KE TURKI; MENDISKUSIKAN MAHASISWA INDONESIA DI TURKI (7)
KE TURKI; MENDISKUSIKAN MAHASISWA INDONESIA DI TURKI (7)
Setelah saya berkunjung ke Museum Hagia Sophia dan Museum Topkopi, maka saya melanjutkan perjalanan ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Turki. Saya beserta rombongan bertemu dengan Konjen RI untuk Turki di Istambul dan mendiskusikan banyak hal tentang situasi Turki pasca gerakan makar yang dilakukan oleh kelompok anti-pemerintah, yang diidentifikasi sebagai pengikut Fathullah Ghulen, yang sekarang mukim di Amerika Serikat.
Pak Herry, Konsuler Jenderal RI di Istambul memang baru bertugas di Istambul. Sebelumnya bertugas di Inggris dan Australia. Beliau baru memasuki bulan ketiga di Istambul. Sebelumnya adalah pegawai di Badan Narkotika Nasional (BNN). Meskipun baru tiga bulan tentu beliau mengikuti dengan cermat berbagai pemberitaan tentang Turki dan juga tentang Indonesia. Bertepatan saat saya berkunjung ke Konsulat ini, juga sedang dilakukan pelatihan kewirausahaan untuk mahasiswa Indonesia di Turki melalui program PPI di Istambul.
Pada saat kita berbincang, tiba-tiba datang Pak Hakan Soydemir, pimpinan Pesantren Sulaimaniyah untuk Asia Tenggara dan Australia. Saya tentu kenal baik dengan beliau sebab banyak forum yang kita lakukan bersama terutama dalam moment meeting mengenai perkembangan santri di pesantren Sulaimaniyah. Kalau saya bertemu dengannya, selalu saya bercanda tentang namanya yang mirip dengan pemain bola dari Club Sepak Bola Galatasaray, dan juga pemain Nasional Turki, Hakan Shukur, yang sekarang menjadi politisi. Selain Pak Hakan tentu yang saya kenal baik adalah Pak Farhat, mudir Pesantren Sulaimaniyah di Indonesia. Pak Farhat, bahkan menikah dengan orang Indonesia. Pada beberapa saat yang lalu, kala saya akan berangkat ke Turki tetapi gagal, beliau menyatakan menunggu saya di Turki. Kehadiran Pak Hakan di meeting ini menjadi penting, sebab sekaligus juga berkenalan dengan Pak Herry, Konsul kita di Istambul.
Ada sekurang-kurangnya tiga hal yang kita bicarakan. Pertama, mengenai keadaan di Turki pasca kudeta gagal yang dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat Turki. Menurut Pak Herry, bahwa ada sebanyak kira-kira 150 orang mahasiswa Indonesia yang mendapatkan beasiswa dari PASSIAD yang kemudian diberhentikan beasiswanya karena masalah yang terkait dengan gerakan makar ini. Sementara ini mereka didanai dengan anggaran Kementerian Luar Negeri, namun tentunya tidak bisa dilakukan secara terus menerus. Tidak hanya itu, bahwa ada banyak mahasiswa Indonesia yang harus ditempatkan di Kantor Konjen dan juga ditempatkan di rumah-rumah kos, sebab banyak juga mahasiswa Indonesia yang bertempat di Asrama Pendidikan di PASSIAD ini. Ada juga yang kemudian ditangkap dan ditahan sampai kemudian mereka dilepaskan kembali. Tiba-tiba asrama di gerebeg dan semuanya diamankan. Terutama alat-alat komunikasi. Jadilah mereka kemudian dievakuasi ke tempat yang aman dan selamat.
