KORELASI LAPORAN KINERJA DENGAN RISET KEBIJAKAN
KORELASI LAPORAN KINERJA DENGAN RISET KEBIJAKAN
Hari Sabtu, 12 Nopember 2016, saya menghadiri acara pertemuan para pejabat structural di IAIN Bengkulu yang waktunya berkaitan dengan acara Pak Rektor IAIN Bengkulu menyelenggarakan walimatul arusy. Ngunduh Mantu. Selain menjadi narasumber pada acara pertemuan pejabat structural IAIN Bengkulu, saya juga diminta untuk mewakili para tamu dalam acara walimatul arusy tersebut. Mewakili Pak Prof. Sirajuddin adalah Pak Gubernur Bengkulu, Dr. Ridlwan Mukti, dan tamu lainnya adalah mantan Gubernur Bengkulu, A. Djunaedi, Kapolda Bengkulu, Brigjen. Yohannes Madha, dan para ulama.
Hadir dalam acara pertemuan dengan pejabat structural tersebut dalah Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, Dr. Hilmi Muhammadiyah, dan juga Kabiro AUAK, IAIN Bengkulu, Hj. Khoiriyah dan juga Kasubdit Sarana Parsarana Ditdiktis, pada Ditjen Pendidikan Islam Kemenag., Sa’diyah dan para pejabat structural lainnya.
Tema yang dibahas di dalam forum tersebut adalah mengenai Laporan Kinerja pada IAIN Bengkulu. Saya tentu bersyukur bisa bertemu dengan pejabat structural IAIN Bengkulu, sebab memang tema perbicangan kita di Kemenag akhir-akhir ini adalah mengenai Elektronik Kinerja atau e-kin, yang memang sangat dibutuhkan oleh semua ASN Kemenag.
Saya sampaikan tiga hal terkait dengan managemen kinerja yang akhir-akhir ini menjadi topic pembahasan di berbagai kementerian. Pertama, Sebagaimana sering saya nyatakan bahwa manajemen pemerintahan sekarang menggunakan konsep yang disebut sebagai manajemen performa atau performance management atau bisa juga disebut sebagai manajemen kinerja.
Kata kunci di dalam manajemen kinerja adalah perjanjian kinerja yang selalu dilakukan di awal tahun antara staf dan pimpinan. Ada empat elemen di dalam perjanjian kinerja yaitu sasaran kinerja, indicator kinerja, target kinerja dan capaian kinerja. Sudah banyak tulisan saya mengenai apa itu sasaran kinerja, indicator kinerja, target kinerja dan capaian kinerja. Dalam kata lain, bahwa semua harus jelas tidak abstrak, tidak konseptual dan harus relevan dengan apa yang menjadi kebutuhan stakeholder. Semuanya harus terukur dan bisa dijelaskan apa pengaruhnya terhadap masyarakat.
Kedua, saya ingin masuk dalam contoh bagaimana merumuskan sasaran kinerja untuk jabatan fungsional atau structural di IAIN Bengkulu. Kita ambil contoh misalnya mengenai jabatan fungsional perpustakaan. Yang menjadi sasarannya adalah jumlah dosen yang dilayani untuk memanfaatkan perpustakaan IAIN Bengkulu bertambah jumlahnya 10 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Indikatornya adalah sebanyak 300 dosen IAIN Bengkulu yang dilayani dalam pemanfaatan perpustakaan, sebanyak 300 dosen yang memanfaatkan perpustakaan digital dalam bentuk jurnal elektronik atau jurnal tercetak. Jika kemudian ternyata kunjungan dosen di perpustakaan rendah, berdasarkan laporan kinerja pelayanan terhadap dosen di perpustakaan, maka akan bisa menghasilkan rekomendasi pimpinan bahwa perlu dilakukan penelitian oleh Lembaga Penelitian, misalnya untuk menemukan kebijakan terkait dengan peningkatan kunjungan dosen di perpustakaan tersebut.
Dari aspek kepegawaian, misalnya di dalam perjanjian kinerja disebutkan bahwa pelayanan terhadap kenaikan jabatan dosen yang tepat waktu makin banyak sebesar 10 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Makanya jika di akhir jabatan tidak bisa dipenuhi, maka akan bisa dicari kebijakannya apakah terkait dengan pencarian penyebab dosen yang tidak bisa memenuhi kewajibannya untuk kenaikan jabatan atau ketidakcepatan penyelesaian oleh staf atau tenaga kependidikan. Penelitian oleh Lembaga Penelitian menjadi penting terkait dengan kebijakan yang akan dihasilkan tentang persoalan ini.
Sekedar contoh lain, misalnya Perjanjian Kinerja Wakil Rektor I Bidang Akademik, misalnya di dalam perjanjian kinerja disebutkan bahwa jumlah mahasiswa yang lulus tepat waktu meningkat 10 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Lalu ternyata tidak tercapai, maka melalui penelitian oleh Lembaga Penelitan akan bisa dilakukan penelitian kebijakan untuk menilai ulang terhadap banyak hal, misalnya kurikulum, penilaian dosen, sistem perkuliahan, keaktifan mahasiswa dan sebagainya. Melalui Perjanjian Kinerja yang terdapat sasaran kinerja dan berujung pada laporan kinerja, maka akan menghasilkan penelitian kebijakan yang berpeluang memperbaiki terhadap sistem perkuliahan dan sebagainya.
Ketiga, dewasa ini kita terus melakukan upaya untuk memperbaiki sistem Laporan Kinerja. Untuk itu, diperlukan suatu sistem elektronik atau disebut e-kinerja agar sistem pelaporan menjadi lebih simple dan cepat. Untuk hal ini makanya diperlukan berbagai inovasi yang terkait dengan bagaimana agar tujuan untuk penerapan e-kinerja dapat direalisasikan secepatnya. Tahun 2017 saya kira adalah awal yang bagus untuk menerapkan sistem ini.
Di tengah keinginan untuk membangun e-government, maka mengembangkan sistem e-kinerja adalah suatu keharusan. Saya kira tidak terlambat untuk menerapkannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
