MEMAJUKAN PTKIN BERBASIS PADA KEUNGGULAN SDM DAN SARPRAS
MEMAJUKAN PTKIN BERBASIS PADA KEUNGGULAN SDM DAN SARPRAS
Masih ada keluhan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Yaitu yang terkait dengan kelengkapan sarana prasarana dan SDM. Di Indonesia, tidak sebagaimana di India, bahwa sarana prasarana harus sama hebatnya dengan SDM di dalam kerangka menarik minat calon mahasiswa untuk memasuki perguruan tinggi dimaksud.
Di Inggris, berdasarkan penelitian yang dilakukan, bahwa mahasiswa –terutama program studi master dan doctor—yang membuat menarik adalah jika performance pada profesornya sangat ekselen. Jadi, seseorang tertarik untuk memasuki perguruan tinggi untuk program studi lanjut adalah pada kualifikasi profesornya yang unggul. Makanya, di Indonesia tentu diperlukan banyak professor yang unggul dan juga sarana prasarana pendidikan yang baik, misalnya gedung perkuliahan yang hebat dan juga laboratorium yang memadai.
Saya sampaikan hal ini di dalam ceramah saya di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makasar, 27/12/2016, pada acara Evaluasi Program Pendidikan tahun 2016 dan Implementasi Program Pendidikan tahun 2017. Acara ini menarik sebab semua pejabat mulai dari rektor, wakil rektor, dekan dan wakil dekan, pimpinan lembaga dan pejabat struktural di UIN Alauddin semuanya hadir. Pada waktu saya ceramah, maka hadir pula Pak Amich Al Humami, Deputi Pendidikan dan Agama pada Bappenas.
Pak Rektor, Prof. Dr. Musafir Pabbabari, menyatakan agar saya memberikan ceramah dengan tema “Pengembangan Kelembagaan di UIN Alauddin Makasar” akan tetapi beliau memberikan peluang kepada saya untuk ceramah yang kontekstual saja kepada seluruh pejabat di UIN Alauddin Makasar. Saya sampaikan biarkan saya berceramah tanpa tema utama, atau judul-judulan saja, sebagaimana lagunya Jonni Iskandar, yang penyanyi dangdut asal Madura itu.
Saya sampaikan tiga hal, yaitu: pertama, rasa apresiasi saya atas dibukanya Fakultas Kedokteran pada UIN Alauddin Makasar. Saya selalu sampaikan bahwa menjadi UIN itu belum cukup bagi perubahan status dari IAIN ke UIN, sebab ada satu lagi yang diminta, yaitu memiliki Fakultas Kedokteran. Jadi PTKIN itu sudah kaffah kalau sudah menjadi univertas dan memiliki Prodi Kedokteran. Hanya yang diperlukan adalah bagaimana menjadi Prodi Kedokteran yang memiliki distingsi dengan Prodi Kedokteran pada PT lain yang mesti harus dipikirkan. Keunggulan pada basis ilmu agama saya kira bisa menjadi pilihan para calon dokter yang dihasilkan oleh PTKIN kita ini.
Kedua, PTKIN harus unggul SDM dan sarana prasarana. Saya kira tidak hanya mahasiswa yang merasa senang melihat kampusnya hebat dari sisi SDM dan sarana prasarananya. Kita semua tentu merasakannya. Itulah sebabnya saya juga merasakan betapa senangnya melihat UIN Sunan Ampel Surabaya yang gedungnya sangat indah dan berkualitas. Jika malam hari bisa menjadi pemandangan yang menarik. Bukan karena saya ikut membidani lahirnya UIN Sunan Ampel dan juga suntikan dana dari Islamic Development Bank (IDB), tetapi siapapun para punggawa UIN Sunan Ampel akan membanggakannya. Sama dengan kebanggaan civitas akademika UIN Alauddin terhadap sarana dan prasarana PTKIN kita ini. wilayah yang dulu dianggap sebagai tempat jin buang anak, maka sekarang menjadi ikon di Makassar karena kehebatan kampus ini secara fisik.
