• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PENGUATAN KELUARGA DI ERA MODERNITAS

PENGUATAN KELUARGA DI ERA MODERNITAS
Saya memperoleh kesempatan untuk menjadi keynote speech pada acara yang diselenggarakan oleh kerja sama antara Direktorat Penerangan Agama Islam, Ditjen Bimas Islam, Kementerian Agama dengan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 15 Desember 2016.
Acara ini dihadiri oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dr. Muchtar Ali, Direktur Penerangan Agama Islam, Wakil Dekan 1,2 dan 3, dan segenap jajaran dosen dan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, serta narasumber Prof. Dr. Zaitunah Subhan dan Prof, Dr. Euis dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Acara ini diselenggarakan dengan menggunakan label “Pengajian Masyarakat Intelektual”.
Saya sampaikan tiga hal terkait dengan Pengajian Masyarakat Intelektual ini, yaitu: pertama, apresiasi terhadap kegiatan yang sangat baik ini. saya selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Agama tentu sangat mengapresiasi terhadap acara kerja sama dengan universitas, sebab kita sesungguhnya mengharapkan agar selalu ada masukan-masukan dari para dosen, professor, dan juga masyarakat akademis tentang bagaimana merumuskan kebijakan terkait dengan tugas Kementerian Agama. Sebenarnya, sebagai Kementerian teknis yang mengurus agama dan pendidikan keagamaan, maka Kemenag tentu memerlukan berbagai masukan yang terkait dengan bagaimana tugas, pokok dan fungsi tersebut dapat dilaksanakan sebagaimana kepentingan masyarakat.
Kedua, saya sampaikan mengenai tantangan keluarga di era modern. Ada dua tantangan yang bersifat eksternal dan internal. Tantangan eksternal tersebut meliputi era modernitas dan cyber war yang tidak terelakkan. Tantangan modernitas tersebut bukan sesuatu yang mudah untuk dijawab. Modernitas tersebut berupa semakin mudahnya akses untuk saling berkomunikasi satu dengan lainnya. Kemudahan akses informasi tersebut akan menyebabkan betapa mudahnya siapapun untuk mengakses informasi yang datang dari mana saja. Contoh sederhana mengenai Korean Wave.
Di era modern, budaya Korea itu telah menjadikan masyarakat dunia terkesima dan mengaguminya. Nyaris semua stasiun televisi dan media informasi menjadikan budaya Korea sebagai bagian tidak terpisahkan dari kehidupan media sosial itu. Anak-anak muda begitu tertarik dengan apa yang datang dari Korea. Makanya, disebutlah sebagai Korean Wave atau gelombang budaya Korea.
Di sisi lain, kita juga melihat bagaimana serangan media itu begitu dahsyat, yaitu yang dikonsepsikan sebagai “cyber war”. Di era cyber war ini, maka yang terjadi adalah hate speech, kebencian, fitnah, disinformasi, character assassination dan sebagainya. Begitu mudahnya orang mengakses terhadap berbagai berita yang berisi hal itu. Di media sosial itu, orang bisa melakukan apa saja. Baik informasi yang menyenangkan, menyedihkan, ketidaksenangan dan bahkan kebencian.
Kasus terkuaknya, rencana bom bunuh diri oleh seorang perempuan, Dian Yulia Novi, yang baru menikah tiga bulan, ternyata juga karena pengaruh media sosial. Dia selama setahun terakhir mengakses berbagai tulisan dari media sosial berhaluan ekstrim, dan kemudian tertarik untuk menjadi “pengantin”. Mereka tidak pernah bertemu dengan Bahrun Na’im, seorang pentolan ISIS dari Indonesia yang bermukim di Syria, dan sekarang sedang “merasa” menjadi “mujahid” untuk membela ISIS. Mereka pernah berkomunikasi melalui media sosial dan memperoleh “pencerahan” bahwa jihad tidak harus datang ke Iraq atau Syria, akan tetapi dapat juga berjihad di negerinya sendiri dengan cara apapun. Makanya, dia berkehendak untuk menjadi “mujahid” dengan cara akan melakukan bom bunuh diri di Istana Negara.
