• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PERLU HUKUMAM BAGI PENISTA AL QUR’AN (5)

PERLU HUKUMAM BAGI PENISTA AL QUR’AN (5)
Drama tentang penistaan Al Qur’an yang dianggap dilakukan oleh Pak Ahok terus menggelinding di seantero Indonesia. Mereka yang berkeinginan untuk memidanakan Pak Ahok juga tidak kalah di dalam menyebarkan informasi tentang keharusan memidanakannya. Bagi kalangan ini, maka memidanakan adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan bangsa ini.
Berbagai upaya juga dilakukan untuk menjernihkan masalah “penistaan Al Qur’an”, misalnya dengan mendatangkan ahli fatwa dari Mesir, Syekh Amru Wardani. kita tentu tidak tahu siapakah beliau ini, akan tetapi beliau tentu didatangkan untuk kepentingan memberikan penjelasan tentang Surat Al Maidah ayat 51. Banyak pihak yang tentu sangat berkepentingan dengan fatwa ini, terutama yang terkait dengan penjelasan terjemahan ayat tersebut.
Sesuai dengan scenario dari mereka yang memperjuangkan pemidanaan bagi penista Al Qur’an, maka proses hukum bagi Pak Ahok dan tuntutan baginya menjadi momentum penting untuk menentukan langkah ke depan. Makanya, mereka sudah merencanakan akan melakukan demo lebih besar dibanding tanggal 4 Nopember 2016 lalu. Konon katanya, dari Jawa Barat sudah disiapkan sebanyak lima juta orang untuk berdemo di Jakarta. Tanggalnya juga sudah ditentukan. Momentumnya hari Jum’at, 25 Nopember 2016.
Terlepas dari benar atau tidak, akan tetapi pengalaman demonstrasi besar yang lalu tentu menjadi pelajaran bagi pemerintah, khususnya para penegak hukum. Jika mereka tidak hati-hati tentu akan bisa menjadi problem bagi bangsa ini. Di tangan para penegak hukum sekarang bola lagi bergulir. Jika tendangannya salah, maka akan menentukan kemana bola tersebut akan diarahkan oleh mereka yang menginginkan koridor hukum sebagaimana yang diinginkan.
Demonstrasi yang lalu, saya kira tuntutannya sudah sangat jelas. Hukum penista Al Qur’an. Artinya, peluang untuk tidak menghukum itu probabilitasnya hanya satu persen. Atau dengan kata lain, 99 persen Pak Ahok harus dihukum. Signal ini tentu sudah dibaca oleh para petinggi negeri ini dan juga aparat hukum. Jadi, apapun fakta lapangannya, akan tetapi yang jelas bahwa hasil akhirnya adalah “hukum Ahok.”
Inilah paradoks hukum yang sedang terjadi di Indonesia. Maju kena mundur juga kena. Pengadilan dituntut untuk adil dan transparan, akan tetapi juga sudah jelas tuntutan public “adili Ahok”. Artinya, “hukum Ahok.” Jadi bukan hanya dijadikan tersangka, akan tetapi hukumlah Ahok sebagaimana yang lain yang dianggap sebagai penista agama. Pernyataan “adili Ahok” dengan demikian bermakna “hukumlah Ahok” sebagaimana yang dituntut oleh mereka.
Memang harus diakui bahwa persoalan ini berkait kelindan dengan berbagai persoalan lainnya. Dimensi politik juga sangat mengedepan. Andaikan Ahok tidak akan merebut posisi gubernur DKI Jakarta, tentu gaung persoalan ini tidaklah sekeras sekarang. Namun karena keterkaitan dengan dunia politik ini, maka situasinya menjadi mengeras dan tidak tertahankan. Rasanya, pertarungan ini tidak akan segera berakhir, jika tuntutan public ini tidak mendapatkan respon yang memadai.
Dilemma ini yang sesungguhnya menjadi problem besar bagi aparat hukum di negeri ini. Mengikuti logika public juga bisa dianggap tidak netral, tetapi “tidak mengadili Ahok dan berujung pada tidak hukuman” juga dianggap public sebagai pengkhiatan terhadap keadilan. Di kalangan public sudah terbangun opini, bahwa Ahok menista agama. Public opinion ini dibangun lewat jejarang medsos. Mereka sudah tidak lagi mempercayai terhadap media televisi, koran dan bahkan radio. Dianggapnya bahwa media cetak, audio visual dan audio ini sudah menyuarakan kepentingan para konglomerat yang dianggapnya juga memihak kepada kepentingan Ahok.
Jika kita dengarkan berbagai ceramah agama, khutbah, pengajian dan lain-lain di media sosial, maka kita sungguh sedang merasakan betapa penolakan terhadap Ahok itu luar biasa. Ibaratnya (dalam bahasa Jawa) sudah sampai di tenggorokan. Hal-hal seperti ini yang didengarkan oleh umat dewasa ini. Dengan mudahnya mereka mendapatkan berbagai informasi, baik yang mengandung nilai kebenaran maupun yang hoax. Tetapi mereka sudah kadung percaya bahwa semua informasi yang menyatakan bahwa Ahok menodai Al Qur’an adalah kebenaran.
Dilemma ini menurut saya harus bisa diselesaikan dengan cerdas. Kita tidak ingin “menyelesaikan masalah tanpa solusi”. Kita harus “menyelesaikan masalah tanpa masalah”. Maka jalan yang terbaik adalah “lakukan pemeriksaan dengan adil, transparan dan hasilnya akan membawa manfaat bagi umat”. Saya kira, dengan tanpa tekanan dari siapapun, maka proses penyelidikan akan bisa berjalan sesuai dengan relnya dan hasilnya akan bisa diyakini sebagai kebenaran bersama.
Tantangan terbesar bagi dunia pengadilan adalah menempatkan masalah Pak Ahok ini on the track, dan tentu berawal dari sini kepercayaan atau trust tentang keadilan itu akan kembali mendapatkan marwahnya.
Di atas semua ini, tentu doa kita adalah agar bangsa ini dijauhkan oleh Allah dari perpecahan dan kerusakan sebagai akibat dari tindakan kita yang merusaknya sendiri. Kerusakan di bumi ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena ulah kita sendiri.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..