TRANSFORMASI PTKN SEBAGAI ARENA PERUBAHAN MINDSET
TRANSFORMASI PTKN SEBAGAI ARENA PERUBAHAN MINDSET
Bulan Januari memang menjadi ajang bagi banyak instansi pemerintah untuk melakukan rapat kerja (raker) dalam kerangka untuk melakukan evaluasi kinerja tahun sebelumnya dan menjalankan program pada tahun berlangsung. Bertempat di Hotel Pajajaran Bogor, IAIN Sultan Thaha Saifuddin (STS) Jambi, melakukan raker yang diikuti oleh segenap jajaran pimpinannya. Rektor Dr. Hadari Hasan, para Wakil Rektor, Dekan, para Wakil Dekan, Kabiro dan juga segenap jajaran pejabat lainnya hadir pada acara yang diselenggarakan pada tanggal 26/01/2017.
Sebagaimana diketahui bahwa IAIN STS Jambi akan melakukan transformasi menjadi UIN, sebagaimana IAIN Raden Intan Lampung, IAIN Imam Bonjol Padang, IAIN Mataram, dan IAIN Antasari Banjarmasin. Saya kira tinggal menunggu waktu saja, sebab semua persyaratan baik administrative maupun akademis sudah lengkap. Semua tentu berharap segera bisa berubah statusnya tersebut.
Di dalam banyak kesempatan saya sampaikan bahwa menjadi UIN itu bukan tujuan akhir tetapi tujuan antara, sebab perubahan status atau bentuk merupakan tujuan instrumental di dalam kerangka untuk meraih prestasi akademik tertinggi secara kelembagaan. Oleh karena perubahan status atau bentuk merupakan instrument, maka yang sangat mendasar adalah bagaimana mengisi bentuk yang berubah tersebut dengan kualitas akademis yang unggul. Harus mengubah mindset ke arah yang lebih baik.
Saya menyampaikan tiga hal mendasar terkait dengan raker ini, yaitu: Pertama, tantangan PTKIN itu luar biasa di era atau zaman yang selalu berubah dengan cepat. Jika kita tidak mengikuti perubahan itu, maka bisa dibayangkan bahwa kita akan tertinggal. Kita akan bisa dilindas oleh perubahan yang cepat. Di dalam kehidupan keberagamaan, tentu kita tidak menduga bahwa akan terjadi lompatan kehidupan beragama yang sangat fantastis. Di sekeliling kita semakin banyak masyarakat yang mengamalkan ajaran agama. Akan tetapi tingginya pengamalan beragama tersebut tidak berbanding lurus dengan perilaku sosialnya. Beragamanya makin baik, akan tetapi intoleransinya juga semakin meningkat atau sikap kebangsaannya juga semakin tipis.
Saya mengapresiasi tindakan cepat yang dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam pada Ditjen Pendidikan Islam untuk melakukan Focus Group Discussion (FGD) di dalam rangka menindaklanjuti arahan Menteri Agama, Bapak Lukman Hakim Saifuddin, agar kita melakukan langkah strategis menghadapi semakin kuatnya potensi disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, seluruh PTKIN diharapkan dapat menjadi center atau pusat bagi penyemaian agen bangsa untuk mengeliminasi atau menihilkan upaya disintegrasi bangsa. PTKIN harus menjadi center of religious harmony (CRH) atau crisis center for religious and social relation (C2RSR). Melalui kapasitas dosen dan mahasiswanya, maka PTKIN bisa membangun kemampuan agensi untuk menjadi penyelamat integrasi bangsa.
Kedua, SDM PTKIN harus memiliki kepekaan untuk melakukan penelitian dalam menjawab permasalahan bangsa. Saya kira tidak hanya penelitian akademik murni saja yang harus dilakukan akan tetapi juga penelitian yang bertajuk menjawab problema bangsa yang akut maupun yang temporer. Dengan semakin banyaknya doctor dan professor yang dimiliki oleh PTKIN maka hal itu harus menjadi jaminan bagi bangsa ini untuk eksis di era gempuran ideology lain yang terus menggerus NKRI dan keberagamaan kita. Pusat-pusat studi atau kajian harus semakin banyak dengan variasi bidang yang jelas. Para professor harus membangun pusat studi yang bisa menjadi ekselensi bagi institusinya.
Menurut saya para doctor dan professor harus diberi waktu yang cukup untuk menjalankan tugas penelitian, sehingga akan menghasilkan riset yang unggul untuk menjawab problem bangsa. Para professor jangan terkungkung di dalam menara gading yang jauh dari masalah-masalah sosial dan keagamaan kita. Itulah sebabnya yang diharapkan dari perubahan bentuk PTKIN menjadi universitas adalah agar dapat mengubah tampilan SDM-nya untuk semakin menggeluti terhadap dunia akademik yang bersentuhan dengan kehidupan masyarakat.
Ketiga, perlu perubahan mindset program. Jangan hanya copy paste. Apa yang dilakukan tahun lalu harus juga dilakukan tahun ini. Terkecuali memang program jangka panjang yang bercorak multi years. Harus ada keberanian untuk melakukan perubahan di dalam perencanaan program terutama menyongsong perubahan bentuk menjadi UIN. Itulah sebabnya, PTKIN harus memperkuat tim perencanaan agar lebih bersinergi dengan pimpinan institusi di era sekarang. Program riset yang bertali temali dengan program pendidikan dan pengajaran serta program riset yang berkaitan dengan pencarian solusi bagi kehidupan bangsa seharusnya menjadi garapan di dalam program kita.
Sebagaimana arahan Pak Menteri, bahwa sekarang saatnya untuk melakukan realokasi anggaran agar lebih relevan dengan kebutuhan stakeholder PTKIN. Jadi memang saatnya sekarang untuk mereview terhadap komposisi anggaran PTKIN dalam rangka untuk lebih mendayagunakan anggaran tersebut pada hal-hal yang urgen. Jangan sampai kita menggunakan anggaran tanpa logika kebutuhan dan sasaran yang benar.
Para pimpinan PTKIN haruslah menjadi contoh pendayagunaan anggaran pada dimensi urgensi berbasis pada data yang valid, kebutuhan sasaran dan target yang diprioritaskan untuk mencapai visi dan misi kelembagaan pendidikan tinggi.
Wallahu a’lam bi al shawab.
