• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

CAK LONTONG DAN SUJIWO TEJO DALAM PUNCAK HAB KE 71

CAK LONTONG DAN SUJIWO TEJO DALAM PUNCAK HAB KE 71
Saya merasakan bahwa sesungguhnya puncak acara HAB tahun lalu itu sangat istimewa. Sebagaimana tulisan saya tahun lalu, bahwa acara HAB ke 70 yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) merupakan acara yang monumental, sebab memang didesain secara total untuk kepentingan tersebut. Indah dan mewah. Siapapun yang menonton acara puncak HAB ke 70 akan merasakan hal yang sama.
Acara HAB tahun 2017 atau ke 71 memang didesain lebih sederhana. Diselenggarakan di Aula HM Rasyidi dengan acara yang sangat berbeda dengan tahun lalu. Meskipun sponsornya sama, yaitu Bank Penerima Setoran (BPS) Dana Haji, dan juga dengan Event Organizer yang sama, akan tetapi memang didesain secara lebih sederhana. Jika pada tahun lalu kekuatannya pada pagelaran budaya yang memamerkan peran Kemenag sedari dulu hingga sekarang, maka pada tahun ini lebih mengutamakan pada kekuatan individu. Cak Lontong dan Ki Dalang Mbeling, Sujiwo Tejo, yang dijadikan sebagai master di dalam acara ini.
Jika tahun lalu satu ungkapan untuk menyatakannya, yaitu “heroik dan indah”, maka tahun ini kesannya, yaitu “lucu dan menyegarkan”. Saya kira sebuah pilihan yang tepat, jika tahun ini kita mengusung Cak Lontong dan Sujiwo Tejo untuk menjadi bagian dalam pesta syukuran dalam acara puncak HAB ke 71. Sekurang-kurangnya bisa menghibur para mantan Menteri Agama, Prof. Drs. A. Malik Fajar, MSc., para pejabat eselon I, II dan III Kemenag, para direksi Bank Syariah dan Bank Konvensional, para pimpinan Majelis-Mejelis Agama dan para undangan lainnya.
Sujiwo Tejo membuka acara puncak dengan ungkapannya yang membuat para penonton tertawa terbahak-bahak. Dia menyatakan “saya sebenarnya malam ini diajak bertemu dengan Presiden Jokowi, tetapi saya memilih hadir di acara ini. bagaimana tidak hadir di acara ini, ternyata nggak ada undangan dari Presiden”. Sebagai seorang seniman, Sujiwo Tejo memang memiliki latar dalang. Bapaknya adalah seorang dalang, makanya jiwa wayang itu tampak di dalam pagelarannya.
Dengan gitar di tangannya, maka meluncur juga banyolan atau lelucon, menyanyi dan memberi petuah.
Tema sajiannya ialah “aku tidak bisa beragama secara radikal”. Melalui pemaduan antara nyanyian dan lantunan Asmaul Husna, maka diperdengarkan bagaimana sifat-sifat Tuhan itu mengejawantah di dalam kehidupan manusia. Paduan yang sangat baik antara bacaan Asmaul Husna dengan permainan gitar akustik yang sepadan. Diceritakannya bagaimana ibunya mengajarkan kelemahlembutan dengan tarian dan nanyian dalam laggam Jawa Tengahan yang menarik. Langgam Jawa itu kemudian dianalogikan dengan bacaan dalam Surat Al Fajr dalam langgam Jawa. Bukan dibacakan dalam lagu Qiraat yang biasanya, akan tetapi diungkapkannya dengan langgam Jawa. Inna an zalnahu fi lailatul qadr hingga akhir. Bagi orang Jawa, rasanya sangat nikmat mendengarkan bacaan Al Qur’an dalam langgam Jawa itu.
Dia ungkapkan: “Kata radikal sebenarnya bermakna positif. Sebab radikal itu berarti ke akar-akarnya. Hanya saja sekarang kata radikal itu bermakna negative, sebuah ekspresi kekerasan.” Bagaimana saya menjadi radikal, jika ayah saya mengajarkan saya membacakan ayat Al Qur’an: “ya ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji’i ila rabbiki radhiyatan mardhiyah, fadkhuli fi ‘ibadi fatkhuli jannati”. Bacaan al Qur’an yang fasih dan baik dalam pelafalan maupun makhrajnya.
Memang beda penyajian antara Sujiwo Tejo dengan Cak Lontong. Kemampuan stand up comedy Cak Lontong memang hebat. Tidak salah rasanya EO memilih Cak Lontong sebagai penggembira di dalam acara ini. Benar-benar mengocok perut. Meskipun lelucon, tetapi saya kira ada dimensi logikanya. Misalnya ketika bercerita tentang keinginannya selepas SMA, dia berkeinginan kuliah, maka dia menuruti nesehat Ibunya, masuklah ke Udayanak (campuran Bahasa Betawi dan Jawa), atau ibunya berpesan sudah lah Nak gak usah berpikir kuliah.
Dia bercerita tentang masa awal bekerja. Dia menjadi sales penjualan sepeda motor. Selama tiga bulan sama sekali tidak ada yang membeli tawarannya. Lalu hanya satu bulan saja tidak berkerja, maka sepeda motornya yang terjual. Sebagai orang yang sudah beranak istri, ketika tidak bekerja, maka hanya ada dua kata penting, yaitu: sabar dan pasrah. “Ya sudah ketika sudah tidak ada uang sepeserpun, anak dan istri saya pasrahkan ke mertua”, selorohnya.
Kala bercerita tentang relasi lelaki dan perempuan dia mengibaratkan tentang lelaki sebagai kunci dan perempuan sebagai gembok. Hanya saja ada bedanya, jika satu kunci bisa dipakai untuk membuka banyak gembok, maka dinyatakan sebagai kunci serbaguna, tetapi gembok yang bisa dibuka oleh banyak kunci disebut sebagai gembok rusak. “ Ini ada ketidakadilan” katanya.
Lain lelaki lain perempuan di kala berbicara di telpon atau HP. Jika perempuan nelpon suaminya, maka dia berkata: “Pah di mana” lalu dijawab suaminya: “di Kantor” maka perempuan itu sudah puas karena tahu suaminya bekerja. Tetapi ketika suami nelpon istrinya, “Ma di mana? Lalu dijawab oleh isterinya: “di Mall” maka suaminya berkata lirih bukan di telpon, “ayo kita pergi, kita sama-sama di Mall ini”. Maka semua tertawa lepas karena ada yang kira-kira merasakannya.
Tentang kerukunan beragama, dia mencontohkan bahwa burung saja bisa rukun dengan masjid. Misalnya, burung gereja masuk ke masjid, maka gak ada yang marah. Kenapa yang sesama manusia tidak rukun. Katanya: “kok kalah sama burung.” Cak Lontong memiliki kekuatan untuk membuat cerita-cerita lucu yang bisa mengocok perut. Semua audience dibuatnya terbahak-bahak. Pak Menteri pun tertawa terpingkal-pingkal.
Tentu ada banyak hal yang diceritakannya dan dijadikan sebagai bahan guyonannya. Semua fresh dan semua senang. Meskipun acara ini dikemas dengan sederhana, akan tetapi berkat guyonan Cak Lontong, maka suasana segar menjadi sangat kelihatan. Semua audience merasakan kepuasan dengan bisa tertawa panjang di dalam acara ini.
Jadi acara yang hebat, kiranya tidak harus dipagelarkan di tempat yang bagus dan mewah, akan tetapi nuansa acara itulah yang menyebabkan keindahan acara tersebut terjadi. Dan Cak Lontong memang bisa membawa kepada nuansa yang segar tersebut.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..