atau pemimpinnya, maka tentu ada gelombang yang sama sehingga semua tune in dengan apa yang diperbuat oleh dirijen atau pemimpinnya. Kegagalan pemimpin adakalanya dipicu oleh ketidakmengertain staf terhadap perintah atau tindakan yang dilakukan oleh pemimpinnya itu.
Jadi agar seorang pemimpin dapat memperoleh kesuksesan, maka diperlukan di dalam dirinya kemampuan untuk melakukan kolaborasi antara dia dengan staffnya dan juga antara staf dengan staf lainnya. Jadi diperlukan kolaborasi ke atas dan juga ke samping atau kolaborasi vertical dan horizontal. Kolaborasi vertical harus dibangun di atas kesepahaman, kerelaan dan kebersamaan. Kolaborasi tidak dibangun di atas perintah saja sehingga akan menyebabkan terjadinya tekanan di dalam pekerjaan.
Lalu yang tidak kalah penting ialah empati atau menempatkan diri di dalam posisi dan diri orang lain. Seorang pemimpin harus merasakan apa yang dirasakan oleh stafnya. Merasakan itu tidak dalam konteks mengerjakan pekerjaan yang dilakukan oleh staf akan tetapi merasakan bagaimana seandainya berada di dalam posisi itu. Orang yang memiliki empati tentu akan bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dengan tanpa berada di dalam posisi tersebut. Dia memiliki kepekaan yang sangat baik untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Kepekaan atas posisi orang lain itu bukan sesuatu yang given semata, akan tetapi tentu dapat dipelajari. Siapa pun akan bisa melakukannya jika ada keinginan untuk memahaminya.
Di dalam dunia birokrasi janganlah selalu mengukur apa yang dilakukan oleh orang lain dengan apa yang bisa kita lakukan. Jangan jadikan ukuran kemampuan kita untuk menggeneralisasi kemampuan yang lain. Makanya, memahami kapasitas dan kemampuan orang lain lalu menjadi penting di dalam kepemimpinan. Melalui pemahaman atas hal itu, maka kita akan bisa mengajaknya bekerja sesuai dengan kapasitasnya dan kemampuannya dan menempatkannya pada posisi yang relevan dengannya.
Di dalam konteks ajaran agama Islam, maka kita diperintahkan untuk berbicara sesuai dengan kemampuan orang lain yang kita ajak bicara. Saya kira berbicara di dalam konteks ini tidak hanya dapat diterapkan dalam ungkapan lesan saja akan tetapi juga bisa dimaknai sebagai perilaku atau tindakan yang dilakukan. Dengan demikian, jika kita melakukan pembicaraan dan pekerjaan hendaknya dengan menempatkan diri kita itu di dalam konteks orang lain yang berada di sekeliling kita. Artinya, kita harus mengukur kemampuan orang sesuai dengan kemampuannya dan bukan dengan ukuran kemampuan diri kita saja.
Saya ingin menjelaskan bahwa ada varian-varian kemampuan dan kapasitas individu yang harus dipertimbangkan di dalam mengambil keputusan. Dengan cara ini, maka kita tidak akan jatuh kepada pemberian beban yang berlebihan kepada staf kita di tengah ketidakmampuannya untuk menyangga beban berlebih yang dipercayakan kepadanya.
Hanya saja yang diperlukan tentu saja adalah bagaimana sebagai pemimpin kita harus membangun kerja keras dalam business process yang lazim untuk mencapai target optimal yang menjadi visi dan misi kita. Dengan adaptasi yang benar, kolaboras yang tepat dan empati yang membangun, maka tentu akan dihasilkan outcome yang lebih baik.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..