Pada saat diwawancarai oleh reporter TV One, maka dengan sangat lancar dia menjawab satu persatu pertanyaan reporter tersebut. Dan yang tentu membuat kita geleng-geleng kepala adalah kesediannya untuk menjadi pengantin bom bunuh diri yang tentu sudah diketahui akibatnya. Rupanya, harapan tentang pahala jihad yang disuntikkan oleh kaum ekstrimis itu begitu merasuki relung batinnya dan membuatnya untuk nekad melakukan tindakan di luar nalar manusia lainnya.
Begitulah keyakinan agama yang bisa menggerakkan seseorang untuk melakukan tindakan berani mati. Jika seseorang sudah terpengaruh pleh janji-janji sangat menarik, seperti pahala jihad fi sabilillah, maka seseorang akan melakukannya dengan keberanian yang tiada terkira. Kiranya, inilah yang disebut oleh Karl Marx bahwa agama adalah candu yang memabukkan.
Ini merupakan tantangan yang sangat berat bagi keluarga dewasa ini. Anak-anak bisa mengakses informasi dari kamarnya masing-masing. Dengan medium gad get, maka anak akan bisa memperoleh informasi apa saja, termasuk pornografi, dan agama dalam konteks kekerasan. Itulah sebabnya para orang tua harus memahami apa yang sesungguhnya sedang terjadi pada anak-anak. Jangan biarkan anak-anak berada di dalam situasi bahaya di era cyber war ini.
Lalu, tantangan internal yang juga sangat besar. Factor keterbatasan waktu untuk bertemu keluarga juga bisa menjadi penyebab renggangnya komunikasi anak dengan orang tuanya. Hidup di perkotaan seperti Jakarta tentu meniscayakan kedua orang tua anak bekerja. Bayangkan dengan kemacetan Jakarta ini, maka bisa jadi waktu ketemu anak sangat sedikit. Pergi kala anak masih tidur dan pulang kala anak sudah tidur. Persentase kuantitatif bertemu anak menjadi terbatas, sehingga orang tua tidak tahu apa yang dilakukan oleh anaknya. Belum lagi persoalan perceraian, broken home dan sebagainya. Makanya, di era modern ini banyak terjadi “lonely in the crowd” sebagaimana yang dikonsepsikan oleh David Reismann. Banyak orang yang hidup terasing padahal dia hidup di dunia yang sangat crowded.
Ketiga, secara konseptual, lalu apa yang bisa dilakukan? Kemenag telah melakukan upaya secara riil di dalam menghadapi tantangan keluarga di tengah modernitas ini dengan menambah satu tugas khusus untuk penguatan keluarga, yaitu dengan dibentuknya Direktorat Pemberdayaan KUA dan keluarga Sakinah. Melalui direktorat khusus ini, maka akan banyak program yang dapat dilakukan oleh Kemenag di dalam menghandle masalah-masalah keluarga.
Selain itu juga saya kira harus mengembangkan komunikasi yang baik antar dan intern keluarga. Jika di dalam keluarga terdapat suasana “homy” atau disebut baiti jannati, maka saya perkirakan bahwa terjadinya tindakan menyimpang tidak akan terjadi. Secara konseptual, bahwa “semakin baik komunikasi antar dan intern keluarga serta kemampuan menjadikan rumah sebagai sesuatu yang “homy” maka akan semakin baik ketahanan keluarga tersebut”.
Rasanya perlu ada banyak tesis atau disertasi tentang “sosiologi keluarga” yang kemudian menjadikan dimensi komunikasi keluarga sebagai basis analisisnya. Saya kira, proposisi di atas akan bisa menuntun kita untuk melakuka kajian dalam kerangka mengembangkan lingkungan keluarga yang lebih baik di masa depan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..