Memang keadaan sekarang sudah kondusif. Meskipun semua dalam keadaan yang aman, akan tetapi bara api perlawanan itu juga masih ada. Makanya, masih ada misalnya ledakan-ledakan yang terjadi dalam skala kecil. Misalnya dua atau tiga hari lalu ada peledakan di dekat Museum Topkapi. Makanya, kunjungan wisatawan ke sini juga menjadi sangat berkurang. Pemerintah Turki sekarang sedang membangun imaje di mata dunia luar bahwa Turki sudah aman dan wisatawan dipersilahkan untuk mengunjungi Turki kembali.
Kedua, tentang pendanaan bagi mahasiswa Indonesia yang sekarang sedang belajar di Turki. Menurut Pak Konjen bahwa tahun 2017 harus ada skema lain. Sebab Kemenlu tentu tidak bisa melakukan pembiayaan melalui beasiswa regular. Dalam waktu dekat, katanya bahwa Pejabat dari Kemenristekdikti akan hadir di Turki di dalam kerangka pembicaraan mengenai skema pemberian beasiswa bagi mereka yang sedang bermasalah tersebut.
Saya sampaikan bahwa saya adalah salah satu Dewan Pengawas LPDP yang secara regular bertemu untuk membahas tentang hal-hal yang terkait dengan pengembangan pendidikan tinggi. Bisa saja hasil pertemuan dengan Pak Konsul ini dijadikan sebagai bahan pertemuan di Dewas LPDP. Hanya saja memang skema pembiayaan LPDP selama ini selalu dikaitkan dengan peringkat PT di luar negeri, misalnya Top 200, atau ada skema lain, misalnya terhadap PT di Timur Tengah yang di dalam banyak hal tidak terlibat di dalam Top 200 PT di dunia, akan tetapi karena kepentingan bangsa kemudian bisa dijadikan sebagai sasaran PT yang dituju untuk studi lanjut bagi mahasiswa Indonesia.
Ketiga, terkait dengan santri Indonesia di Turki yang sedang belajar di Pesantren Sulaimaniyah. Pak Hakan menjelaskan bahwa pesantren Sulaimaniyah sama sekali tidak terlibat di dalam masalah politik di Turki. Pesantren ini khusus untuk belajar Al Qur’an dan ilmu keislaman lainnya. Jadi di saat terjadi kudeta tersebut, maka pesantren Sulaimaniyah juga dalam keadaan aman. Semenjak semula pesantren Sulaimaniyah merupakan lembaga pendidikan nonpolitis dan tidak akan masuk di dalam dunia politis. Kita mengabdi pada ilmu keislaman saja, dan mengembangkan paham keislaman yang rahmatan lil alamin atau Islam ahli sunnah wal jamaah. Di sampaikan juga oleh Pak Hakan, bahwa pesantren Sulaimaniyah bisa menampung terhadap mahasiswa Indonesia yang sekarang sedang mengalami persoalan jika diperlukan. Kami siap bekerja sama untuk kepentingan ini, demikian pernyataan Pak Hakan.
Keempat, saya diskusikan juga tentang pentingnya pemetaan tentang mahasiswa kita di Turki berdasarkan atas peminatan program studinya. Jika kemudian ada di antaranya yang berasal dari program studi ilmu keislaman, saya kira harus dibicarakan di Kemenag tentang bagaimana Kemenag bisa terlibat di dalam pendanaan bagi mahasiswa tersebut. Perlu dicarikan solusi untuk mengatasi persoalan ini. Menurut Pak Herry, bahwa Dubes RI di Turki sudah berkirim surat ke Kemenristekdikti untuk skema pembiayaan mereka pada tahun 2017, sehingga diharapkan bahwa skema pembiayaan mereka di tahun tersebut sudah mendapatan kejelasan, agar mereka juga tenang untuk menjalani masa belajarnya.
Pertemuan ini saya kira sangat produktif untuk memberikan informasi kepada pemerintah Indonesia, terutama di dalam menangani warga Negara Indonesia yang sedang belajar di luar negeri. Apapun dalihnya bahwa pemerintah harus hadir bagi warganya di manapun berada termasuk mereka yang sedang belajar di Turki ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.
