SOM-MABIMS DI KUALALUMPUR: MENCERMATI REKOMENDASI SOM KE-41 (4)
SOM-MABIMS DI KUALALUMPUR: MENCERMATI REKOMENDASI SOM KE-41 (4)
Acara yang sangat padat tentu di hari kedua pelaksanaan SOM. Acara ini dikenal padat sebab seluruh pembentangan makalah dilakukan pada hari kedua. Kita mendiskusikan sebanyak Sembilan makalah dalam berbagai tema atau topiknya.
Di antara makalah yang dibentang antara lain ialah: “memperkasa Kehidupan beragama” yang disampaikan oleh pihak Brunei Darussalam, makalah “Membangun Potensi Belia” yang disampaikan oleh Indonesia. Prof. Muhammadiyah Amin yang bertugas untuk pembacaannya. Kemudian makalah “Meningkatkan taraf hidup Umat Islam yang memerlukan” yang dibawakan oleh delegasi Malaysia. Makalah “Meningkatkan modal Insan Umat Islam” yang juga dibawakan oleh delegasi Indonesia. Prof. Muhammadiyah Amin bertugas membacakan laporannya.
Selain itu juga dibentangkan makalah “Meningkatkan Harmoni Masyarakat” oleh delegasi Singapura, lalu makalah “Memperluas Peranan MABIMS ke dunia luar” oleh delegasi Malaysia. Kemudian pembentangan makalah “Menyelaraskan Rukyah dan Taqwim Islam MABIMS” yang dibacakan oleh delegasi Indonesia. Muhammad Thambrin yang membacakannya, kemudian yang terakhir adalah makalah “Memperkasa Penyelarasan halal MABIMS” oleh delegasi Malaysia. Makalah tambahan sesuai dengan usulan Indonesia yang juga dibacakan adalah “Laporan Penelitian Penyelenggaraan Umrah di Negara MABIMS, yang disampaikan oleh Dr. Muharam Marzuki, delegasi Indonesia.
Ada beberapa hal menarik yang kita diskusikan di dalam acara SOM ke-41, yaitu: pertama, tentang penguatan peran MABIMS untuk masyarakat Islam serantau dan luar serantau. Kami delegasi Indonesia menginginkan agar peran MABIMS makin diperkasa misalnya dengan memasukkan agenda pembahasan tentang bagaimana MABIMS bisa menolong terhadap masyarakat Islam di Rohingya. Ada sejumlah alasan yang kami kemukakan misalnya tentang pendidikan dan ekonomi. Untuk bidang pendidikan misalnya dengan banyaknya pesantren di Indonesia yang siap untuk menerima anak-anak Rohingya dan kemudian dalam bidang ekonomi tentu terkait dengan pemberian bantuan untuk memperkuat kehidupannya. Akan tetapi beberapa pihak menyatakan bahwa untuk masalah Rohingya agar diangkat di level yang lebih tinggi, yaitu pada acara informal meeting menteri-menteri MABIMS. Ada alasan yang kuat bahwa permasalahan kaum Muslim di Rohingya bukan sekedar menolong atau membantu, akan tetapi ada dimensi politik di dalam negeri Kamboja yang perlu juga untuk dipertimbangkan.
Kedua, masalah yang terkait dengan perlunya MABIMS mengundang Negara Asean lainnya untuk menjadi peninjau terhadap informal meeting MABIMS. Bagi Indonesia dengan pertemuan seperti ini, maka masyarakat Muslim seperti di Negara Thailand, Burma atau bahkan Kamboja akan bisa berinteraksi secara langsung dengan masyarakat Muslim di Negara-negara MABIMS. Ternyata, belum semua Negara anggota MABIMS menerima terhadap usulan ini, sehingga juga harus ditangguhkan untuk pembicaraannya. Di beberapa Negara Asean, bahwa umat Islam belum memiliki representasi di pemerintah, sehingga akan terdapat sejumlah kerumitan untuk mengundang mereka. Selain itu juga masih ada masalah politis umat Islam di Negara-negara Asean lainnya. Misalnya di Thailand yang hingga sekarang masih belum bisa menyelesaikan problem internalnya. Demikian pula di Kamboja dan Burma. Problem internal ini yang kiranya menyebabkan kesulitan untuk mengundang mereka di dalam acara SOM MABIMS.
Ketiga, mengenai pembangunan untuk mengentas kemiskinan di Negara MABIMS. Sesungguhnya setiap Negara MABIMS sudah memiliki strateginya masing-masing. Misalnya Malaysia memiliki sebanyak 29 skim terkait dengan pengentasan kemiskinan. Sedangkan Indonesia juga memiliki skim yang terkait dengan pengentasan kemiskinan, misalnya Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Sejahtera dan sebagainya. Pengalaman masing-masing Negara, saya kira bisa disalingtukarkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih terintegrasi dalam rangka untuk mempercepat pengentasan kemiskinan tersebut. Jadi, saya kira pertemuan tahun depan di Malaysia untuk membahas tentang percepatan pengentasan kemiskinan dapat dimanfaatkan untuk sharing ide dan praksis tentang pengentasan kemiskinan di Negara-negara MABIMS.
Keempat, mengenai penguatan kerukunan umat beragama. Semua Negara MABIMS adalah negara yang plural dan multicultural. Terutama Indonesia, Malaysia dan Singapura. Makanya penguatan kerukunan internal dan eksternal agama-agama menjadi sangat menonjol. Ke depan tentunya diperlukan meeting dialog intra dan antar umat beragama di dalam membangun kesepahaman mengenai kehidupan umat beragama. Saya rasa Indonesia memiliki kekayaan program terkait dengan pembangunan kerukunan umat beragama yang kiranya bisa disharing dengan Negara-negara MABIMS lainnya untuk memperkaya wawasan dan praksis mengelola kerukunan umat beragama.
Memang belum semua usulan program bisa ditampung oleh pertemuan MABIMS ini, namun satu hal pasti bahwa informal meeting ini akan bisa menjadi jembatan untuk saling mempererat tali ukhuwah wathoniyah antar negara dan bangsa dan juga ukhuwah Islamiyah antar negara dan bangsa.
Wallahu a’lam bi al shawab.
