• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ISLAM NUSANTARA BERKEMAJUAN DI ERA KONTESTASI (4)

ISLAM NUSANTARA BERKEMAJUAN DI ERA KONTESTASI (4)
Di antara tantangan bagi Islam Nusantara Berkemajuan adalah dengan semakin kuatnya tarikan HAM yang menjanjikan kebebasan untuk mengekspesikan gagasan, sikap dan tindakan. Hanya saja bahwa di antara sebagian masyarakat Indonesia menginginkan pelaksanaan HAM tersebut dalam coraknya yang sebebas-bebasnya.
Maka kemudian muncullah berbagai forum, organisasi, pertemuan, badan dan bahkan unjuk rasa yang semua dibingkai dengan HAM. Bahkan juga muncul aliran-aliran keagamaan baik yang local maupun regional dan internasional yang mengusung HAM sebagai basisnya. Berbagai aksi sosial dan keagamaan yang muncul akhir-akhir ini bisa menggunakan konteks keterbukaan dan HAM yang memang memberikan peluang seperti itu.
Era ini disebut sebagai era HAM sebagai panglima. Saya nyatakan seperti ini, sebab orang bisa menggunakan HAM sebagai instrument untuk mengedepankan keinginan akan kebebasan dalam konteks pemahamannya. Rasanya kebebasan kita di segala bidang itu luar biasa. Makanya, Indonesia bisa dinyatakan sebagai negara dengan tingkat kebebasan yang sangat tinggi.
Seharusnya, kebebasan itu berada di dalam konteks tanggungjawab. Orang bisa bebas akan tetapi tentu harus berada di dalam bingkai tanggungjawab. Sesungguhnya tidak ada kebebasan yang tanpa tanggungjawab itu. Di dalam kebebasan ada hak orang lain atau masyarakat lain, sehingga masing-masing harus menempatkan dirinya di tengah kebebasan yang berkonteks kehidupan orang lain.
Dengan dasar kebebasan, orang bisa dengan mudah untuk mengembangkan agama baru, tanpa memperdulikan bahwa yang dilakukan itu melanggar regulasi atau menista keyakinan orang lain. Dengan dalih HAM orang bisa berbicara apa saja dan menyebarkan apa saja tanpa memperdulikan di sekitarnya ada yang orang yang ternodai, tersinggung dan tercederai. Dengan alasan HAM orang bisa berdemontrasi tanpa memperdulikan bahwa kegiatan itu mengurangi hak orang lain. Dengan dasar HAM orang bisa membuat pernyataan yang mengandung hate speech dan sebagainya.
Posisi pemerintah lalu menjadi sulit di tengah isu keterbukaan dan demokratisasi yang berkonteks HAM ini. Bisa dibayangkan bahwa polisi atau aparat hukum tidak bisa menindak terhadap orang yang melakukan tindakan mencederai kebangsaan kita dengan keinginan untuk melakukan teror. Aparat hukum tidak bisa melakukan tindakan terhadap seseorang yang terindikasi akan melakukan terror sebelum dapat dibuktikan dengan jelas dalam pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan.
Mereka hanya akan bisa ditangkap jika sudah terpenuhi bukti-bukti yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan akan melakukan pengeboman atau bom bunuh diri. Aparat kepolisian akan bisa dianggap represif jika melakukan penangkapan yang tidak didasari oleh bukti-bukti yang sangat meyakinkan. Bisa jadi nanti akan dituntut balik jika yang bersangkutan tidak menerimanya. Makanya, kemudian banyak terjadi gerakan terorisme yang tiba-tiba meletus tanpa diketahui sebelumnya, atau kalaupun diketahui sebelumnya akan tetapi belum meyakinkan bukti-bukti untuk menangkapnya.
Problem utamanya adalah regulasi yang belum memihak kepada aparat keamanan untuk melakukan tindakan mendahului terhadap kejadian yang diprediksi akan terjadi. Aparat keamanan merasa gamang untuk melakukannya sebab regulasi belum memberikan jaminan kepastian bahwa yang dilakukannya itu sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Jadi rasanya, Revisi Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme itu harus segera direalisasikan. Tanpa regulasi yang memihak kepada aparat hukum untuk lebih proaktif melakukan tindakan hukum bagi pelaku terror, maka jangan diharapkan bahwa pengamanan negara dari tindakan terorisme akan bisa dioptimalkan. Jika aparat keamanan tidak dilengkapi dengan regulasi yang memadai, maka keamanan negara sedang dipertaruhkan.
Negara tentu tidak boleh kalah dengan berbagai tindakan yang menyimpang dari keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang aman dan damai, tenteram dan sejahtera. Keamanan dan kedamaian tidak akan pernah tercapai jika masih ada orang yang akan melakukan tindakan criminal mengatasnamakan apa saja untuk kepentingan mereka sendiri.
Semua berharap bahwa HAM tidak dijadikan sebagai alat untuk menekan negara dengan membiarkan kaum teroris untuk merajalela di negeri ini. Seandainya dilakukan survey tentang apakah aparat bisa menangkap orang yang akan melakukan kejahatan terorisme meskipun belum ditemukan bukti-bukti yang sangat akurat, rasanya akan didapatkan data bahwa masyarakat mendukung terhadap tindakan aparat keamanan agar lebih proaktif.
Di sinilah tantangan terbesar masyarakat dan organisasi keagamaan wasathiyah di dalam kerangka “menyelamatkan” Indonesia dengan pilar consensus kebangsaannya. Organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, Perti, Jamiyatul Washliyah, Nahdlatul Wathon, Mathlaul Anwar, dan sebagainya yang selama ini dilabel sebagai Islam Wasathiyah tentu memiliki tugas untuk membentengi agar pelaksanaan HAM tidak melampaui batas. Jangan sampai dengan dalih HAM lalu menyebarkan ajaran kekerasan, gerakan Islam politik yang mengusung terbentuknya negara Islam, terorisme, agama local dan sebagainya yang bisa merusak kesatuan dan persatuan bangsa.
Dengan demikian para pimpinan organisasi Islam Wasathiyah tentu memiliki tanggngjawab moral untuk menegakkan consensus kebangsaan agar masa depan Indonesia yang plural dan multicultural ini akan terus terjaga dengan paham keagamaan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..