• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ULP DAN EFISIENSI ANGGARAN PEMERINTAH

ULP DAN EFISIENSI ANGGARAN PEMERINTAH
Acara yang menarik diselenggarakan oleh Kepala Biro Umum Kementerian Agama dalam tajuk “Rapat Koordinasi Pejabat ULP Kementerian Agama se Indonesia” (16/11/2016). Acara ini dihadiri oleh Menteri Agama RI, Bapak Lukman Hakim Saifuddin, Kabiro Umum, Kabiro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri, Kabiro Kepegawaian, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama, Sesdirjen Bimas Islam, Sesdirjen Bimas Katolik dan Kristen dan segenap jajaran ketua dan sekretaris ULP Se Indonesia.
Pak Menteri memberikan pengarahan dan sekaligus menjadi narasumber utama di dalam rakor ini dan kemudian saya juga diminta untuk menjadi narasumber dalam tema “Kebijakan Kemenag dalam Pengadaan Barang dan Jasa serta Belanja Modal.” Selain itu juga diundang dari Bareskrim, Kejaksaan, LKPP dan sejumlah lainnya.
Saya sampaikan kepada peserta koordinasi tentang tiga hal, yaitu: pertama, agar melakukan percepatan penyerapan anggaran khususnya untuk belanja barang dan jasa dan belanja modal. Belanja barang dan jasa memang sudah cukup lumayan serapannya, sebesar 70 persen, akan tetapi untuk pengadaan belanja modal masih memprihatinkan sebab masih berada di persentase sebesar 52 persen. Dua kegiatan ini erat kaitannya dengan keberadaan ULP pada masing-masing satker.
Secara nasional memang serapan kita sudah cukup bagus, bisa memasuki tiga besar Kementerian/Lembaga dengan anggaran besar. Berturut-turut adalah Kepolisian, Kementerian Keuangan dan Kementerian Agama, sementara itu Kemendikbud di urutan ke empat. Besaran serapan sebanyak 73 persen memang juga lebih baik dibandingkan dengan capaian tahun lalu. Namun demikian kita tidak boleh terlena dengan perbaikan capaian sesuai dengan bulan ini, sebab harus diingat bahwa target serapan anggaran kita, sesuai dengan halaman 3 DIPA Kemenag adalah 98,41 persen. Angka ini terasa memang tidak realistic untuk dicapai, yang paling mungkin adalah serapan sebesar 93 persen.
Meskipun kita harus mempercepat anggaran akan tetapi harus diingat jangan sampai kita melakukan tindakan melawan regulasi atau tidak mengindahkan regulasi. Jangan sampai “ngebut benjut”, akan tetapi kita ngebut (cepat) tetapi tidak benjut (tidak bengkak kepala). Jadi prinsip cepat selamat harus menjadi prinsip kita semua. Untuk menaikkan angka dari 73 persen ke angka 93 persen itu butuh kerja keras dalam waktu yang sangat terbatas, yaitu 30 hari. Angka 20 persen harus diserap dalam waktu yang demikian pendek.
Kedua, kita sudah memiliki regulasi tentang percepatan belanja barang dan jasa serta belanja modal, yaitu Inpres Nomor 1 tahun 2015. Melalui Inpres ini kita diberi peluang untuk melakukan kontrak pekerjaan sebelum DIPA diterima atau di kala Pagu definitive sudah ditentukan. Dengan demikian, maka lelang jangka panjang (konstruksi) dan kebutuhan sehari-hari harus dilakukan semenjak bulan Januari atau harus dilelang sebelum bulan Desember. Misalnya untuk perawatan kantor, web, cleaning service, tenaga keamanan dan sebagainya tentu bisa dilelang sebelum DIPA atau lelang pra-DIPA. Disebut juga sebagai lelang tidak mengikat.
Di perguruan tinggi atau di Bimas Islam, yang di situ banyak kontrak bangunan (konstruksi), maka pada bulan Desember sampai Maret harus sudah dilakukan pelelangan. Sesuai dengan Inpres, maka tanggal 31 Maret seluruh lelang jangka panjang harus sudah diselesaikan dan dilaporkan kepada Kantor Staf Presiden (KSP). Presiden berkepentingan untuk mengetahui perkembangan pelelangan karena hal ini merupakan RKP yang diunggulkannya. Sesuai dengan amanat Presiden Jokowi bahwa penguatan infrastruktur menjadi aspek penting di dalam pembangunan. Ada rel kereta api, tol laut, Bandar udara, pelabuhan, jalan tol, waduk dan lain-lain yang menjadi prioritas pemerintah.
Ketiga, ada beberapa prinsip mendasar yang menjadi pedoman di dalam pelaksanaan lelang melalui ULP. Yaitu: transparan, akuntabel, efektif, efisien, dan kemandirian, serta demokratis. Melalui pelelangan yang dilakukan oleh ULP, maka prinsip ini dijamin akan dapat dipenuhi. Di dalam menjamin transparansi maka digunakan system LPSE, di dalam menentukan akuntabilitas maka HPS dipastikan benar dan selektif, lalu juga memenuhi prinsip efektif dan efisien, sebab dipastikan akan didapatkan harga yang wajar sehingga akan terdapat efisiensi anggaran. Di ULP pusat saja terdapat sebanyak 14 persen penghematan anggaran.
Yang tidak kalah penting bahwa ULP tidak bisa diintervensi oleh siapapun. ULP memiliki kemandirian di dalam melakukan pekerjaannya. KPA pun tidak bisa melakukan intervensi untuk memengaruhi pemilihan pemenang tender. ULP harus memiliki keberanian untuk menolak berbagai upaya untuk menggagalkan pelelangan atau memenangkan pihak ketiga tertentu. Kewenangan ULP sangat besar di dalam menentukan HPS dan juga menentukan pemenang lelang.
Jika ULP bisa melakukan pelelangan berbasis pada timeline, HPS yang wajar, transparansi dan akuntabilitas yang tinggi, maka saya sungguh menyatakan bahwa penyimpangan tidak akan terjadi.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..