KE TURKI: MENGUNJUNGI MUSEUM AYA SOPHIA (8)
KE TURKI: MENGUNJUNGI MUSEUM AYA SOPHIA (8)
Pagi hari Sabtu, 26/11/2016, saya, Prof. Gun, Pak Feri, Pak Farid, Mas Firman, Pak Hendro dan Pak Adek berjalan kaki menuju ke Aya Sophia Museum di Istambul. Cukup dengan jalan kaki, sebab jarak antara Hotel Golden Horn dengan museum itu tidaklah jauh. Sekaligus juga untuk mengusir hawa dingin Istambul yang kira-kira 10 derajat celsius.
Untuk memasuki kawasan Hagia Sophia Museum harus dengan menggunakan tiket yang harganya 40 Lira. Konon harga tiket itu terus naik, dari semula 15 Lira kemudian secara berturut-turut naik sampai tahun 2016 sebesar 40 Lira. Tetapi para wisatawan memang harus mengunjungi kawasan ini, sebab rasanya belum ke Turki kalau belum mengunjungi kawasan wisata Hagia Sophia Museum ini.
Hagia Sophia adalah bangunan yang sangat tua dibandingkan dengan bangunan-bangunan bersejarah lainnya. Memang ada yang juga bangunan tua misalnya Benteng Romawi di Istambul, Dinding Kota Kuno Konstantinopel dan sebagainya. Sebagai kota lama, memang Istambul adalah kota yang unik dengan kontur tanahnya yang naik turun dan jalan kota yang sempit. Jalan-jalan di sekitar Hotel Golden Horn adalah jalan-jalan kecil yang hanya bisa dilewati oleh satu kendaraan roda empat.
Kita harus mengantri untuk memasuki kawasan Hagia Sophia Museum ini. Menurut Firman, di masa sebelum kudeta gagal, maka jumlah wisatawan sangat meluber. Sangat banyak. Sekarang setelah kudeta itu, wisatawan jarang datang. Itulah sebabnya Kementerian Pariwisata sedang membangun imaje untuk kunjungan ke Turki. Bahkan beberapa saat yang lalu diadakan meeting dengan pihak Garuda Indonesia untuk meningkatkan jumlah wisatawan ini. Wisatawan Indonesia cukup banyak pada hari itu. Mereka menjadikan Turki sebagai tempat transit untuk ibadah umrah di Makkah al Mukarramah. Mereka datang ke Turki lalu ke Mekkah terus kembali ke Turki untuk pulang ke Indonesia.
Sebagai bangunan tua, maka memang membutuhkan perawatan atau rehabilitasi. Sekarang sedang dilakukan rehab terhadap bangunan utama museum ini. Banyak besi yang tersusun untuk menyangga atap bangunan itu. Untuk bisa memasuki lantai atas bangunan ini, maka pengunjung harus menaiki jalan meningkat dan melingkar. Berkelok-kelok. Sekitar tujuh atau delapan kelokan agar bisa sampai ke lantai atas. Jalan tersebut terbuat dari batu-batu cukup besar dan dipadu dengan campuran semacam semen dan pasir. Di tangga ini juga ada beberapa makam, mungkin makam para pendeta atau pastur. Dindingnya juga terdiri dari adonan semen, pasir dan batu bata. Bangunan ini tentu sangat kuat sebab sudah ribuan tahun yang lalu dibangun dan hingga sekarang masih berdiri dengan kokoh.
Hagia Sophia dibangun tahun 537 M dan sampai tahun 1453 M merupakan Katedral Ortodoks yang disucikan di Istambul sebagai lambang kebesaran agama Kristen di bawah kedudukan Patriark Ekumenis Konstantinopel. Lalu dikuasai oleh umat Katolik menjadi Katedral Katolik Roma di bawah kekuasaan Kekaisaran Latin Konstantinopel selama tahun 1204 M sampai 1261 M, dan lalu dikuasai oleh Kerajaan Turki Utsmani, tanggal 29 Mei 1453 M sampai tahun 1931 M untuk menjadi masjid. Dengan demikian, Hagia Sophia telah berkali-kali berubah fungsinya. Dari Gereja Kristen, ke Gereja Katolik dan lalu menjadi Masjid terus sekarang menjadi Museum. Hagia Sophia pernah ditutup selama beberapa tahun dan baru tahun 1935 M dibuka untuk dijadikan sebagai museum. Perubahan sistem Kerajaan Turki Utsmani ke sistem Republic Turki menjadikan perubahan dari fungsi masjid menjadi museum.
Semenjak kekalahan Kerajaan Bizantium oleh Kerajaan Turki Utsmani, maka fungsi gereja lalu diubah menjadi fungsi masjid. Makanya, lalu terdapat simbol-simbol masjid tersebut, misalnya mihrab, tempat sultan melakukan shalat Jum’at, tulisan nama-nama Sahabat Nabi, tulisan nama Nabi Muhammad saw dan juga tulisan Asma Allah. Namun demikian, simbol seperti Perawan Suci Maria yang sedang memangku Yesus dan di sebelah kanannya lambang Malaikat Jibril dan sebelah kirinya lambang Malaikat Mikail tetap eksis. Demikian pula di pintu keluar dan masuk di sisi atas, lambang Bunda Maria, Yesus dan kedua malaikat itu juga tetap eksis. Pihak kerajaan tidak melakukan perusakan terhadap eksistensi lambang-lambang itu, hanya dahulu cukup ditutup saja. Inilah saya kira kehebatan dari pimpinan Turki Utsmani yang sebegitu menghargai karya cipta dan peradaban masa lalu.
Yang juga menarik adalah bentuk kubah Hagia Sophia yang menyerupai kubah masjid. Konon menurut cerita rakyat, bahwa yang membangun kubah itu adalah arsitektur muslim di zaman Khulafaur Rasyidin. Makanya, kubahnya sama dengan kubah di masjid dalam tradisi Islam. Bahkan yang lebih mistis lagi bahwa di kala Istambul masih dikuasai oleh kerajaan Bizantium sudah ditafsirkan bahwa di masa depan Istambul akan menjadi pusat peradaban Islam. Dan Aya Sophia yang dahulu menjadi Katedral akan menjadi Masjid.
Di kala saya berkunjung di situ, saya lihat ada banyak turis yang datang dari Cina. Para siswa dan siswi Cina ini dipandu oleh guru-gurunya dan juga pemandu wisata Turki. Mereka sangat ceria berada di Turki. Gelak tawa mereka menandakan bahwa berkunjung ke Turki, khususnya di Istambaul adalah dambaan mereka. Mungkin suatu saat perlu juga pelajar-pelajar Islam Indonesia untuk melihat dari dekat bekas kebesaran Kerajaan Turki Ustmani yang tertulis dengan tinta emas dalam sejarah kebudayaan Islam.
Saya kira ada banyak pelajaran yang bisa diambil, tidak saja dari aspek peradaban arsitekturalnya, akan tetapi juga bagaimana para pimpinan kerajaan Islam itu memaknai kerukunan umat beragama.
Wallahu a’lam bi al shawab.
