KE TURKI; MEMBAHAS SANTRI PESANTREN SULAIMANIYAH (5)
KE TURKI; MEMBAHAS SANTRI PESANTREN SULAIMANIYAH (5)
Salah satu di antara hal penting yang saya bicarakan dalam kunjungan singkat ke Turki adalah mengenai keadaan santri Indonesia yang sedang nyantri di Pesantren Sulaimaniyah Turki. Jumlahnya cukup banyak nyaris 500 orang. Sedangkan jumlah pesantren Sulaimaniyah di Turki kira-kira sebanyak 4000 pesantren.
Pasca gerakan makar yang terjadi di Turki, kehidupan masyarakat tentu relative terganggu. Terutama dari sisi keamanan. Bahkan menjelang saya datang ke Turki kemarin juga terdapat ledakan bom di Turki. Memang suasana keamanan dan politik di Turki masih menggambarkan indicator kerawanan. Terlepas dari usaha pemerintah untuk menekan dampak negative terhadap pencitraan Republik Turki, akan tetapi jelas sangat pengaruh kudeta gagal tersebut terkait dengan pemerintahan di Turki.
Banyak orang yang tiba-tiba diciduk karena memberikan indikasi kontra-pemerintah. Di antara yang dicokok itu adalah orang yang pernah bekerja sama dengan Fathullah Gulen, apakah dia memang anak buahnya atau sekedar selfi di kala bersama dengan Fathullah Gulen. Seperti biasa di tengah suasana kudeta, maka keadaaan tentu menjadi tak terkendali. Bahkan juga ada mahasiswa Indonesia di Turki yang sempat diamankan oleh otoritas keamanan di Turki.
Meskipun demikian, ada juga seorang pemuda yag rela melakukan pengabdian masyarakat dengan mengaji dan menjadi pendamping santri baru. Sebagaimana tulisan saya yang terdahulu bahwa santri tersebut berasal dari Jawa Barat dan sudah menetap selama 6 tahun di Turki. Sekarang menjadi tenaga bantu tetap yang mengurus para santri yang menghadapi masalah culture and social gap terutama di kalangan santri baru. Dialah Firman yang sering membantu para pejabat ketika berkunjung di Turki.
Selepas dari acara di Fakultas Ilahiyyat Universitas Marmara, maka saya, Prof. Gun, Pak Feri dan Pak Farid menghadiri acara dengan pimpinan pesantren Sulaimaniyah di Turki. Hari sudah sore dan perut belum terisi semenjak makan pagi, maka kami menyempatkan makan di Restoran Donercu Ali Baba di Turki. Sebagaimana biasanya, maka kami memilih menu yang terdapat nasi di dalamnya. Ternyata pilihan tersebut tidak salah, sebab nasinya seperti nasi uduk di Jawa. Dengan lauk pauk daging sapi, maka lezat juga rasanya makanan itu.
Kami datang di Pesantren Sulaimaniyah menjelang magrib. Tetapi masih cukup waktu untuk membahas tentang keadaan santri Indonesia di Turki. Kami datang disambut oleh santri-santri Indonesia dengan pakaian full dress. Ternyata kebanyakan mereka datang dari Aceh dan ada beberapa yang dari Surabaya dan Solo. Tampak rapi dengan gaya pakaian seperti itu. Tradisi belajar di Turki memang memakai pakaian lengkap dengan jas dan dasi.
Kami kemudian memasuki Ma’had Sulaimaniyah Unalan Chamlica Unalan Erkek, Jalan Ogrencu Yurdu Ates, SK No 9, 34700 Uskudar Istambul. Kami bertemu dengan Mudir Ma’had yang bernama Ismail. Kami membahas tiga hal penting terkait dengan para santri Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah Turki. Pertama, tentu membahas mengenai apresiasi pemerintah Indonesia terhadap kerja sama dengan Pesantren Sulaimaniyah Turki dalam kapasitas program tahfidz al Qur’an dan pendidikan ilmu keislaman.
Kedua, terkait dengan sikap pemerintah Turki terhadap Pesantren Sulaimaniyah dalam kerangka pendidikan keagamaan dan banyaknya santri dari berbagai wilayah di dunia yang belajar di Pesantren Sulaimaniyah. Ketiga, sikap politik Pesantren Sulaimaniyah di dalam konteks pemerintah dan faham keagamaan untuk masa depan pesantren.
Di dalam pembahasan ini, dinyatakan oleh Pak Ismail bahwa Pesantren Sulaimaniyah hanya mengajarkan pendidikan keagamaan. Ada setara pendidikan Taman-Kanak-kanak, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Semua didesain untuk mengembangkan kemampuan ilmu keislaman khususnya ilmu al Qur’an. Pesantren ini memang semula tidak didesain terlibat dengan dunia politik. Hanya khusus mempelajari agama Islam saja.
Pesantren ini adalah pesantren yang mengikuti paham Islam Ahlu Sunnah wal Jamaah. Yaitu Islam yang sesuai dengan mayoritas umat Islam di Turki. Pesantren ini didirikan untuk mengajarkan al Qur’an. Di dalam sejarahnya diketahui bahwa pendiri pesantren ini mengajarkan Al Qur’an dengan berkeliling memakai taksi. Waktu itu mengajarkan Al Qur’an dilarang. Oleh Kemal Pasha Attaturk, semua bentuk pengajaran agama dilarang. Para pimpinan Turki menginginkan Turki harus seperti barat. Di dalam literature disebut Gerakan Westernisasi. Pesan mengajarkan al Qur’an itulah yang terus menyemangati pimpinan Pesantren Sulaimaniyah hingga sekarang.
Sesuai dengan pesan pendiri Pesantren Sulaimaniyah tersebut, maka pesantren ini tetap berada di dalam koridor untuk tidak terlibat di dalam gerakan politik akan tetapi murni untuk gerakan keagamaan. Jadi pesantren ini sama sekali tidak bertentangan atau berseberangan dengan pemerintah. Pesantren ini berada di dalam mendukung pemerintah yang sah. Dengan demikian, keadaan pesantren dan seluruh santrinya berada di dalam keadaan yang nyaman dan selamat.
Berdasarkan atas penjelasan Ustadz Ismail ini maka saya menegaskan bahwa santri Indonesia mestilah memperoleh pengamanan dan kenyamanan di dalam belajarnya di Turki. Saya mempercayakan sepenuhnya terhadap keselamatan dan kenyamanan para santri di dalam belajarnya di Pesantren Sulaimaniyah. Mereka pastilah belajar tentang paham keagamaan yang sama dengan Islam rahmatan lil alamin, Islam moderat sebagaimana kita lihat kesamaannya antara Islam di Turki dan Indonesia.
Jadi jika kelak mereka akan kembali ke Indonesia, maka mereka akan berada di dalam jalur pemahaman Islam yang relevan dengan bagaimana orang Indonesia memahami dan mengamalkan keislamannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