Yang saya kira harus didorong terus adalah bagaimana agar secara kualitas, PTKIN kita ini juga menjadi unggulan, misalnya semakin banyak prodinya yang terakreditasi internasional, semakin banyak mahasiswanya yang berasal dari sejumlah negara. Setahu saya, yang sudah memiliki mahasiswa asing dari 20 negara lebih adalah UIN Malang. Ada yang dari Amerika Serikat, Inggris, Australia dan sebagainya. Tidak apa-apa meskipun satu negara hanya ada satu mahasiswa. Yang penting dari banyak negara.
Prospek UIN Alauddin Makasar untuk meraih akreditasi internasional dan juga menjadi destinasi mahasiswa asing tentu sangat besar. Saya kira sudah banyak prodi yang terakreditasi A dalam waktu lima tahun, maka harus didorong untuk memperoleh akreditasi internasional. Di sini ada banyak alumni doctor dari luar negeri yang tentu bisa menjadi agen bagi peningkatan kerja sama lintas negara untuk meningkatkan status akreditasi internasional. Saya kira pengabdian terbaik bagi para professor dan doctor adalah jika bisa mengembangkan status dan kualitas pendidikan di mana yang bersangkutan mengabdi untuk meraih sukses yang hebat sekarang dan yang akan datang.
Ketiga, tantangan kita ke depan adalah bagaimana memanej pengembangan PTKIN. SDM yang hebat dan sarpras yang bagus tentu tidak akan ada artinya, jika tidak termanej dengan sebaik-baiknya. Professor yang hebat jika bekerja sendiri tentu tidak akan memberikan manfaat yang optimal bagi PTKIN. Maka solusinya adalah bagaimana memanej SDM dan sarpras tersebut semaksimal-maksmalnya bagi manfaat PTKIN. Sekarang adalah saat yang paling menentukan di dalam mengembangkan manajemen kinerja yang optimal.
Melalui manajemen kinerja yang baik, maka akan dihasilkan output dan outcome yang memadai. Para ASN tidak hanya menandatangani perjanjian kinerja akan tetapi juga harus dievaluasi kinerjanya. Dengan demikian, maka rector akan mengetahui kualitas para partnernya di dalam kerangka memajukan PTKIN. Siapa dekan yang hebat, siapa wakil rektor yang performance-nya bagus dan siapa pejabat struktural yang andal. Rektor bisa memiliki rapport pada masing-masing personal yang membantunya. Mereka harus merumuskan sasaran kinerja dan indikator kinerja dan juga merumuskan target kinerja serta capaian kinerjanya dan kemudian dievaluasi bagaimana tingkat keberhasilannya. Melalui manajemen kinerja ini, maka tidak ada alasan orang tidak berprestasi karena tuntutan sekarang adalah semakin meningkatnya performance PTKIN kita melalui kinerja yang optimal.
Di masa lalu, dosen hanya berkewajiban mengajar dan menilai, menulis dan membuat karya lainnya, akan tetapi sekarang harus terukur kinerjanya. Sebentar lagi kita akan memiliki PMA tentang Jam Kerja Dosen, dan salah satu di antara misi pentingnya adalah agar semua dosen menuliskan pekerjaannya yang terkait dengan pengembangan pembelajaran, riset dan pengabdian masyarakat melalui ekivalensi yang bisa diperhitungkan. Semua itu harus tertulis dan dilaporkan kepada lembaganya. Bahkan khutbah Jum’at pun bisa dihitung selama yang bersangkutan membuat resume materi khutbahnya dan kemudian dilaporkan kepada lembaganya lewat e-kinerja dosen.
Saya kira akan ada dampak yang luar biasa di dalam konteks karya tulis dosen, sebab semua dosen akan melaporkan hasil kinerjanya setiap hari dalam bentuk tertulis, sehingga rich files di dalam web juga akan meningkat. Dan kemudian tentu akan meningkatkan peringkat web kita di mata Webometrics atau 4ICU. Masuklah kita ke dalam World Class University (WCU) karena konten web kita yang baik.
Jika seluruh civitas akademika memiliki visi dan misi pengembangan institusi pendidikan, maka saya berkeyakinan bahwa kemajuan PTKIN tidak akan terhindarkan. Maka semua harus bersemangat succeeding together.
Wallahu a’lam bi al shawab.
