• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBAHAS POTENSI DISINTEGRASI BANGSA MELALUI PTKN (2)

MEMBAHAS POTENSI DISINTEGRASI BANGSA MELALUI PTKN (2)
Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam pada Ditjen Pendidikan Islam, saya kira merupakan jawaban sementara atas arahan Menteri Agama, Pak Lukman Hakim Saifuddin, agar PTKIN terlibat lebih aktif dalam rangka menjawab tantangan bangsa yang disebut oleh Pak Jokowi sebagai “darurat radikalisme”.
Ada banyak masukan yang disampaikan oleh para Rektor PTKIN di dalam acara ini, tetapi jika dipetakan maka bisa dilihat dari tiga aspek. Pertama, sebagaimana yang disampaikan oleh Rektor IAIN Samarinda, Dr. Moh. Ilyasin, bahwa sesungguhnya PTKIN sudah melakukan gerakan pengkajian dan penelitian serta aksi untuk meredam dan menanggulangi terhadap gerakan radikalisasi agama. Di IAIN Samarinda sudah terdapat kerjasama dengan pihak lain untuk melakukan penelitian dan pembahasan mengenai merebaknya gerakan radikalisme tersebut.
Pernyataan ini diamini oleh Rektor IAIN Solo, Dr. Mudhofir, yang menyatakan bahwa memang PTKIN harus menjadi pusat kajian dan gerakan yang bertujuan untuk mengeliminasi dan menghentikan gerakan disintegrasi bangsa. PTKIN harus membangun pusat-pusat kajian dan aksi deradikalisasi melalui bangunan struktur kelembagaan yang kuat, jaringan kerjasama yang baik dan juga menjadi pusat untuk mengembangkan informasi yang benar, rasional dan bermanfaat.
Dalam nada yang sama, Rektor IAIN Ternate, Dr. Abdurrahman Marasabessy juga menyatakan bahwa PTKIN tentu dapat menjadi lembaga yang dapat membentengi terhadap gerakan Islam fundamental. Jangan sampai semua umat Islam lalu mengidolakan orang Islam yang sepaham dengan gerakan-gerakan ISIS, Islam radikal atau fundamental. Di Ternate sekarang ini, banyak umat Islam yang mengidolakan Habib Rizieq Syihab sebagai pemimpin umat Islam. Mereka hanya melihat ketokohannya saja dan tidak melihat siapa dan apa yang berada disekitarnya.
Kedua, lembaga pendidikan memiliki tugas tidak hanya untuk mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi juga untuk kepedulian terhadap kehidupan masyarakat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Prof. Muhibbin, Rektor UIN Walisongo Semarang, bahwa kita jangan terjebak pada asumsi bahwa yang melakukan radikalisme itu hanya umat Islam. Di negara-negara lain, radikalisme itu terkait dengan agama yang dominan di sana. Misalnya di Amerika Serikat tentu agama Nasrani, di India tentu agama Hindu, di Thailand tentu saja agama Buddha. Jadi janganlah memberikan label gerakan radikalisme bagi agama tertentu. Tetapi menyikapi terhadap kenyataan empiris sekarang ini, maka perguruan tinggi harus memberikan jawaban secara riil dan strategis untuk melakukan gerakan preventif. Yang juga perlu dilakukan adalah lembaga pendidikan di Kemenristekdikti. Di situ saya kira jauh lebih banyak potensinya untuk menjadi radikal. Jadi harus ada pendekatan yang komprehensif terpadu untuk melakukan deradikalisasi.
Rector IAIN Banten, Prof. Dr. Fauzul Iman, juga menyatakan bahwa tipologi radikalisme itu sebenarnya bisa dilekatkan kepada semua agama. Hanya saya kira yang memang harus menjadi perhatian para pimpinan PTKIN adalah sejauh mana peran gerakan radikalisasi itu dapat dihentikan. Jangan sampai kita terlena untuk memberantas radikalisme tetapi kemudian terpuruk dari aspek akademis. Jadi keduanya harus dilakukan secara simultan.
Ketiga, upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk melakukan gerakan deradikalisasi. Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Abd.A’la, menyatakan bahwa gerakan radikalisasi harus dilawan. Yang memiliki peran penting untuk mengerem radikalisme di kampus adalah para pimpinan dan dosen. Saya menjadi kecewa ketika ada seseorang yang jelas-jelas di dalam Pelatihan Pra Jabatan, di mana yang bersangkutan tidak mau menghormat bendera, tidak mau mengakui NKRI dan memiliki paham khilafah ternyata tetap lulus di dalam ujian akhir di Latihan Pra Jabatan. Ini sebuah ironi. Makanya, seharusnya ada kesepahaman tentang profile ASN dosen macam apa yang seharusnya bisa menjadi dosen di PTKIN. Jika hal ini tidak dilaklukan, maka sesungguhnya kita sudah membesarkan harimau di rumah kita dan suatu ketika akan menerkam kita.
Rector UIN Sunan Kalijaga Jogyakarta menyatakan bahwa ke depan harus diperhatikan para alumni Timur Tengah yang tidak memiliki akses ke PNS atau lainnya. Kebijakan Prof. Munawir Syadzili dulu pernah mengirimkan para dosen untuk belajar di Barat karena berdasarkan pengalamannya bahwa belajar di Barat tidak mengajarkan radikalisme, sebab diajarkan perilaku yang terbuka dan demokratis. Yang menjadi radikal kebanyakan adalah alumni Timur tengah, yang memang diajarkan tentang pandangan yang sempit dan ketika kembali ke Indonesia maka yang dilakukan adalah keinginan untuk mewujudkan paham keagamaannya itu. Ke depan seharusnya mereka diberi akses kepada mereka untuk bergaul dengan lainnya sehingga mereka memiliki pemikiran yang lebih luas.
Dari berbagai pandangan tersebut, saya kira ada banyak gagasan yang muncul dari FGD ini. Tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengelola gerakan kontra radikalisme itu menjadi program dan kegiatan di PTKIN. Jangan sampai kita terjebak dengan berbagai retorika yang terus berkembang di PTKIN. Yang dibutuhkan adalah melakukan aksi di tengah darurat radikalisme itu.
Pandangan lebih lanjut tentu akan disampaikan di kesempatan berikutnya, sebab masih ada beberapa hari untuk mendiskusikan tema FGD “merespon darurat radikalisme melalui PTKIN”. Jadi diskusi memang akan terus berlangsung tetapi yang sangat mendesak adalah melakukan aksi untuk mengerem potensi disintegrasi bangsa ini.
Wallahu a’lam bi alshawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..