• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

RELASI SIMBIOSIS MUTUALISME UNTUK TEGAKKAN NKRI (2)

RELASI SIMBIOSIS MUTUALISME UNTUK TEGAKKAN NKRI (2)
Saya akan melanjutkan perbincangan mengenai tulisan saya sebelumnya dengan judul yang sama. Akan tetapi saya akan melihat lebih lanjut tentang pentingnya membangu relasi simbiosis mutualisme untuk menegakkan NKRI dari perspektif relasi ekonomi. Sebelumnya saya melihat dari dimensi relasi politik.
Relasi ekonomi tentu menjadi penting, sebab untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat Indonesia, maka yang tidak kalah penting adalah bagaimana kita membangun relasi ekonomi dengan berbagai negara di dalam kerangka penegakan pilar consensus kebangsaan. Jadi relasi untuk membangun ekonomi tentu menjadi sangat penting di era keinginan untuk memenuhi cita-cita di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Relasi ekonomi sebenarnya sudah merupakan bagian tidak terpisahkan dari pemerintahan di dunia. Betapa pun kayanya pemerintah Amerika Serikat atau Inggris, maka tetap saja memerlukan pembangunan kesejahteraan rakyat sebagaimana tanggung jawabnya. Negara harus hadir dan tidak boleh absen di dalam kerangka pemberdayaan masyarakat. Negara harus memberikan akses bagi tenaga kerja mudanya untuk berkiprah secara optimal bagi kemajuan bangsa.
Di dalam kerangka relasi dengan negara lain, saya kira Indonesia pernah menjadi ikon terutama di era Presiden Soekarno dengan diselenggarakannya pertemuan internasional yang kemudian melahirkan Gerakan Non-Block atau GNB. Gerakan ini menjadi penyeimbang pertarungan politik dan ekonomi yang di kala itu terjadi antara Block Barat yang kapitalistik dan Block Timur yang sosialis-komunis. Perseteruan ini diwarnai dengan perlombaan senjata, baik yang konvensional maupun yang modern. Perlombaan senjata yang diikuti dengan penguatan angkatan bersenjata dan segala perlengkapannya. Misalnya Block Barat unggul di peralatan perang berbasis kapal udara, sedangkan Block Timur unggul dalam persenjataan yang berbasis kapal selam.
Di era perang dingin ini, maka Indonesia bisa menyatukan negara-negara yang tidak ingin terlibat di Block Barat atau Timur dengan bertemu di Gedung Merdeka Bandung (18-24 April 1955) yang disebut sebagai Konferensi Asia-Afrika (AA), yang diikuti oleh 29 negara yang mewakili lebih dari setengah penduduk dunia saat itu. Kerja sama Asia Afrika menandai kesepahaman untuk membangun kebersamaan berbasis pada politik bebas aktif dan kerja sama ekonomi serta kebudayaan yang saling menguntungkan.
Relasi politik dan ekonomi yang dibangun di masa lalu, misalnya Poros Jakarta-Peking, tentu masih menjadi ingatan kita di saat Indonesia semestinya menjadi penyangga garis komando negara-negara Non-Block. Indonesia ternyata secara politis dan ekonomi justru tertarik ke kompleksitas relasi dengan Cina dan Uni Soviet yang menandai era kerjasama ekonomi baru. Gerakan ekonomi politik arah baru ini ternyata hampir “menenggelamkan” Indonesia ke jurang konflik berkepanjangan dan bahkan akan mengancam eksistensi NKRI dengan Pancasila dan UUD 1945.
Relasi ekonomi murni saya kira agak sulit didapatkan, sebab yang banyak terjadi di dalam relasi antar negara adalah ekonomi politik. Di dalam studi ekonomi politik disebutkan sebagai “who gets what, by what means and how much”. Jadi di dalam relasi politik ekonomi yang diperlukan adalah seberapa banyak didapatkan dan melalui saluran apa dan siapa mendapatkan apa.
Mari kita simak relasi ekonomi politik dalam kerjasama dengan Cina. Sejarah memberikan pelajaran bahwa kerjasama dengan Cina mengandung masalah, yaitu seberapa tingkat kesederajatan kerja sama ini. Apakah antara Cina dan Indonesia memiliki “kesamaan” keuntungan? Dan kenyataannya pemerintah Komunis Cina di kala itu juga melakukan gerakan intervensi ideologi yang difasilitasi oleh PKI. Cina tentu sudah banyak belajar dari kegagalannya di masa lalu, dan kemudian semoga tidak ada keinginan untuk membangun kerja sama kecuali di bidang ekonomi. Cina sudah melakukan perubahan, sesuai dengan prinsip Cina ke dalam menerapkan sistem komunis dan keluar menerapkan sistem kapitalis, maka membangun relasi dengan Cina tentu sesuatu yang bisa dilakukan. Tetapi tentu relasi yang sama-sama untung. Bukan hanya Cina yang untung dan Indonesia buntung.
Indonesia tentu bisa membangun kerjasama dengan Iran di bidang ekonomi, meskipun Iran sebagai negara dengan penggolongan agamanya sebagai kaum Syi’ah. Di dalam konteks ini, maka kerjasama tentu tidak didasarkan atas keyakinan atau keberagamaannya akan tetapi didasarkan atas kepentingan membangun jejaring ekonomi yang menguntungkan kedua belah pihak. Namun demikian juga ada kerja sama ekonomi yang mesti difasilitasi oleh pihak lain, misalnya yang terkait dengan kerjasama dengan Israel atau Taiwan. Di dalam kerangka ini, maka kerjasama tidak bisa dilakukan secara langsung terkait dengan hubungan diplomatic di antara negara-negara tersebut.
Oleh karena itu, saya kira di dalam menjalin kerjasama dengan negara lain tentu ada aspek yang harus dipertimbangkan. Yaitu kerjasama yang tidak menjadikan ketergantungan di antara negara yang menjadi mitra kerjasama. Harus tetap ada beberapa pertimbangan yang lazim harus dipikirkan, yaitu membangun relasi yang bersifat simbiosis mutualisme.
Jadi tidak seperti yang diungkapkan oleh Prof. Fauzul bahwa kita bisa bekerjasama atau membangun relasi dengan siapa saja asal menghasilkan kesejahteraan. Keuntungan secara ekonomi saja tidak cukup untuk membangun relasi, meskipun akan menghasilkan kesejahteraan rakyat, akan tetapi “menyelamatkan” bangsa juga menjadi taruhan utama di dalam membangun relasi tersebut.
Kiranya, hanya relasi yang memberikan justifikasi positif bagi bangsa saja yang bisa dilakukan oleh negara Indonesia. Relasi tersebut secara lebih spesifik tentu tidak akan memasukkan bangsa ini ke dalam jurang pertikaian atau konflik berkepanjangan di antara warganya. Hanya relasi simbiosis mutualisme saja yang bisa dilanjutkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..